Kewajiban seorang istri dalam islam

Kewajiban seorang istri dalam islam

Kewajiban Seorang Istri Kepada Suami Menurut Islam

Kewajiban Istri

 

Hallo Kawan Mama,

Pernikahan merupakan sebuah ibadah yang di anjurkan untuk di laksanakan bagi setiap umat islam yang memilki kemampuan. Tujuannya adalah membangun keluarga baru dan membuat keturunan sebagai penerus keluarga dan umat. Tentunya setiap orang yang ingin menikah menginginkan pernikahannya menjadi bahagia dan harmonis.

Di dalam keluarga yang harmonis dan bahagia pasti tidak luput dari peran seorang usami dan istri. Umumnya seorang suami yang menjadi kepala keluarga akan pergi keluar untuk mencari nafkah. Sedangkan sang istri yang menjaga rumah dan keluarganya. Peran-peran tersebut akan membuahkan keluarga bahagia dan harmonis apa di jalankan dengan baik dan ikhlas. Terkadang ada hal yang tidak sesuai dengan harapan, namun bila suami dan istri dapat saling melengkapi dari kekurangan-kekurangan yang mereka berdua miliki dengan ikhlas, maka keluarga tersebut akan serasa menjadi keluarga bahagia.

Agama Islam mewajibkan istri untuk menghoramati suami sebagai kepala keluarga. Peran inilah yang menjadi peran penting dalam kesuksesan berumah tangga. Istri yang baik juga memiliki kewajiban untuk mengingatkan dan tentunya memberi saran kepada suami, bukan hanya menghoramti dan diam sesuai perintah lelaki. Sejatinya, peran seorang suami adalah sebagai pemimpin yang menjamin dan bertanggung jawab penuh kepada istrinya. Namun istri juga memilki peran untuk melayani sang suami dengan spenuh hati. Lalu apa sebenarnya yang menjadi tugas-tugas dari seorang istri kepada suami?

Berikut ini Kawan Mama sajikan pembahasan menganai kewajiban seorang istri kepada suami.

Kewajiban seorang istri kepada suami

  1. Menyenangkan suami

Menyenangkan suami adakah kewajiban seorang istri dalam sebuah rumah tangga yang harus di lakukan. Sebab dengan adanya rasa senang dari suami, maka akan menimbal balik kepada istri yang pastinya akan di senagkan oleh suami. Dengan begitu, keluarga akan terasa harmonis dan bahagia. Istri dapat menyenangkan suami dengan cara menuruti kemauan baiknya, memasak masakan kesukaanya, berpenampilan cantik di hadapanya, bersikap manja hanya kepadanya, dan hal lain yang akan membuat suami menjadi senang.

Dalam sebuah hadis yang di riwayatkan oleh Abu hurairrah r.a, Rasulullah SAW bersabda,

“sebaik-baiknya perempuan adalah perempuan yang apabila engkau melihatnya, engkau bahagia. Jika engkau perintah maka ia akan menurutimu. Dan jika engkau tidak ada, maka ia akan menjaga hartamu darinya”.

Dari hadis ini, dapat di pahami bahwa istri yang baik dalah istri yang ketika suami melihatnya, suami akan merasa senang. Tentu saja hal ini dapat di lakukan istri dengan cara berpenampilan menarik untuk sang suami, taat kepadanya dan menjaga harta dan kehormatan keluarganya ketika suami sedang pergi.

  1. Taat dan patuh kepada suami

Taat dan patuh merupakan sebuah hak dan kewajiban bagi seorang istri kepada suami. Namun istri juga dapat menolak apabila perintah dari suami melenceng dari agama dan hati nurani. Istri juga dapat melakukan apapun yang mereka mau dengan catatan atas seizing dari sang suami.

Ketika istri ingin melakukan sesuatu, hendaknya mendiskusikan dan meminta izin dari sang suami terlebih dahulu. Jika istri seenaknya melakukan apapun yang ia mau tanpa adanya diskusi dan izin dari suami maka itu dapat membuat suami merasa tidak senang.

Hal ini juga berlaku kepada sang suami, istri juga harus selalu mengingatkan suami terhadap apapun yang suami lakukan. Dengan begitu hubungan keluarga akan lebih dekat dan peran sebagai suami dan istri akan lebih terlengkapi. Apabila istri membantah perintah baik dari suami, dan tidak dapat di nasehati, maka suami dapat melakukan pisah ranjang dengan istri. Suami juga dapat memukul istri apabila istri membantah, namun memukul pada bagian yang tidak membahayakan istri. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 34, yang artinya.

Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pukulah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan kesusahan baginya. Sesungguhnya Allah maha tinggi lagi maha besar”. (Q.S An-Nisa : 34)

Dalam sebuah hadis yang di riwayatkan oleh mu’adz bin jabal yang artinya.

Dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata, Aku pernah pergi ke Syam. Lalu aku lihat mereka sujud kepada para pendeta dan ulama mereka. Maka engkau wahai Rasulullah SAW lebih pantas kami sujud kepadamu. Beliau berkata, Sekiranya aku memerintahkan seseorang sujud kepada seseorang, niscaya aku perintahkan wanita sujud kepada suaminya karena besarnya hak suami atas dirinya. Shahih: Al Albani (Shahih Al Jami’: 5294).

  1. Menjaga kehormatan dan nama baik suami

Kewajiban istri selanjutnya adalah untuk menjaga nama baik dan kehormatan dari suaminya. Menjaga nama baik dan kehormatan berarti apabila ada yang kurang dari seorang suami dan terdapat masalah dalam rumah tangga, maka wajib bagi istri untuk menjaga hal tersebut dan tidak mengumbarnya ke ranah umum. Bila istri berkhianat maka rumah tangga tersebut dapat terganggu dan dapat terpecah belah.

Seorang istri juga harus menjaga kehormatan atas dirinya sendiri. Dengan selalu taat kepada suami, menjadi teman diskusi suami, meminta izin ketika hendak pergi atau melakukan hal lain dan menutupi masalah dan aib keluarga agar tidak terumbar. Seorang suami adalah kepala dari rumah tangga, jika nama baik dan kehormatanya tercoreng dengan aib dan masalah dalam keluarga yang terumbar, maka itu membuktikan bahwa istri tersebut bukanlah istri yang baik dan suami dapat meninggalkanya.

  1. Meredakan kemarahan suami

Dalam menjalankan sebuah ikatan pernikahan pasti ada saja masalah yang dating. Tidak bisa di pungkiri bahtera rumah tangga sesekali pasti akan di hantam dengan ombak pasang. Dalam hal ini terkadang suami memliki masalah dengan pekerjaanya atau orang lain yang membuat ia kesal atau bahkan perseteruan dengan istri sendiri. Perlu di ketahui bahwa sebaik-baiknya seorang istri adalah yang dapat meredakan kemarahan sang suami.

Istri dapat meredakan suami dengan mengajaknya berbicara dengan pelan, menjadi pendengar yang baik, menemani sang suami, menasihati dengan baik, membuat makanan dan minuman kesukaanya. Bukankah sangat beruntung apabila suami memilki istri dengan sifat-sifat tersebut.

  1. Tidak memberatkan suami

Terkadang istri sebagai seorang wanita memiliki banya keinginan yang ia pendam dan ia idam-idamkan untuk tercapai. Namun sebagai seorang istri yang baik, tidak di perbolehkan meminta sesuatu di luar kemampuan suami, apalagi sampai memberatkan dan tidak dapat di penuhi oleh suami. Sebaiknya ketahui dulu bagaimana kemampuan suami sebelum meminta sesuatu untuk di penuhi.

Menerima segala pemeberian suami dengan senang juga merupakan hal yang harus di lakukan oleh istri, suka atau tidak dengan pemberian suami, istri haruslah menerimanya dengan rasa syukur. Istri dapat mengambil harta suami tanpa sepengetahuan suami apabila harta yang suami berikan kuarng untuk mencukupi kebutuhan. Sebagai catatan istri boleh mengambil harta tersebut dengan tujuan sebagai harta cadangan apabila suatu waktu ada kebutuhan tak terduga dan membutuhkan anggaran pengeluaran.

  1. Menerima tamu dengan seizing suami

Ketika suami sedang bepergian, seorang istri tidak di perbolehkan untuk menerima tamu dan memasukkannya kedalam rumah, terlebih laki-laki lain yang bukan mahramnya. Istri data menerima tamu dan memasukanya ke dalam rumah apabila telah mendapat izin dan restu dari sang suami. Karena dengan memasukkan tamu terutama laki-laki lain yang bukan mahramnya tanpa seizing suami dapat mengakibatkan timbulnya sebuah fitnah dan perbuatan dosa lain.

Rasulullah SAW bersabda, yang artinya.

“kemudian jagalah dirimu terhadap wanita. Kamu boleh mengambil mereka sebagai amanah dari Allah, dan mereka halal bagimu dengan mematuhi peraturan-peraturan Allah. Kemusian kamu punya hak atas mereka, yaitu supaya mereka tidak memperbolehkan orang lain menduduki tikarmu. Jika mereka melanggar, maka pukulah mereka dengan cara yang tidak membahayakan. Sebaliknya, mereka punya hak atasmu, yaitu nafkah dan pakaian yang pantas”. (H.R Muslim)

  1. Keluar rumah atas izin suami

Sebagai seorang istri taat dan menjaga kepercayaan suami merupakan hal yang penting dan harus di lakukan. Sebab dangan adanya taat dan rasa percaya dari suami itu akan membuat terjaganya hubungan sebuah rumah tangga. Istri yang hendak keluar dari rumah haruslah meminta izin kepada sang suami. Izin dari suami dapat menjadi tanda bahawa suami percaya dan tahu tentang urusan yang akan di kerjakan oleh sang istri.

Rasulullah SAW bersabda, yang artinya.

“tidak halal bagi perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir bepergian dalam jarak sehari semalam kecuali bersama dengan mahramnya”. (H.R Bukhari dan Muslim)

Izin dari suami adalah hal yang wajib di lakukan, bukan hanya ketika ingin keluar rumah, namun ketika istri hendak melakukan sesuatu hal. Dengan begitu suami akan tenang karena mengetahu apa-apa yang tengah di kerjakan oleh sang istri.

  1. Melayani suami

Istri di wajibkan untuk melayani sang suami lahir dan batin selama keinginana suami tidak melanggar syariat dan hati nurani. Istri juga harus melayani suami ketika suami hendak melakukan hubungan badan, sebab ketika istri menolak ajakan suami untuk melakukan hubungan badan maka istri akan di laknat oleh para malaikat Allah.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 223, yang artinya.

“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah-tanah tempatmu bercocok tanam, maka datangilah tempat bercocok-tanammu itu sebagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal baik) untuk dirimu, dan bertaqwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kelak kamu akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman (Q.S Al-Baqarah : 223).

Dalam sebuah riwayat, Rassulullah SAW bersabda, yang artinya.

“jika suami memanggil istrinya untuk tidur di tempat peraduanya kemudian dia menolak (untuk dating) hingga suaminya itu marah kepada istrinya semalam suntuk maka malaikat akan melaknatnya sampai pagi”. (H.R Bukhari dan Muslim)

Kewajiban-kewajiban tersebut sebaiknya perlu di perhatikan dan di perhatika bagi seorang istri. Sebab surganya istri adalah ridho dari sang suami, apabila suami tidak ridho maka tidak ada surge bagi seorang istri. Dalam menjalankan peran sebagai seorang istri tentunya perlu di jalani dengan niat ikhlas dan tulus untuk beribadah dan mengabdi kepada suami agar mendapat ridho dari Allah SWT. Dengan menjalaninya dengan ikhlas dan tulus dengan niat ibadah, maka akan di permudah segala urusan-urusanya, terutama dalam berumah tangga.

Sekian pembahasan dari kawan mama mengenai kewajiban-kewajiban bagi seorang istri dalam Agama Islam. Istri yang baik adalah istri yang menaruh selalu menaruh hormat dan menjaga nama baik, harta dan kehormatan dirinya, dan suami serta keluarganya. Dengan mengamalkan hal-hal di atas tadi, pasti akan menambah pula rasa kasih dan sayang dari sang suami. Semoga kita dapat menjalankannya dengan baik dan benar sebagai mana mestinya.

Semoga tulisan ini dapat membantu dan bermanfaat . . .

 

 

 

Sumber  :

  • Popmama
  • inews

Hal yang harus di perisapkan sebelum menikah

Hal-Hal Yang Harus Di Perisapkan Sebelum Menikah

Persiapan Sebelum Menikah

 

Hallo Kawan Mama,

Menikah adalah sebuah momen yang di damba-dambakan setiap pasangan yang ingin hubungannya menjadi lebih serius. Dengan melangsungkan sebuah pernikahan maka akan terjalin ikatan yang sakral antara kedua orang tersebut. Cinta adalah alasan dari kebanyakan orang yang ingin melangsungkan pernikahan. Sedangkan dalam Agama Islam, anjuran ibadah berupa menikah dan memperbanyak keturunan juga sebagai dasar berlangsungnya sebuah pernikahan.

Menikah bukan hanya berarti bahwa telah resminya seorang laki-laki dan wanita menjadi pasangan suami istri dalam hubungan rumah tangga. Namun dengan melangsungkan sebuah pernikahan, berarti kamu juga telah mendapat hak dan tanggung jawab baru sebagai seorang suami dan istri. Ketika hendak melangsungkan pernikahan biasanya orang akan menyiapkan bekal-bekal sebagi perisapan dalam menghadapi berlangsungnya pernikahan. Dengan adanya bekal yang cukup, maka harapan dari tejadinya pernikahan tersebut dapat membuat sebuah pernikahan menjadi awet bahkan sampai maut memisahkan.

Persiapan terkait pernikahan memang perlu di lakukan. Sebab banyak kasus yang terjadi di mana sebuah pernikahan mengalami kandas atau perceraian, bahkan dalam kurun waktu yang singkat. Hal ini di picu oleh kurangnya perisapan dalam melangsungkan pernikahan oleh pihak laki-laki ataupun pihak istri. Ini menjadi  perhatian serius, karena dengan adanya angka perceraian yang tinggi dapat di simpulkan bahwa banyak sekali keluarga yang tidak haromis dan bahagia karena persiapan yang kurang pada saat sebelum menikah. Lalu apasih sebenarnya yang harus di periapkan ketika hendak menikah?bagaiamana cara mempersiapkan pernikahan agar tetap terjalin dengan awet.

Pada kesempatan ini, Kawan Mama akan membahas tentang periapan-periapan pernikahan yang sebaiknya kamu lakukan sebagai bekal untukmu menikah dan membangun rumah tangga.

Hal Yang Harus Di Persiapkan Sebelum Menikah Oleh Calon Mempelai

Persiapan pertama adalah persiapan yang di lakukan oleh calon mempelai. Ketika hendak melangsungkan pernikahan, baiknya kedua calon mempelai saling menyiapkan  periapan dan hal-hal yang perlu di siapkan untuk melangsungkan akad nikah. Berikut ini adalah periapan yang perlu di siapkan oleh kedua calon mempelai.

1. Persiapan Fisik

Seorang mempelai yang hendak melangsungkan pernikahan hendaknya memperisapakan fisiknya dengan matang. Bukan hanya tentang fisik secara kondisi kesehatan tubuh, melainkan fisik umur dari calon mempelai. Apakah calon mempelai sudah mengalami masa baligh dan telah siap untuk memenuhi tanggung jawabnya nanti sebagai seorang suami ataupun istri.

Calon mempelai perlu merawat kesehatan fisik sebelum melangsungkan pernikahan, karena ini juga akan berdampak pada keharmonisan dalam hubungan suami istri. Calon mempelai dapat memeriksakan diri untuk lebih yakin dengan kondisi tubuh, apak ada yang tidak wajar. Seperti halnya ketika calon mempelai mengalami sakit, masalah alat reproduksi dan kesehatan lain yang dapat mengakibatkan masalah-masalah dalam rumah tangga. Sebab tujuan pernikahan selain menjadikan hubungan suami dan istri yang sah, juga membuat keturunan sebagai penerus  keluarga tersebut. Apabila salah satu dari calon mempelai memliki riwayat penyakit, hendaknya perbaiki dulu dengan berobat ke doker.

 

2. Persiapan Mental

Banyak pula kasus yang terjadi di mana pernikahan berakhir dengan singkat karena tidak adanya persiapan mental dari calon mempelai. Ketika hendak melangsungkan pernikahan, hendaknya calon mempelai telah menyiapkan mentalnya terlebih dahulu. Persiapan mental berarti kesadaran bahwa ketika telah menikah, statusnya telah berubah menjadi seorang suami ataupun istri. Itu berarti calon mempelai akan mendapat hak dan tanggung jawab baru sebagai seorang suami mauoun istri yang harus di laksanakan.

Kedua orang yang telah menikah berarti sekarang ia telah mempunyai tanggung jawab tidak hanya pada dirinya, namun ia juga bertanggung jawab dengan kehidupan pasanganya. Ia juga harus siap apabila suatu waktu terjadi masalah yang menghampiri rumah tangga mereka. Mereka juga akan mendapat tanggung jawab sebagai seorang ayah dan ibu ketika telah memiliki keturunan. baiknya persiapkan mental sematang mungkin ketika hendak melangsungkan pernikhan, agar hubungan sebagai suami dan istri dapat bertahan lama serta langgeng.

 

3. Persiapan Spiritual

Dalam persiapan melaksanakan pernikahan, persiapan spiritual merupakan poin penting yang tidak boleh di lewatkan. Sebab pernikahan sendiri adalah sebuah rahmat yang di berikan oleh Allah kepada hamba-Nya. Ketika hendak menikah baniknya persiapkan dengan betul dari segi spiritual, sperti berdo’a pada Allah, shalat istikharah, melakukan puasa dan ibadah lainya agar hati benar-benar yakin dan menatap untuk melakukan pernikahan. Dengan begitu insyaallah pernikahan yang akan kamu jalankan akan mendapat ridho dari Allah dan menjadi keluarga sakinah mawadah warohmah.

 

4. Persiapan Ekonomi

Finansial adalah masalah pokok untuk di benahi. Sebab ketika telah menikah ia akan mulai hidup mandiri sebagai seorang suami maupun istri dan mengutamakan kepentingan keluarga. Oleh karenaya, dalam segi materi perlu di siapkan dengan betul oleh kedua calon mempelai, terutam bagi calon suami sebagi kepala keluarga dan pencari nafkah untuk keluarganya nanti.

Meskipun Allah telah berjanji bahwa setiap pasangan suami dan istri akan di gabungkan dan di limpahkan rizky bagi mereka. Namun dengan adanya persiapan yang matang berupa adanya pekerjaan yang menjadi sumber risky membuat kehidupan keluarga lebih terjamin kebahagiaannya dari segi materi.

 

5. Persiapan Sosial

Dalam perjalanan melaksanakan pernikahan, hendaknya siapkan dengan betul segi sosial calon mempelai. Sosial di sini berarti hubungan sosial dengan keluarga, kerabat dan tetangga, terutama ketika kamu berada pada lingkungan baru.  Sebaiknya perbaiki duku hubungan social dengan keluarga dan kerabat serta tetangga sekitar dari calon pasangan. Karena perikahan nantinya juga akan melibatkan campur tangan kerabat dan masyarakat sekitar.

 

6. Persiapkan Syarat Dan Rukun Nikah

Syarat dan rukun nikah adalah hal paling dasar dalam Agama Islam yang harus di penuhi ketika seseorang hendak melaksanakan pernikahan. Sebab tanpa adanya sebuah syarat dan ruku nikah makan pernikahan tidak dapat di laksanakan. Syarat dan rukun nikah.

Selain syarat dan rukun nikah, calon mempelai juga harus mempersiapkan dokumen-dokumen yang yang harus di lengkapi sebagai bahan dan syarat yang nanrinya akan di setorkan kepada lembaga pencatatan perkawinan. Sebaiknya sedini mungkin untuk mempersiapkan dokumen-dokumen tersebut agar tidak menjadi ribet ketika menjelang hari pernikhan.

 

7. Persiapan Dari Segi Emosional

Sebelum calon mempelai laki-laki dan wanita resmi menjadi pasangan suami istri, hendaknya perlu mempersipkan rasa emosional diri. Karena dalam berumah tangga pasti tidak akan berjalan dengan selalu mulus dan bahagia. Kelak pasti ada saja masalah, konflik atau perbedaan pendapat yang menjadi cobaan keharmonisan sebuah rumah tangga. Dalam hal ini perlu adanya kesabaran antar keduany dalam menghadapi masalah yang dating.

Dengan menyiapkan rasa emosional diri dengan baik setidaknya dapat membantu mengurangi dan mempermudah masalah yang dating dalam berumah tangga. Karena pernikahan juga merupakan sebuah ibadah yang akan di jalani dengan kurun waktu yang sangat lama. Bila perlu calon mempelai mengikuti konseling pra-nikah sebegai bahan dan bekal untuk diterapkan dalam berumah tangga nantinya.

Pernikahan merupakan sebuah ibadah Sunnah yang di anjurkan untuk di lakukan oleh manusia, terutama bagi yang mampu. Beberapa persiapan sangat perlu di lakukan sebagai bekal untuk menjalani hubungan brumah tangga yang harmonis dan bahagia serta awet sampai akhir usia nanti. Sebagai calon mempelai, harus ada kesadaran diri bahwa ketika telah menikah nanti ia akan mendapat hak tanggung jawab kepada pasanganya, terutama bagi calon laki-laki. Sebab seorang lelkai adalah imam dan kepala keluarga yang nantinya akan di pertanyakan bagaimana kepemimpinan dan tanggung jawabnya oleh Allah di akhirat nanti. Banyak kasus perceraian terjadi karena adanya faktor ekonomi yang belum mapan. Hal ini menjadi sangat serius mengingat menikah itu bukan hanya tentang cinta dan rasa suka saling suka. Sebaiknya siapkan sedini mungkin mental, fisik, inbadah, rasa emosional, dan faktor ekonomi demi terciptanya keluarga bahagia yang sakinah mawadah warohmah.

Demikian pembahasan dari Kawan mama mengenai hal yang perlu di persiapkan sebelum melakukan pernikahan. Dengan melakukan dan menyiapkan bekal yng cukup dapat membuat rumah tangga kamu menjadi bahagia dan dapat mengurangi resiko-resiko datangnya masalah alam rumah tangga.

Semoga tulisan ini dapat membantu dan bermanfaat. . .

 

 

 

 

Sumber :

  • Dalamislam
  • tirto.id
Dampak Negatif Perkawinan Beda Agama

Dampak Negatif Perkawinan Beda Agama

Dampak Negatif Perkawinan Beda Agama

Dampak Perkawinan Beda Agama

 

Hallo Kawan Mama,

Sebagai seorang mahluk sosial, pastinya dalam kehidupan kita membutuhkan orang lain dalam kehidupan kita. Sebab manusia tidak akan pernha bisa hidup dengan sendiri tanpa adanya campur tangan orang lain. Dalam kehidupan bersosialisasi antara satu orang dengan lawan jenis lainya, acap kali menimbulkan sebuah ketertarikan di antara keduanya. Dan dari ketertarikan tersebut timbulah niat untuk melngkah ke tahap yang lebih serius, yaitu pernikahan. Tentu saja perkawinan menjadi sebuah momen yang banyak di damba-dambakan oleh setiap manusia.

Agama Islam memerintahkan setiap dari umat-Nya yaitu wanita dan laki-laki untuk melaksanakan pernikahan. Sebab pernikahan sendiri merupakan ibadah Sunnah yang di perintahkan oleh Allah swt. Pada umumnya, pernikahan adalah suebuah momen sakral di mana terikatnya sebuah janji yang di serukan antar seorang laki-laki dan seorang wanita dalam sebuah perkawinan. Di Indonesia banyak sekali kasus pernikahan yang di lakukan oleh orang yang berbeda agama, hal ini di sebabkan oleh banyaknya keberagaman dalam beragama. Apalagi di era globalisasi milenial seperti ini, perbedaan agama tidak menjadi penghalang bagi seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk melangsungkan pernikahan.

Islam sendiri melarang keras adanya pernikahan yang di langsungkan oleh calon suami dan istri yang berbeda agama. Hal ini telah di jelaskan oleh Allah melalui firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 221, yang artinya.

“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (Al-Baqarah : 221).

 

Dampak dan akibat pernikahan beda agama

Di Indonesia, pembahasan mengenai pernikahan sudah di cantumkan dalam kitab undang-undang. Seperti halnya pasal 2 undang-undang No.1 tahun 1974 yang menyebutkan bahwa suatu perkawinan akan di anggap sah apabila di lakukan menurut agama dan keyakinan masing-masing. Yang kemudian tercatat guna sebagai penjaga ketertiban dan kesucian dari esensi sebuah pernikahan.

Sebuah pernikahan yang di lakukan oleh calon suami dan Istri yang berbeda agama telah di larang secara Agama dan undang-undang. Hal ini di sebabkan banyaknya masalah madzarat dan permasalahan-permasalahan hukum lainya jika pernikahan sejenis ini terjadi.

  1. Status perkawinan

Agama islam telah melarang terjadinya pernikahan yang di lakukan oleh pasangan yang memiliki keyakinan agama yang berbeda. Sebab di mana ada keyakinan yang berbeda dalam sebuah ikatan perkawinan, bukan tidak mungkin terdapat kepentingan dan hal-hal lain yang pada akhirnya dapat mempecah belah ikatan perkawinan tersebut. Sedangkan dalam lembaga hukum sendiri, perkawinan berbeda agama masih belum pasti. Sebab pasal yang menerangkan pelaranganya pun belum ada. Yang ada hanya undang-undang yang menerangkan bahwa sebaiknya perkwinan di lakukan oleh calon yang sama dalam keyakinan dan beragama.

Oleh karenanya, status dari perkawinan tersebut masihlah tidak memiliki kejelasan jika menurut lembaga hukum. Dalam pandangan agama, perkawinan beda agama di anggap tidak sah dan apabila tetap di lakukan maka akan di anggap sebagai kumpul kebo atau zina.

 

  1. Catatan data perkawinan

Ketentuan mengenai pencatatan sebuah perkawinan telah di atur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 yang menyebutkan bahwa: Apabila perkawinan dilakukan oleh orang Islam maka pencatatan di lakukan oleh pegawai pencatat sebagaimana di maksud dalam UU No. 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk, yaitu Kantor Urusan Agama. Sedangkan, bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaanya di luar agama Islam, maka pencatatan di lakukan pada Kantor Catatan Sipil.

Perkawinan beda agama akan menghasilkan permasalah pertama di mana pada prakteknya, pencatatan perkawinan di lakukan oleh pegawai KUA untuk muslim dan kantor catatan sipil untuk non muslim. Jika perkawinan beda agama di lakukan maka perkawinan tersebut dapat di lakukan di KUA, atau di kantor capil (catatan sipil). Pasalnya tidak semua pegawai KUA dan kantor capil mau menerima dan mencatat perkawinan beda agama.

 

  1. Status anak

Perkawinan yang tidak di catatkan oleh lembaga hukum dapat mengakibatkan terjadinya status pada anak yang nantinya di lahirkan. Sebab dalam undang-undang No.1 Tahun 1974 pasal 42, menyebutkan bahwa “seorang anak yang sah adalaha anak yang di lahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”.

Dari sini dapat di lihat bahwa seorang anak yang di lahirkan dari perkawinan beda agama dapat di katakana bahwa status anak yang lahir dari pernikahan beda agama di anggap tidak sah. Dan anak tersebut hanya memiliki ikatan perdata denagn sang ibu saja.

 

  1. Hak waris

Dalam agama Islam ketika terjadi perbedaan keyakinan bergama antara sang anak dan orang tua maka sang anak tersebut tidak berhak untuk mendapat warisan dari orang tua, sekalipun anak tersebut merupakan seorang anak kandung. Sebab seorang yang berbeda agama tidak memilki hak untuk mendapat warisan sekalipun memilki hubungan darah. Sedangkan dalam surat putusan nomor. 0140/Pdt.p/PA.Sby, menyebutkan bahwa seorang anak yang berbeda agama dengan orang tuanya tetap memliki hak wasiat atau waris untuk mewarisi harta orang tua kandungnya sebesar1/3 dari harta orang tua kandungnya.

 

  1. Melangsungkan pernikahan di luar negeri

Di Indonesia sendiri, dengan negara yang mayoritas Bergama Islam masih banyak pegawai KUA dan pegawai kantor capil yang tidak mau mencatat data perkawinan tersebut karena bertentangan dengan syari’at. Sebenarnya ada beberapa kota yang memperbolehkan terjadinya perkawinan beda agama, namun tidak semua lembaga dan kantor terutama pegawai mau mencatat data perkwainan tersebut.

Pada akhirnya pasangan perkawinan beda agama memilih untuk melangsungkan pernikahan di luar negeri. Karena di luar negeri terutama negara barat memperbolehkan adanya pernikahan beda agama. Jika hal ini terjadi maka, membutuhkan waktu satu tahun lamanya bagi pasangan tersebut setelah melangsungkan pernikahan untuk mendaftarkan surat bukti perkawinan ke kantor lembaga perkawinan. Hal ini telah di jelaskan dalam pasal 56 ayat 2 Undang-Undang No.1 Tahun 1974. Sebagai catatan, pencatatan tersebut bukanlah sebagai kebsahan mengenai status pernikahan, namun hanya sebagai  pelaporan administrative.

 

  1. Status perceraian

Pasangan yang telah melangsungkan pernikahan berbeda agama, nantinya akan sulit jikalau suatu ketika ingin melangsungkan perceraian. Sebab lembaga perkawinan pada awalnya tidak mencatat dan memilki data atau surat perkawinan yang telah di langsungan. Pada akhirnya sang suami tidak dapat mentalaq sang istri, begitupun dengan sang istri yang tidak dapat menggugat cerai suami karena tidak adanya catatan surat perkawinan yang telah di lakukan oleh keduanya.

Islam telah melarang terjadinya perkawinan oleh pasangan yang memilki latar belakang agama yang berbeda. Hal ini telah di jelaskan dala Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 221 di atas bahwa Allah telah memrintahakan bagi kaum muslim untuk tidak menikahi wanita/laki-laki musyrik (non muslim) lain. Perkwainan di Indonesia sendiri hanya dapat di lakukan oleh pasangan yang memliki latar belakang keyakinan agama yang sama. Tentunya pelarangan perkawinan beda agama memilki tujuan yang baik dan menjaga kemaslahatan bagi manusia.

Salah satunya adalah menjaga manusia agar tidak mengalami resiko-resiko akibat perkawinan beda agama yang telah di jelaskan di atas. Perkawinan yeng terjadi dengan keyakinan agama yang berbeda dapat menimbulkan masalah dalam berumah tangga. Karena dimana ada pernikahan beda agama disitu pasti ada kepentingan, keyakinan, cara berfikir yang berbeda yang dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga. Sebaiknya nikahilah wanita/laki-laki yang memiliki keyakinan agama yang sama. Selain di perbolehkan dan dan di anjurkan oleh Allah, tentunya pernikahan tersebut akan mengurangi masalah dan konflik dalam rumah tangga, dan dapat menjaga status perkawinan serta status anak dan hak waris yang jelas.

Demikian pembahasan dari kawan mama mengenai dampak negative perkawinan beda agama. Sebagai mana yang telah kita tahu bahwa pernikahan adalah sebuah ikatan sakral yang bertujuan untuk membangun sebuah keluarga bahagia dan menghasilkan keturunan. sebaiknya persiapkan dengan matang jika ingin melangsungkan pernikahan.

Semoga tulisan ini dapat membantu dan bermanfaat. . .

 

 

 

 

Sumber :

  • Ibtimes
  • repository
Nikah Beda Agama Perspektif Hukum Islam

Nikah Beda Agama Perspektif Hukum Islam

Nikah Beda Agama Perspektif Hukum Islam

Pernikahan Beda Agama

 

Hallo Kawan Mama,

Pernikahan merupakan sebuah ikatan suci yang tercipta antar seorang laki-laki dengan seorang wanita yang akan menghasilkan hubungan rumah tangga. Setiap orang pasti mengharapkan dapat dirinya untuk melangsungkan pernikahan, Bahkan ada yang sampai lebih dari satu kali di dalam hidupnya. Di dalam agama Islam, pernikahan adalah sebuah ibadah yang di hukumi Sunnah. Artinya pernikahan merupakan sebuah perintah atau anjuran untuk di laksanakan bagi setiap muslim yang memiliki kemampuan.

 Tujuan dari menikah sendiri adalah menjalin sebuah hubungan rumah tangga dan kemudian untuk menghasilkan keturunan sebagai penerus keturunanya. Dalam Agama Islam, dengan memenuhi beberapa syarat dan rukun nikah maka seoarng laki-laki dan seorang wanita dapat melangsungkan sebuah pernikahan. Namun bagaimana bila pernikahan di lakukan oleh laki-laki dan wanita yang berbeda agama? Apakah boleh pernikahan seperti itu di lakukan? Bagaimana Islam menghukumi pernikahan terebut?

Pertanyaan pertanyaam seperti tidak jarang muncul dalam diri kita. Nah pada kesempatan kali ini, kawan mama akan mengulas sedikit banyak mengenai bagaimana pandangan Islam tentang pernikahan yang di lakukan oleh wanita dan laki-laki yang berbeda agama.

Pernikahan Beda Agama

Faktanya pernikahan berbeda agama telah banyak terjadi dan masih banyak pula yang melakukan. Islam melarang keras adanya pernikahan yang di lakukan oleh calon mempelai yang berbeda agama. Pernikahan akan di anggap sah apabila di alkukan oleh calon mempelai yang memilki keyakinan (agama) yang sama. Di Indonesia sendiri, pembahasan mengenai pernikahan sudah di cantumkan dalam kitab undang-undang. Seperti halnya pasal 2 undang-undang No.1 tahun 1974 yang menyebutkan bahwa suatu perkawinan akan di anggap sah apabila di lakukan menurut agama dan keyakinan masing-masing. Yang kemudian tercatat guna sebagai penjaga ketertiban dan kesucian dari esensi sebuah pernikahan.

Dalam siding Majlis Ulama Indonesia (MUI), menghasilkan sebuah kesepakatan berupa fatwa yang menyebutkan pernikahan yang di lakukan oleh calon mempelai yang berbeda agama haram untuk di lakukan. Dengan begitu, setiap pernikahan yang di lakukan oleh pasangan yang berbeda agama secara otomatis akan di anggap tidak sah. Apabila pernikahan tidak di izinkan dan tidak di sahkan namun tetap di lakukan, maka akan di anggap sebagai zina yang berarti dosa besar. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 221, yang artinya.

“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (Al-Baqarah : 221).

Dari ayat tersebut dapat di pahami bahwa, Allah memerintahkan setiap hamba-Nya untuk melakukan pernikahan oleh orang yang keyakinan dan agamanya sama. Wanita yang beriman lebih baik untuk di nikahi dari pada wanita yang tidak beriman sekalipun ia menarik hatimu. Karena bias saja ia yang menarik hatimu hanyalah ujian yang berupa godaan dari Allah yang pada akhirnya dapat menyesatkanmu. Pernikahan yang di lakukan oleh pasangan yang berbeda agama di yakini akan membuat perpecahan saja. Sebab apabila sebuah hubungan pernikahan di isi oleh keyakinan yang berbeda maka niscaya kelak hanya akan menghasilkan kehancuran belaka.

Sebagai catatan

Di dalam Al-Qur’an di sebutkan bahwa Allah memperbolehkan terjadinya pernikahan antar agama. Namun pernikahan tersebut mengandung beberapa syarat yang harus terpenuhi. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 5, yang artinya.

“Pada hari ini di halalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang di beri al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan di halalkan mangasyahwini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang di beri al-Kitab sebelum kamu.” (Q.S Al-Maidah : 5)

Dari ayat tersebut dapat di pahami bahwa Allah memperbolehkan seorang laki-laki muslim untuk menikahi wanita yang berbeda agama namun dengan catatan sang wanita tersebut haruslah seseorang yang ahli kitab. Sebaliknya bagi muslimah, seorang wanita muslimah tidak di perbolehkan menikahi laki-laki yang berbeda agama sekalipun ia seorang ahli kitab.

Dari ayat tersebut, muncul pertanyaan pertanyaan terkait wanita ahli kitab. Apakah pada zaman sekarang ini masih ada seorang wanita yang ahli kitab? Sedangkan kitab-kitab itu sendiri sudah mengalami perubahan-perubahan. Mayoritas dari para ulama berpendapat bahwa wanita ahli kitab zaman sekarang ini bukanlah wanita ahli kitab yang di maksud dalam Al-Qur’an dulu. Sebab ketika ayat tersebut turun pada zaman nabi dulu, Agama Islam masih mengalami awal pengenalan. Artinya masih sedikit dari bangsa arab yang memeluk agama islam dan masih memeluk agama sebelumnya. Pada zaman dulu seorang laki-laki muslim di perbolehkan untuk menikahi seorang wanita ahli kitab dengan tujuan dakwah dan mengajak wanita tersebut untuk memeluk agama Islam.

Di Indonesia sendiri hal ini telah di bahas dalam dalam pasal 40 huruf (c) KHI yang menyebutkan bahwa di larang melangsungkan perkawinan oleh seorang pria dengan seorang wanita yang tidak beragama islam. Dan juga pada Pasal 44 KHI menyebutkan, “Seorang wanita islam di larang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama islam.”

MUNAS No.5/Kep/MunasII/1980 tanggal 1 Juni 1980

Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa perikahan yang di lakukan oleh pasangan yang berbeda agama dan keyakinan hukumnya haram dan tidak bileh untuk di lakukan. Hal ini juga sudah di perjelas oleh keputusan musyawarah nasional ke-2 dari MUI No.5/Kep/munas II/1980 tanggal 1 juni 1980 tentang pernikahan campuran atau pernikahan beda agama, yang menyebutkan bahwa

    1. Seorang wanita muslimah haram untuk menikahi laki-laki yang bukan seorang muslim.
    2. Seorang laki-laki muslim haram untuk menikahi seorang wanita yang bukan seorang muslimah.

Hal ini juga meliputi tentang seorang laki-laki muslim yang menikahi seorang wanita non muslim meskipun ia seorang ahli kitab. Hal ini di sebabkan oleh banyaknya mudharat yang dapat terjadi dari pada maslahatnya. Karena bagaimanapun dalam pernikahan tersebut terdapat unsur perbedaan keyakinan, ideologi, kepentingan dan nilai yang dapat menyebabkan terjadinya perpecah belahan hubungan pernikahan.

Pada zaman sekarang ini pendefinisian mengenai pwanita ahli kitab ini perlu di spesifikasikan lagi. Sebab sebagaimana kita tahu, pada zaman dulu, wanita yang di maksud ahli kitab ialah wanita yang berasal dari bani israil. Sedangkan bagi wanita yang baru memluk agama tersebut tidaklah di anggap sebagai wanita ahli kitab. Pada zaman modern ini, apa mungkin masih ada wanita ahli kitab yang masih meyakini taurat dan injil dan mengamalkanya? Sedangkan kita tahu sendiri bahwa kitab-kitab tersebut telah mengalami adanya perubahan susunan da isi. Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan bahwa wanita ahli kitab dengan kriteria di atas masih ada.

Pernikhan beda agama juga dapat menyebabkan beberapa perkara permasalahan hokum yang sulit untuk di tangani, seperti.

    1. Status Keabsahan Pernikahan Yang Tidak Jelas

Dengan berlangsung perkawinan beda agama maka status perkawinan terseut menjadi tidak jelas. Mengingat Islam dan lembaga hokum tidak mengakui adanya status perkawinan tersebut. Apabila terjadi masalah yang tidak terselesaikan maka suami tidak bias mentalaq istri, sama halnya dengan istri yang tidak dapat menggugat cerai suami karena status perkawinan yang tidak di akui oleh lembaga hokum.

    1. Hak Waris Anak

Permasalahan alin muncul ketika telah memiliki anak. Status dari si anak menjadi tidak jelas karena orang tua yang berbeda agama. Anak tidak dapat memeluk kedua agama tersebut, yang pada akhirya harus memilih salah satu di antara kedua agama orangtuanya. Apabila anak memilih untuk menjadi non muslim, maka status warisnya menjadi hilang. Sebagaimana kita tahu bahwa tidak ada bagian waris bagi orang non muslim. Meskipun anak sedniri.

Allah mempertegas mengenai permasalahan nikah beda agama ini dalam Al-Qur’an surat Al-Mumtahanah ayat 10, yang artinya.

“mereka (wanita-wanita muslimah) tiada halal bagi mereka orang-orang non muslim itu, dan non muslim itu tiada hala pula bagi mereka”. (Q.S Al-Mumtahanah : 10)

Dari penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa pernikahan beda agama haram untuk di lakukan. Meskipun syarat dan rukun nikah telah terpenuhi sekalipun. Agama Islam melarang keras adanya pernikihan beda agama, begitu pula dengan lembaga hokum. Pelarangan terjadinya pernikahan beda agama bertujuan agar mengurangi mudzarat yang dapat di sebabkan oleh pernikahan beda agama. Di Indonesia sendiri banyak sekali terjafinya pernikahan beda agama, Hal ini di karenakan sangat beragamnya keyakinan beragama di indonesia. Dan harusnya ini menjadi perhatian khusus bagi lembaga hokum mengingat banyak perkawinan lintas agama yang telah terjadi.

Demikian pembahasan dari kawan mama mengenai pernikahan beda agama. Di Indonesia sendiri, pernikahan beda agama sudah di larang. Namun banyak sekali yang mencari celah untuk tetap melakukanya. Mulai dari melangsungkan pernikahan di luar negri, pindah agama hanya untuk menikah lalu kemudian pindah agama lagi. Yang pada akhirnya agama di jadikan mainan hanya untuk sebuah kepentingan. Naudzubillah min dzalik. . .

Semoga tulisan ini dapat membantu dan bermanfaat. . . amin.

 

 

 

Sumber :

  • yoursay.suara
  • muslim.okezone
  • kumparan
Jenis-Jenis Pernikahan Di Indonesia

Jenis-Jenis Pernikahan Di Indonesia

Jenis-Jenis Pernikahan Dan Perkawinan

Jenis Jenis Pernikahan

 

Hallo Kawan Mama,

Pernikahan ataupun perkawinan adalah sesuatu hal yang banyak dari kita mengharapkanya. Adanya perkawinan, legalitas hubungan antara wanita dan pria menjadi jelas dalam satu ikatan yang kemudian di sebut sebagai suami dan istri dan di akui oleh agama maupun lembaga pemerintahan. dengan Tujuan dari pernikahan tentunya ingin membangun sebuah keluarga dan menambah garis keturunan. Dengan adanya keturunan, maka warisan-warisan (entah berupa warisam adat, budaya atau warisan lainya) dari orang tua akan tetap berlanjut sampai kepada penerus-penerusnya.

Dengan banyaknya kultur yang berbeda di seluruh penjuru dunia, pernikahan menjadi sangat beragam cara untuk melakukanya. Dalam UU No 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa, “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa”.

Nah, pada kesempatan kali ini kawan mama akan mebahas mengenai jenis-jenis perkawinan. Banyak seali definisi mengenai perkawinan, umumnya sebagian dari kita hanya mengetahui bahwa perkawinan adalah bentuk sebuah ikatan antara suami dan istri. Meski benar demikian namun ternyata ada jenis-jenis perkawinan yang telah berlangsung dengan kriteria yang berbeda-beda.

Jenis-jenis perkawinan/pernikahan

  1. Perkawinan menurut jumlah istri/suami

a. Monogami

Pengertian monogami adalah perkawinan yang di lakukan oleh suami yang tidak menikah lagi dan juga sang istri yang tidak menikah lagi. Jadi dapat di pahami, bahwa monogami adalah sebuah perkawinan yang di lakukan oleh suami dan istri tanpa adanya ikatan pernikahan lain selain ikatan mereka berdua.

b. Poligami

Istilah poligami merupakan keadaan di mana seorang pria menikahi lebih dari wanita, atau seorang wanita menikahi lebih dari satu istri. Istilah poligami ini di bagi menJadi dua, yaitu poligini dan poliandri.

    • Poligini adalah ketika satu orang duami menikahi wanita lebih dari satu. Poligini di sebut juga poligini di sebut juga dengan poligini sororat apabila istri-istri yang di nikahi tersebut merupakan saudara kandung.
    • Poliandri adalah ketika satu wanita menikahi lebih dari satu suami. Poliandri di sebut juga dengan poliandri fraternal apabila suami-suami yang di nikahi merupakan saudara sekandung.
  1. Perkawinan menurut asal suami/istri

a. Endogami

Endogami adalah sebuah perkawinan yang terjadi dan di lakukan antara klan, suku, etnis, kekerabatan dan lingkungan yang sama. Dengan kata lain, endogami merupakan perkawinan yang di lakukan oleh pria dan wanita yang memiliki latar belakang yang sama.

b. Eksogami

Eksogami adalah sebuah perawianan yang di lakukan antara suami dan istri yang mempunyai latar belakang sebagai entis, klan, suku kekerabatan dan lingkungan yang berbeda. Perkawinan eksogami di bagi menjadi 2, yaitu connobium asymetis dan connobium symetris.

    • Eksogami connobium asymetris adalah perkawinan yang terjadi apabila dua atau lebih lingkkungan bertindak sebagai pemberi dan penerima seperti halnya perkawinan yang di lakukan oleh suku ambon dan batak.
    • Eksogami connobium symetris adalah perkawinan yang terjadi apabila ada dua atau lebih lingkungan melakukan pertukaran jodoh bagi para pemuda.

Dalam itilah dan strata sosial. Itilah Eksogami juga di bagi menjadi dua, yaitu eksogami heterogami dan eksogami homogami.

    • Eksogami heterohami adalah sebuah perkawinan yang di lakukan oleh suami dan istri antar kelas atau berbeda golongan secara setrata sosial, misalnya perkawinan yang di lakukan oleh anak bangsawan dengan anak petani.
    • Eksogami homogami adalah sebuah perkawinan yang di lakukan oleh kelas atau golongan yang sama secara strata sosisal, misalnya perkawinan yang di lakukan oleh anak saudagar dengan anak saudagar, atau anak pedagang dengan anak pedagang.
  1. Bentuk perkawinan menurut hubungan kekerabatan persepupuan

Perkawinan jenis ini di bagi menjadi 3 macam, yaitu cross cousin, parallel cousin dan Eleutherogami.

a. Cross cousin

adalah sebuah perkawinan yang di laukan oleh anakdengan anak dari kakak beradik yang berbeda jenis kelamin

b. Parallel cousin

adalah sebuah perkawinan yang di lakukan oleh anak dengan anak dari kakak beradik yang memiliki jenis kelamin yang berbeda.

c. Eleutherogami

adalah sebuah perkawinan yang di lakukan oleh seseorang yang bebas daam melilih pasanganya. Ia dapat memilih pasangan dengan etnis atau klan yang sama, atau dengan etnis/klan yang berbeda. Misalnya seseorang dari suku batak bebas memilih pasanganya baik sesama suku batak atau dengan pasangan dengan suku yang berbeda. Sebagai catatan, eleutherogami tidak di perbolehkan jika masih memiliki hubungan nasab, misalnya menikahi ibu, nenek saudara sekandung dan anak. Seseorang yang juga tidak boleh di luar nasab ialah ibu tiri, mertua, menantu dan anak tiri.

Pada dasarnya perkawinan adalah sebuah metode atau jalan yang di tempuh sesorang untuk membangun keluarga bahagia dan menghasilkan keturunan sebagai penerus dirinya. Dalam pandangan adat pernikahan di lakukan dengan yang lahir dari perkawinan tersebut dapat mewarisi dan menjaga adat dan budaya yang telah di wariskan turun temurun dari nenek moyang dari generasi ke generasi. Dalam zaman dengan peradaban yang modern ini perkawinan dengan latar bekang sudah mulai di tinggalkan, seorang pemuda biasanya akan lebih memilih calon pasangan mereka sendiri. Namun tidak jarang juga yang masih memegang teguh adat dan tradisi-tradisi lama sebagai penerus warisan nenek moyang.

Demikian pembahasan dari Kawan Mama mengenai jenis-jenis perkawinan hususnya yang berlaku di Indonesia. Ternyata banyak sekali jenis-jenis dan istilah pernikahan yang di lakukan. Sebaik-baiknya pernikahan adalah pernikahan yang di lakukan dengan tuntunan agama dan mengharap ridho Allah agar di beri keluarga berkah bahagia dan di beri keturunan yang cerdas dan sholih sholihah.

 

 

 

 

Sumber :

Organisasi

Insertpoin

Hukum Menikahi Wanita Hamil

Hukum Menikahi Wanita Hamil

Hukum Menikahi Wanita Hamil

Minuman Ibu Hamil

 

Hallo Kawan Mama,

Sebuah kabar kehamilan dari seoarng wanita umumnya menjadi kabar bahagia yang sangat di tunggu-tunggu. Namun bagaimana jika wanita hamil kemudian ia baru melangsungan pernikahan?

Dalam Agama Islam, pernnikahan merupakan sebuah ibadah sunnah yang di perintah oleh Allah dan rasul-Nya. Pernikahan merupakan momen bahagia dan sakral di mana seorang pria  meminang wanita untuk di jadikanya istri kemudian membentuk sebuah rumah tangga. Bagaimana ketika pernikahan di lakukan ketika sang wanita tengah hamil?

Sebab kemungkinan terjadinya sebuah pernikahan oleh wanita hamil ada dua. Yang pertama adalah wanita hamil dengan suami kemudian di tinggal cerai atau mati oleh suami kemudian ia menikah lagi. Yang kedua adalah di mana wanita yang hamil di sebabkan karena wanita tersebut melakukan zina di luar pernikahan. Di zaman yang milenial ini di mana media dapat mudah di akes oleh siapapun yeng berdampak pada pergaulan ynag semakin bebas, khususnya bagi anak muda.

Menyikapi kasus tersebut, banyak ulama yang berpendapat berbeda tentang hal ini. Ada yang memperbolehkan, dan ada pula yang melarang terjadinya pernikahan seperti ini. Aini Aryani, Lc dalam bukunya “Halal-Haram Menikahi Wanita Berzina dan Hamil” menyampaikan beberapa pendapat imam mazhab mengenai halal haramnya wanita hamil di nikahi selain ‘ayah’ dari bayi dalam kandungan.

 

Halal Di Nikahi

    1. Madzhab Asy-Syafi’iyah berpendapat bahwa pernikahan tersebut akan halal di lakukan, baik di lakukan oleh pria yang menjadi ayah dari janin ataupun pria lain yang bukan ayah asli si janin dalam kandungan tersebut. Selama syarat dan rukun nikah terpenuhi maka pernikahan tersebut boleh di lakukan. Ia juga berpendapat bahwa wanita hamil tidak memiliki masa iddah.
    2. Madzhab Hanafiah berpendapat hampir sama dengan madzhab Syafi’i, namun apabila yang menikahinya bukanlah ayah asli dari si janin maka ia tidak di perbolehkan menggauli istrinya sampai sang istri melahirkan.

Sebagai catatan, meskipun kedua mazhab tersebut memperbolehkan akad nikah dalam kondisi wanita hamil, namun di perbolehkannya pernikahan tersebut hanya sampai pada akad nikah saja. Sedangkan hubungan seksual suami istri di lakukan sebelum pernikahan yang mengakibatkan wanita tersebut hamil adalah haram dan dosa besar. Dan hal ini hanya berlaku pada perempuan hamil akibat melakukan perbuatan zina.

 

Haram Di Nikahi

    1. Madzhab Malikiyah melarang terjadinya pernikahan oleh wanita hamil. Ia berpendapat bahwa menikahi wanita yang dalam keadaan hamil akibat berzina dengan pria lain hukumnya haram. Dan hukum haram tersebut berlaku mutlak kepada pria yang menghamilinya ataupun kepada pria lain.
    2. Madzhab Ahmad Bin Hanbal (Imam Hanbal), Imam hanbal berpendapat hampir sama dengan madzhab maliki namun Ia menyertakan syarat di mana wanita tersebut haruslah bertaubat sebelum melangsungkan pernikahan. Apabila pernikahan di lakukan sebelum si wanita bertaubat maka hukumnya haram. Pernikahan yang di lakukan ketika wanita sedang dalam kehamilan haram di lakukan, kecuali bila wanita tersebut sudah habis masa iddahnya. Masa iddah perempuan hamil adalah sampai melahirkan.

Hal ini tidak serta merta di haramkan begitu saja, dasar di haramankannya adalah dalil-dalil berikut ini. Rasulullah SAW pernah bersabda dalam hadits yang di riwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Hakim:

“Janganlah di setubuhi (di kawini) seorang wanita hamil (karena zina) hingga melahirkan.”

Sementara dasar hadist lain, yang di riwayatkan oleh Said bin  Al-Musayyab bahwa seseorang telah menikah dengan seorang wanita,  namun baru ketahuan wanita itu dalam  keadaan hamil. Maka kasus itu di angkat ke hadapan Rasulullah SAW dan beliau memisahkan antara keduanya.” (HR  Said  bin Manshur)

Dari Aisyah ra berkata, Rasulullah SAW pernah di tanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda: “Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal”. (HR Tabarany dan Daruquthuny).

Pernikahan yang di lakukan dalam kondisi hamil haram di laukan karena akan berdampak pada status dari bayi yang nantinya akan lahir. Status dan nasab dari bayi tersebut akan menjadi tidak jelas.

 

Pernikahan Wanita Hamil Dalam Pandangan Hukum

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dengan instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991, yang pelaksanaannya di atur sesuai dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 154 Tahun 1991 telah di sebutkan sebagai berikut :

    1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat di kawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya.
    2. Perkawinan dengan wanita hamil yang di sebut pada ayat (1) dapat di langsungkan tanpa menunggu lebih duhulu kelahiran anaknya.
    3. Dengan di langsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak di perlukan perkawinan ulang setelah anak yang di kandung lahir.

Dari beberapa penjelasan di atas, maka kesimpulannya adalah jika seorang pria menikahi wanita yang tengah hamil anak dari orang lain, maka hukumnya haram (menurut Imam Malik dan Imam Ahmad bin hanbal). Bila wanita hamil tersebut di nikahi oleh pria yang menghamilinya di luar nikah, maka hukumnya di perbolehkan menikah. Sedangkan jika merujuk pada Kompilasi Hukum Islam (KHI), seorang wanita hamil di luar nikah, dapat di kawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya tanpa menunggu kelahiran sanng bayi (KHI pasal 53). Beberapa riwayat juga mengatakan anak dari hasil zina kelak ketika menikah, ayah tersebut tidak dapat menjadi wali nikah anak tersebut.

Demikian pemabahasan dari kawan mama terkait dengan pernikahan yang di lakukan oleh wanita hamil. Sebaiknya pikirkan dan persiapkan diri dengan matang bila inin melangsungkan pernikahan. Pernikahan akibat zina dapat mengakibatkan status ketidak jelasan nasab si anak.

Semoga dapat di pahami dan bermanfaat. . .

 

 

 

 

Sumber :

  • Sumsel.kemenag
  • Republika
  • hukumonline
Pernikahan Yang Haram Di Lakukan

Pernikahan Yang Haram Di Lakukan

 Jenis-Jenis Pernikahan Yang Haram Di Lakukan

Pernikahan Yang Dilarang Islam

 

Hallo Kawan Mama,

Pernikahan merupakan salah satu ibadah sunnah yang telah di anjurkan oleh Rasulullah SAW. Dengan melaksanakan pernikahan, suami dan istri akan mulai menjalin hidup baru untuk membangun hubungan rumah tangga yang sakinah, mawadah, warohmah. Tujuan dari berlangsungnya pernikahan juga untuk mendapatkan anak atau keturunan sebagai penerus keluarga.  Allah sendiri telah menjelaskan perkara nikah dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 32, yang berbunyi:

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S An-Nur : 32)

Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam kitabnya yang mengulas tentang Fiqih Wanita. Mengatakan bahwa, meski menikah adalah bagian dari syariat, namun Allah dan Rasulnya melarang tejadinya pernikahan dalam lima kondisi. Di antaranya nikah syighar, nikah mut’ah, nikah dengan wanita belum selesai iddah, nikah muhallil dan nikah dengan yang menjalankan ihram. Berikut akan Kawan Mama paparkan tentang pernikahan yang haram di lakukan menurut Agama Isalm. Sebagi berikut,

Pernikahan Yang Haram Di Lakukan Dalam Islam

  1. Nikah Syighar

Pengertian Nikah Syighar

suatu pernikahan akan di anggap sebagai nikah syighar apabila seorang pria berkata kepada pria lain, “Pernikahankanlah aku dengan puterimu, maka aku akan pernikahankan puteriku dengan pribadimu”. Atau ia berkata, “Pernikahankanlah aku dengan saudara perempuanmu, maka aku akan pernikahankan saudara perempuanku dengan pribadimu”.

Secara bahasa, nikah syighar berasal dari kata Assyighor yang berarti mengangkat. Nikah syighar ini menjadi haram karena tidak adanya kesesuaian dengan tujuan menikah seperti yang telah Allah firmankan dalam Al-Qur’an surat Ar Rum ayat 21 yang berbunyi,

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan di jadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Menurut Syekh Kamil, nikah Syighar adalah seseorang yang menikahkan anak gadisnya dengan syarat bahwa orang yang akan menikahi anaknya harus menikahkan putri yang ia miliki dengannya. Baik dengan adanya mas kawin atau tidak dengan mas kawin sama sekali. “Semuanya itu tidak di benarkan menurut syariat Islam,” katanya.

Pendapat Ulama

Syekh Kamil berpendapat bahwa, tidak ada kewajiban nafkah, warisan dan juga mas kawin dan tidak akan berlaku padanya (orang yang melakukan nikah syighar) segala bentuk hukum yang telah berlaku pada kehidupan pernikahan pada umumnya.

Beliau menambahkan, jika orang tersebut tahu adanya larangan nikah syighar namun tetap melakukannya, maka berlaku baginya “had” (hukuman secara penuh). Dan anak hasil dari pernikahan tersebut tidak dapat di serahkan kepadanya.

Namun, bila orang tersebut tidak tahu adanya larangan tersebut, maka tidak ada baginya dan anak hasil pernikahan tetap berada di pihaknya. Begitu pula dengan wanita yang di nikahi, bila ia tahu larangan tersebut maka ia harus mendapatkan hukuman dalam kurung. Dan jika ia tidak tahui maka baginya tidak ada hukuman, Rasulullah SAW bersabda.

“Nikah syighar itu adalah seorang laki-laki mengatakan kepada laki-laki lain: nikahkan aku dengan putraimu maka aku akan menikahkan kamu dengan putriku. Atau nikahkan aku dengan saudara perempuanmu maka aku akan menikahkan kamu dengan saudara perempuanku.”  (HR  Muslim).

Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Imam Malik berpendapat bahwa, nikah syighar tidak di perbolehkan oleh syariat Islam. Artinya, pernikahan tidak akan sah baik sudah berhubungan badan atauun belum. Jika seseorang mengatakan “Aku nikahkan engkau dengan putriku, namun kamu harus menikahkan aku dengan putrimu, dengan mas kawin 100 Dinar. Maka tidak ada sama sekali kebaikan dari itu.”

Menurut Ibnu qasim, nikah syighar tetap sah bila telah berhubungan badan. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa, nikah syighar akan batal jika mahar tidak di sebutkan di dalamnya. Bila mahar di sebutkan, baik itu dari kedua belah pihak maupun salah satu pihak, maka di tetapkan sebagai pernikahan bersama dan mahar yang di sebutkan tadi menjadi batal.

Untuk itu bagi masing-masing dari keduanya harus membayar mahar dalam jumlah yang sama jika meninggal dunia atau berhubungan badan dengannya atau setengah dari mahar jika menceraikannya sebelum berhubungan badan.” kata Imam Syafi’i.

  1. Nikah Mut’ah

Menurut Ibnu Hazm nikah Mut’ah adalah nikah yang di lakukan dengan batas waktu tertentu yang telah di larang dalam Islam. Pada masa Rasulullah nika mut’ah pernah di perbolehkan namun Allah telah menghapus dan melarangnya melalui lisan Rasul. Dari Ali bin Abi Thalib RA berkata,

Rasulullah SAW melarang nikah Mut’ah dan juga daging keledai peliharaan pada masa perang khabir.

Dari Ibnu Abbas r.a,

“nikah mut’ah ada pada saat awal masa Islam. Ada seorang yang mendatangi suatu negeri yang asing baginya. Kemudian ia menikah dengan seorang wanita dari negeri tersebut dengan perkiraan bahwa ia akan tinggal dan hidup di sana dengan wanita yang ia nikahi yang bisa menjaga serta mengatur barang-barang dagangannya. “

Sehingga turunlah firman Allah yang artinya

“kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, Ibnu Abbas melanjutkan, semua kemaluan selain dua kemaluan tersebut, maka hukumnya adalah haram.” (HR Ath-Thabrani).

  1. Nikah Muhallil

Nikah Muhallil adalah Ketika ada wanita Muslim yang telah di talak tiga kali oleh suaminya dan haram bagi si lelaki untuk rujuk lagi denganya. Hal ini berdasarkan pada firman Allah surat Al-Baqarah ayat 230,

“Jika suami telah menthalaknya (sesudah di jatuhkan talak yang kedua), maka perempuan itu tidaklah lagi halal baginya, hingga ia menikahi laki-laki lain.” (Q.S Al-Baqarah : 230)

Syekh Kamil menegaskan bahwa apabila sang suami menyuruh orang lain untuk menikahi istri yang sudah di thalak tiga kali, dengan maksud suami pertama dapat menikahi wanita itu kembali, maka pernikahan seperti ini sama sekali tidak di benarkan. Hal ini di dasarkan pada riwayat Ibnu Mas’ud: Rasulullah melaknat muhallil dan muhallal lahu (HR. Abu Dawud Ibnu Majah dan Tirmidzi)

  1. Menikahi Wanita Yang Sedang Haid

Istri yang sudah tidak memiliki suami, baik karena cerai atau karena di tinggal suami akan memilki masa iddah. Syekh Kamil berpendapat bahwa, bila menikahi wanita sebelum masa iddahnya selesai, maka nikahnya akan di anggap batal. Baik telah berhubungan badan maupun belum atau telah berlangsung lama maupun sebentar.

Selain itu, tidak ada warisan antara keduanya dan tidak ada kewajiban memberikan nafkah serta mahar bagi wanita tersebut dari si pria.

“Jika salah satu dari keduanya telah mengetahui akan adanya larangan nikah tersebut, maka di berlakukan kepadanya had atau hukuman atas orang yang berzina, yaitu rajam,” katanya.

  1. Nikahnya Orang Ihram

Apabila seseorang melangsungkan pernikahan ketika sedang menunaikan ibadah Haji ataupun umrah kemudian melakukan tahallul, maka pernikahan di anggap batal. Bila ingin melangsungkan pernikahan maka hendaklah ia melakukannya setelah haji atau umroh di selesaikan.  Rasulullah SAW bersabda,

“Seorang yang sedang berihram tidak boleh menikah dan tidak boleh di nikahkan dan tidak boleh meminang. “ (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi).

Dari penjelasan hadis tersebut maka dapat di simpulkan bahwa apabila pernikahan di lakukan ketika masih dalam keadaan ihram, atau ibadah haji maupun umroh belum selesai maka pernikahan di anggap batal atau tidak sah, dan pernikahan jenis ini di larang dalam Agama Islam.

Demikian ulasan oleh Kawan Mama terkait nikah yang haram untuk di lakukan. Dalam Agama Islam, terdapat beberapa aturan tentang pernikahan, seperti adanya rukun dan syarat melakukan pernikahan. Agama Islam tentu mengatur rinci setiap aspek kehidupan manusia di segala lini, tak terkecuali tentang pernikahan. Jika ingin melakukan pernikahan hendaklah cari tahu dulu apa saja yang di bolehkan dan di larang oleh Islam, agar pernikahan  mendapat ridho dari Allah SWT.

Semoga tulisan ini dapat membantu dan bermanfaat. . .

 

 

 

 

Sumber

  • Republika
  • Ayobandung
Nikah Siri Menurut Hukum Dan Agama Islam

Nikah Siri Menurut Hukum Dan Agama Islam

Nikah Siri Menurut Hukum Dan Agama Islam

Nikah Sirri

 

Hallo kawan mama,

Pada dasarnya, Allah telah menciptakan mahlukn-Nya dengan berpasang-pasangan, manusia dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan , hewan jantan dan betina, siang serta malam dan lain sebagainya. Seseorang manusia akan hidup berpasangan-pasangan dan menjadi suami istri kemudian membangun sebuah rumah tangga yang mereka inginkan. Namun untuk mendapatkan itu semua, haruslah melewati sebuah ikatan dan pertalian berupa di laukukanya akad nikah atau ijab Kabul dalam acara perkawinan.

Dalam hukum islam tujuan perkawinan adalah menjalankan perintah allah SWT agar memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dan membentuk keluarga yang bahagia. Namun banyaknya kasus berupa temuan terjadinya perkawinan siri di berbagai media, seperti pada media cetak, media televisi, maupun tayangan-tayangan lain yang banyak membahas maraknya perkawinan siri.

Sebenarnya apa sih nikah siri itu? bagaiaman sih hukum dari nikh siri?. Pasti tidak sediit dari kamu yang berfikiran seperti pertanyaan tersebut. Kenapa banyak sekali yang melakukanya, bahakan mulai dari tokoh politik, artis maupun orang biasa. Tenang, berikut ini akan kawan mama bahas seputar penegertian dari nikah siri.

Pengertian nikah siri

Siri secara bahasa berasal dari bahasa Arab, yang berarti rahasia. Imam Maliki berpendapat bahwa nikah siri adalah nikah yang di lakukan bedasarkan kemauan dari suami, dengan para saksi pernikahan yang harus merahasiakannya dari siapapun, tak terkecuali keluarganya. Dalam sudut pandang Madzhab Maliki, tidak di bolehkan praktek nikah siri tersebut di lakukan. Jika pasangan tersebut telah melakukan hubungan badan serta di akui oleh empat saksi maka pasangan tersebuta dapat di kenai hukuman berupa cambuk atau rajam. Madzhab Syafi’i dan Hanafi juga tidak memperbolehkan pernikahan siri terjadi.

Sedangkan dalam pandangan Madzhab Hambali nikah siri boleh di lakukan apabila nikah di langsungkan dengan ketentuan syari’at Islam yang telah di penuhi walaupun pernikahan di rahasiakan oleh pasangan, wali dan saksinya. Hanya saja ikah siri ini akan di hukumni makruh. Dalam sejarah Khulafaurrasyidin, Umar bin Khatthab sebagai khalifah waktu itu pernah mengancam orang yang menikah sirri dengan di hukum had atau dera.

Secara garis besar, nikah siri adalah pernikahan yang di lakukan secara adat atau secara syari’at dan di lakukan secara sembunyi-sembunyi dan tidak di publikasikan. Bahkan pada keluarga yang bersangkutan dan tidak di laporkan pada Kantor Urusan Agama (KUA) atau kantor catatan sipil (capil). Nikah sirih menjadi polemik akibat dari pernikahan yang tidak di laporan pada KUA yang dapat merugikan pihak wanita. Apa bila terjadi masalah atau perceraian dalam rumah tangga tersebut, maka KUA tidak dapat meninda lanjuti perkara terseut karena pernikahan tersebut tidak terdaftar dalam catatan KUA.

Syarat Nikah siri

Perbikahan yang di lakukan secara siri umumnya di lakukan oleh seseorang yang beragama Islam. Sedangkan dalam Islam, syarat sahnya pernikahan adlah terpenuhi 5 rukun nikah. Rukun ini berupa adanya calon suami, calon istri, wali dari pihak perempuan, 2 orang saksi laki-laki, serta ijab dan kabul. Dengan demikian, rukun nikah menjadi salah satu hal yang harus di penuhi sebelum nikah di laksanakan.

Syarat sah nikah siri

    1. Beragama islam
    2. Memiliki jenis kelamin jelas (bukas transgender)
    3. Tidak ada unsur paksaan, mendapat izin dari wali yang sah
    4. Belum memiliki 4 orang istri, dan si perempuan bukan istri dari orang lain serta tidak dalam masa iddah
    5. Bukan mahramnya (tidak ada hubungan darah)
    6. Tidak melaksanakan nikah pada saat sedang ihram (haji)

Hukum nikah siri

Apabila rukun dan syarat pernikahan siri tersebut telah terpenuhi, maka akad nikah dapat di laksanakan. Dan pernikahan tersebut di anggap sah secara syari’at Islam. Meski begitu, di mata hukum pernikahan di anggap tidak sah karena pernikahan tersebut tidak tercatat oleh KUA. Hukum negara hanya akan menganggap sah sebuah pernikahan apabila data pernikahan tersebut tercatat oleh KUA.

Hukum tentang pernikahan telah di atur dalam UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang menjelaskan bahwa setiap perkawinan yang terjadi harus masuk dalam catatan menurut peraturan perundang-undangan yang telah berlaku. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 juga menjelaskan bahwa setiap pernikahan yang telah di lakukan harus di awasi oleh pegawai pencatat pernikahan. Dengan begitu, nikah yang di lakukan secara siri di anggap tidakak sah secara hukum, karena akta nikah dan surat resmi tentang legalitas pernikahan tersebut tidak ada.

Sedangkan dalam pandangan hukum, Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Yuniyati Chufaiza berpendapat bahwa, wanita akan mendapat kerugian dari  pernikahan siri. Pertama, wanita akan kehilangan hak perlindungan sebagai istri karena status pernikahannya yang tidak tercatat secara sah oleh hukum. Akibatnya, rentan terjadi kekerasan kepada wanita dalam hubungan rumah tangga. Selain itu, wanita sebagai istri juga rentan di tinggal suami tanpa mendapat tunjangan.

Ia juga menambahi, rata-rata pernikahan siri di lakukan karena ingin berpoligami dengan wanita yang masih muda. ”Pernikahan siri adalah jalan masuk ke pernikahan dini. Karena pernikahan dini, membuat anak akan kehilangan hak-haknya. Dampak negatifnya ialah meningkatnya angka kematian seornag ibu. Hampir setengah dari ibu yang meninggal ketika melahirkan ialah perempuan-perempuan berusia remaja yang menikah dalam usia dini,” tutur Yuniyati.

Komisioner Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KKPAI), Susanto, mengatakan bahwa, anak-anak yang lahir dari pernikahan siri rentan di tinggal oleh orang tua mereka, terutama sang ayah. Anak juga tidak memiliki akta kelahiran. Akibatnya, anak akan kesulitan mendaftar sekolah karena untuk masuk sekolah di perlukan akta kelahiran. ”Anak juga bisa untuk tidak mendapat hak-hak pengasuhan dari sang ayah karena tidak adanya bukti yang mengaitkan mereka sebagai darah daging,” ucapnya.

Akibat Nikah Siri

Nikah siri dapat mengakibatkan beberapa hal yang tidak di inginkan. Berikut adalah kerugian yang mungkin di dapat dari pernikahan siri yang tidak tercatat dalam lembaga pencatatan sipil

    1. Tidak adanya ikatan hukum yang sah antara suami dan istri sehingga apabila terjadi penipuan, kekerasan dan resiko lain dapat mengakibatkan kerugian baik secara materi maupun non-materi
    2. Istri dengan status nikah siri tidak dapat menggugat cerai suami, karena hak untuk melakukan talak ada pada suami. Tanpa ada catatan hukum maka istri tidak dapat menuntut cerai. Terlebih jika suami durhaka terhadap istri, tidak mau menceraikan dan hanya menzaliminya. Akan sangat di sayangkan jika hak ini terjadi pada istri yang memiliki ciri-ciri istri shalehah
    3. Anak yang di lahirkan dari pernikahan siri tidak akan memiliki kejelasan karena tidak tercatat dalam lembaga pencatatan sipil. Hal ini dapat membuat istri dan anak mengalami kerugian. Terutama terkait tanggung jawab dari suami jika suatu hari suami pergi atau mentalak istri atau bahkan jika suami meninggal dunia. Maka anak tidak berhak mendapatkan hak waris dari sang ayah secara hukum.

 

Demikian tadi pembahasan kawan mama mengenai pengertian nikah siri menurut pandangan agama Islam dan nikah siri secara hukum negara. Ada baiknya pernikahan di laksanakan secara aturan agama maupun aturan negara agar tidak menimbulkan masalah-masalah dalam rumah tangga dan masalah lainya.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

 

 

Sumber

  • Dalamislam
  • Popbela
Hukum Talak Dalam Islam

Hukum Talak Dalam Islam

Pengertian, Hukum Dan Lafadz Talak

Perceraian Dalam Islam

 

Hallo kawan mama,

Agama islam memperbolehkan terjadinya perceraian sebagai pilihan terakhir apabila pernikahan tidak memungkinkan lagi untuk di lanjutkan. Tentunya banyak fator tertentu yang perlu di perhatikan dan di pastikan dalam mengambil keputasn cerai. seperti kedua belah pihak yang harus di perlakukan dengan hormat dan adil tanpa adanya salah satu pihak yang di rugikan.

Di dalam Agama Islam, sebuah pernikahan harus di isi dengan kasih sayang, cinta antara suami dan istri. Karena pernikahan merupakan sebuah ibadah yang tentunya berkah bila di niatkan sebagai ibadah. Setiap dari suami dan istri mempunyai hak dan tanggung jawab yang harus di penuhi dengan ikhlas dan penuh kasih untuk berlangsungnya sebuah keluarga yang harmonis dan langgeng.

Sayangnya, tidak jarang dari hubungan suami istri yang berakhir dengan perceraian. Istilah cerai dalam Agama Islam di sebut juga dengan Talak. Berikut ini kawan mama sajikan penegertian Talak, hukum Talak, dan lafadz Talak.

Pengertian Talak

Mengutip dari New Age Islam, Talak berarti cerai dan Tafwid atau Tafweez berarti mendelegasikan atau melimpahkan. Dalam Agama Islam, suami dapat mendelegasikan hak cerai kepada sang istri atau pada orang ketiga.

Cerai yang di delegasikan ini di kenal sebagai istilah “Talaq e-Tafweez” yang di eja “Talaq i-Tafwid. Pendelegasian ini dapat di lakukan ketika saat menikah terdapat perjanjian pranikah, dengan atau tanpa syarat.

Sedangkan Takrif Talak secara Bahasa adalah “melepaskan ikatan”. Artinya melepaskan ikatan pernikahan. Tujuan dari di lakukanya pernikahan dalam islam menurut Fiqh Islam oleh H. Sulaiman Rasjid adalah untuk hidup dalam pergaulan yang sempurna, jalan mulia untuk mengatur rumah tangga dan keturunan serta sebagai tali persaudaraan yang menjadi jalan yang membawa satu kaum untuk saling tolong-menolong.

Apabila sebuah hubungan pernikahan yang telah di lakukan tidak dapat mencapai dan memenuhi tujuan yang telah di sebutkan, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadinya perceraian. Ketika dari pernikahan yang berlangsunng hanya mengahasilkan perselisihan, permusuhan dan permasalahan lain yang tak kunjung selesai. Maka Allah membukakan jalan perdamaian denga cara Talak atau cerai.

Hukum talak

Surat Cerai

Agama Islam adalah Agama yang memperhaitikan masalah-masalah yang terjadi padapemeluknya. Dalam hal ini, Islam juga mengatur tentang hukum dari sebuah peceraian. Dalam agama Islam, perceraian dapat di hukumi dengan beberapa keputusan. Hal ini di dasari oleh faktor-fator sepert, proses mediasi dan lain sebagainya yang menjadikan perceraian dapat di hukumi dengan wajib, sunnah, makruh, mubah, atau bahkan haram. Berikut ini adalah hukum perceraian dalam Islam:

    1. Wajib

Perceraian dapat di hukumi wajib ketika ada sebuah permasalahan terjadi antara suami dan istri yang tidak menemukan jalan damai. Umumnya ketika ada permasalahan dalam hubungan rumah tangga yang sudah berkelanjutan. Maka akan di hadirkan wakil atau wali dari keduanya sebegai penengah dan mencari jalan keluar. Namun jika dengan hal tersebut tidak kunjung juga menemukan solusi damai maka permasalahan ini dapat di bawa keranah pengadilan. Apabila cerai menjadi satu-satunya jalan damai, maka hukum dari cerai adalah wajib.

    1. Sunnah

Perceraian dapat di hukumi sunnah apabila terjadi kondisi tertentu yang dapat menyebabkan terjadinya kemumgkinan perceraian. Seperti halnya ketika sang suami tidak mampu menafkahi istrinya. Atau sang istri yang tidak mampu menjaga martabatnya sebagai seorag istri dan suami yang tidak mampu lagi membimbing sang istri.

    1. Makruh

Ketika istri adalah seorang wanita yang baik memilki ahlak yang mulia, mampu menjaga martabatnya dengan baik maka akan makruh hukumnya apabila mencaraikan istri. Jika hubungan suami isri masih dapat terselamatkan, maka makruh hukmunya melakukan perceraian

    1. Mubah

Beberapa faktor tertentu dapat menyebabkan perceraian di hukumi mubah. Misalnya. Misalnya ketika sang suami sudah tidak lagi memiliki keinginan nafsu pada sang istri atau ketika istri belum haid ataupun ketika haidnya berakhir.

    1. Haram

Percerian dapat pula di hukumi haram, hal inidapat terjadi bila suami menceraikan sang istri ketika istri tengah haid ataupun nifas. Cerai akan menjadi haram juga ketia istri sedang suci dan telah di jimak oleh suami.

Rukun cerai

Dalam Agama Islam, ketika hendak melakukan perceraian maka ada aturan yang harus di lakukan. Aturan berikut telah berupa rukun cerai.

    1. Rukun perceraian oleh suami

Sebuah perceraian akan di nyatakan sah apabila suami berada dalam kondisi baligh, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan atau dengan kemaunya sendiri. Apabila terdapat unsur paksaan dari piha manapun maka perceraian di nyataan Tidak sah

    1. Rukun perceraian untu wanita

Sebuah perceraian akan di nyatakan sah apabila pernikahanya dengan suami telah di anggap sah dan sang istri belum mendapatkan talak tiga oleh sang suami.

Lafadz Talak

sebuah talak cerai dapat di nayatakan dengan menggunakan dua macam lafadz atau ungkapan, yaitu.

    1. Sharih (jelas)

Lafadz saharih adalah sebuah ungkapan talak cerai yang di ucapkan secara jelas. Misalnya, “aku mentalak mu” atau “engkau aku talak”. Dari kata ungkapan tersebut dapat di pastikan bahwa suami mentalak istri dengan maksud dan niat yang jelas.

    1. Kinayah (tida jelas atau sindiran)

Lafadz kinayah adalah sebuah ungapan talak cerai yang di ucapkan melalui sindiran. Misalnya, denagn lafadz “kau aku lepas” atau “aku melepasmu”. Lafadz ini cenderung di gunakan bukan untuk mentalak sang istri, namun dapat di gunakan untuk mentalak istri. Talak cerai dengan lafadz kinayah dapat di nyatakan sah apabila di ikuti niatan menceraikan istri dari sang suami. Apabila lafadz tersebut di ucapkan tanpa adanya niataan bercerai maka di nyatakan tidak sah.

 

Demikian tadi pembahasan mengenai pengertian talak, hukum talak dan lafadz talak. jika pernikahan yang telah berlangsung hanya menimbulkan perselisihan, permusuhan dan permasalahan lain yang tak kunjung selesai. Maka Allah memperbolehkan di tempuhnya jalan perdamaian denga cara Talak atau cerai. Namun di sisi lain Allah sangat membenci perbuatan tersebut. Sebaiknya perrtimbangkan dengan matang terlebih dahulu. Barang kali hubungan keluarga tersebut masih bisa di perbaiki dan di lanjutkan.

 

Semoga menjadi tulisan yang bermanfaat . . .

 

 

 

Sumber

  • Merdeka
  • Orami
Cerai Menurut Agama Islam

Cerai Menurut Agama Islam

Istilah Cerai Dalam Pandangan Agama Islam

Cerai Dalam Islam

 

Hallo kawan mama,

Di dalam setiap jalinan pernikahan, tentu setiap pasangan suami dan istri pernah mengelami perselisihan dan permasalahan dalam berumah tangga. Hubungan pernikahan umumnya harus terisi oleh rasa kasih sayang, cinta, dan ketenangan antar keduanya. Pernikahan merupakan berkah yang besar di mana setiap pasangan yang telah menikah mempunyai hak dan tanggung jawab yang harus di penuhi untuk tetap terjaganya hubungan rumah tangganya.

Kadang ada saja masalah yang hadir dalam hubungan perkawinan. Beberapa berakhir dengan baik dan  memperkokoh rumah tangganya, namun tidak jarang ada yang membuat permasalahannya semakin rumit dan tidak terselesaikan, yang pada akhirnya berujung dengan perceraian. Namun sebenarnya apa sih perceraian itu? Apa hal yang menyebabkan terjadinya sebuah perceraian? Apa saja jenis-jenis perceraian?

Berikut ini kawan mama akan sedikit banyak menjelaskan tentang pengertian dan jenis-jenis dari pereraian, yuk simak ulasan berikut.

Pengertian cerai

Perceraian dalam agama Islam adalah putus atau berakhirnya hubungan suami istri dari hubungan pernikahan yang telah sah baik secara agama Islam maupun secara hukum negara. Perceraian adalah jalan terakhir yang di tempuh oleh pasangan suami istri untuk menyelesaikan masalah yang berkepanjangan yang tak kunjun selesai.

Dalam agama Islam, cerai adalah lepasnya status ikatan perkawinan antara suami dan istri. Terjadinya perceraian, maka membuat gugur hak dan kewajiban seseorang sebagai suami dan istri. Artinya, seorang suami dan istri tidak dapat berhubungan lagi sebagai suami istri seperti pada umumnya. Misalnya seperti menyentuh, berduaan dan berhubungan badan. Di dalam Al-Qur’an, Allah telah mengatur bagaimana adab dan aturan sebagai suami dan isri dalam berumah tangga. termasuk bagaimana solusi bila ada masalah yang terjadi dalam hubungan rumah tangga.

Firman Allah, dalam surah Al-Baqarah ayat 227, “Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui,” (Al-Baqarah: 227)

Pada dasarnya agama Islam mengizinkan terjadinya perceraian oleh suami dan istri, namun di sisi lain Allah sangat membenci perbuatan tersebut. Artinya, cerai adalah jalan terakhir bagi suami dan istri ketika masalah yang terjadi memang tak kunjung menemukan jalan keluar. Menempuh jalan perceraian juga tentunya harus dengan aturan dan ketentuan yang dapat membuat kemasalahatan antar kedua belah pihak.

Jenis-jenis cerai dalam  Islam

Talak

Umumnya perceraian terjadi ketika suami menceraikan istrinya. Hal ini bisa saja terjadi karena suami mengucapkan kata talak pada istrinya, maka saat itu juga talak telah di lakukan. Hukum Talak bisa menjadi wajib ketika ada sebuah madzarat yang di alami oleh satu dari suami atau istri, yang tidak bisa di selesaikan kecuali dengan talak. Bisa jugs talak justru di hukumi haram karena dapat mengakibatkan madzarat pada suami atau istri atau salah satu di antaranya. Berikut adalah jenis-jenis talak.

  1. Talak raj’i, adalah ketika suami melontarkan talak satu atau talak dua kepada istrinya. Pada kondisi ini, suami di perbolehkan rujuk dengan istrinya jika sang istri masih berada dalam masa iddah. Apabila masa iddah sang istri telah habis, maka suami tidak di perbolehkan rujuk kecuali dengan melakukan akad nikah lagi
  2. Ba’in, adalah talak yang terjadi ketika suami melontarkan talak tiga pada sang istri, yang menyebabkan istri tidak dapat di rujuk kembali. Suami dapat merujuk sang istri apabila istri telah menikah dengan pria lain dan melakukan hubungan suami istri dengan suami yang baru, kemudian cerai dan masa iddahnya telah habis.
  3. Sunni, terjadi ketika suami melontarkan talak cerai pada sang istri yang masih suci karena belum sama sekali melakukan hubungan antar suami istri.
  4. Bid’i, adalah ketika suami melontrkan talak cerai kepada sang istri ketika sang istri tengah dalam kondisi haid atau kondisi ketika sang istri sedang suci namun telah melakukan hubungan badan dengan suami.
  5. Taklik,merupakan kondisi di mana suami akan menceraikan sang istri dengan beberapa syarat tertentu. Dalam kasus ini, jika syarat atau sebab yang di tentukan itu berlaku, maka terjadilah talak cerai.

 

Gugat Cerai

Gugat cerai adalah istilah talak dari seorang istri kepada sang suami. Hal ini meliputi.

  1. Fasakh,Adalah kondisi di mana istri mengajukan cerai tanpa adanya kompensasi istri pada suami karena beberapa sebab.  Misalnya, sang suami tidak menafkahi secara lahir batin selama 6 bulan secara berturut-turut, meninggalkan istri selama 4 bulan lamanya secara berturut-turut tanpaadanya kabar, tidak membayar mahar yang telah di sebutkan pada saat akad nikah dulu (sebagian atau seluruhnya) sebelum terjadinya hubungan suami istri, atau adanya perlakuan yang buruk dan merugikan dari suami kepada istrinya.
  2. Khulu’, adalah terjadinya perceraian yang terjadi atas kesepakatan antara sang suami dan sang istri dengan adanya catatan istri memberi sejumlah harta kepada sang suami.

Gugat Cerai

 

Demikian tadi pembahasan menegenai cerai dalam Agama Islam. Dari penjelasan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa, Agama Islam memperbolehan terjadinya perceraian, namun Allah sangat membenci perbuatan tersebut. Bagi kamu yang ingin bercerai, hendaknya fikirkan dengan matang dengan apa yang sedang kamu fikirkan ini. Banyak resiko dan hal-hal lain yang merugi di balik terjadinya sebuah perceraian. Belum lagi bagi kamu yang usah memiliki buah hati. sebisa mungkin cari solusi yang tepat atas permasalah rumah tanggamu.

semoga tuisan ini dapat bermanfaat. .  .

 

 

sumber

  • Orami
  • Popmama