Hukum Menikahi Wanita Hamil

Hukum Menikahi Wanita Hamil

Hukum Menikahi Wanita Hamil

Minuman Ibu Hamil

 

Hallo Kawan Mama,

Sebuah kabar kehamilan dari seoarng wanita umumnya menjadi kabar bahagia yang sangat di tunggu-tunggu. Namun bagaimana jika wanita hamil kemudian ia baru melangsungan pernikahan?

Dalam Agama Islam, pernnikahan merupakan sebuah ibadah sunnah yang di perintah oleh Allah dan rasul-Nya. Pernikahan merupakan momen bahagia dan sakral di mana seorang pria  meminang wanita untuk di jadikanya istri kemudian membentuk sebuah rumah tangga. Bagaimana ketika pernikahan di lakukan ketika sang wanita tengah hamil?

Sebab kemungkinan terjadinya sebuah pernikahan oleh wanita hamil ada dua. Yang pertama adalah wanita hamil dengan suami kemudian di tinggal cerai atau mati oleh suami kemudian ia menikah lagi. Yang kedua adalah di mana wanita yang hamil di sebabkan karena wanita tersebut melakukan zina di luar pernikahan. Di zaman yang milenial ini di mana media dapat mudah di akes oleh siapapun yeng berdampak pada pergaulan ynag semakin bebas, khususnya bagi anak muda.

Menyikapi kasus tersebut, banyak ulama yang berpendapat berbeda tentang hal ini. Ada yang memperbolehkan, dan ada pula yang melarang terjadinya pernikahan seperti ini. Aini Aryani, Lc dalam bukunya “Halal-Haram Menikahi Wanita Berzina dan Hamil” menyampaikan beberapa pendapat imam mazhab mengenai halal haramnya wanita hamil di nikahi selain ‘ayah’ dari bayi dalam kandungan.

 

Halal Di Nikahi

    1. Madzhab Asy-Syafi’iyah berpendapat bahwa pernikahan tersebut akan halal di lakukan, baik di lakukan oleh pria yang menjadi ayah dari janin ataupun pria lain yang bukan ayah asli si janin dalam kandungan tersebut. Selama syarat dan rukun nikah terpenuhi maka pernikahan tersebut boleh di lakukan. Ia juga berpendapat bahwa wanita hamil tidak memiliki masa iddah.
    2. Madzhab Hanafiah berpendapat hampir sama dengan madzhab Syafi’i, namun apabila yang menikahinya bukanlah ayah asli dari si janin maka ia tidak di perbolehkan menggauli istrinya sampai sang istri melahirkan.

Sebagai catatan, meskipun kedua mazhab tersebut memperbolehkan akad nikah dalam kondisi wanita hamil, namun di perbolehkannya pernikahan tersebut hanya sampai pada akad nikah saja. Sedangkan hubungan seksual suami istri di lakukan sebelum pernikahan yang mengakibatkan wanita tersebut hamil adalah haram dan dosa besar. Dan hal ini hanya berlaku pada perempuan hamil akibat melakukan perbuatan zina.

 

Haram Di Nikahi

    1. Madzhab Malikiyah melarang terjadinya pernikahan oleh wanita hamil. Ia berpendapat bahwa menikahi wanita yang dalam keadaan hamil akibat berzina dengan pria lain hukumnya haram. Dan hukum haram tersebut berlaku mutlak kepada pria yang menghamilinya ataupun kepada pria lain.
    2. Madzhab Ahmad Bin Hanbal (Imam Hanbal), Imam hanbal berpendapat hampir sama dengan madzhab maliki namun Ia menyertakan syarat di mana wanita tersebut haruslah bertaubat sebelum melangsungkan pernikahan. Apabila pernikahan di lakukan sebelum si wanita bertaubat maka hukumnya haram. Pernikahan yang di lakukan ketika wanita sedang dalam kehamilan haram di lakukan, kecuali bila wanita tersebut sudah habis masa iddahnya. Masa iddah perempuan hamil adalah sampai melahirkan.

Hal ini tidak serta merta di haramkan begitu saja, dasar di haramankannya adalah dalil-dalil berikut ini. Rasulullah SAW pernah bersabda dalam hadits yang di riwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Hakim:

“Janganlah di setubuhi (di kawini) seorang wanita hamil (karena zina) hingga melahirkan.”

Sementara dasar hadist lain, yang di riwayatkan oleh Said bin  Al-Musayyab bahwa seseorang telah menikah dengan seorang wanita,  namun baru ketahuan wanita itu dalam  keadaan hamil. Maka kasus itu di angkat ke hadapan Rasulullah SAW dan beliau memisahkan antara keduanya.” (HR  Said  bin Manshur)

Dari Aisyah ra berkata, Rasulullah SAW pernah di tanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda: “Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal”. (HR Tabarany dan Daruquthuny).

Pernikahan yang di lakukan dalam kondisi hamil haram di laukan karena akan berdampak pada status dari bayi yang nantinya akan lahir. Status dan nasab dari bayi tersebut akan menjadi tidak jelas.

 

Pernikahan Wanita Hamil Dalam Pandangan Hukum

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dengan instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991, yang pelaksanaannya di atur sesuai dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 154 Tahun 1991 telah di sebutkan sebagai berikut :

    1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat di kawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya.
    2. Perkawinan dengan wanita hamil yang di sebut pada ayat (1) dapat di langsungkan tanpa menunggu lebih duhulu kelahiran anaknya.
    3. Dengan di langsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak di perlukan perkawinan ulang setelah anak yang di kandung lahir.

Dari beberapa penjelasan di atas, maka kesimpulannya adalah jika seorang pria menikahi wanita yang tengah hamil anak dari orang lain, maka hukumnya haram (menurut Imam Malik dan Imam Ahmad bin hanbal). Bila wanita hamil tersebut di nikahi oleh pria yang menghamilinya di luar nikah, maka hukumnya di perbolehkan menikah. Sedangkan jika merujuk pada Kompilasi Hukum Islam (KHI), seorang wanita hamil di luar nikah, dapat di kawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya tanpa menunggu kelahiran sanng bayi (KHI pasal 53). Beberapa riwayat juga mengatakan anak dari hasil zina kelak ketika menikah, ayah tersebut tidak dapat menjadi wali nikah anak tersebut.

Demikian pemabahasan dari kawan mama terkait dengan pernikahan yang di lakukan oleh wanita hamil. Sebaiknya pikirkan dan persiapkan diri dengan matang bila inin melangsungkan pernikahan. Pernikahan akibat zina dapat mengakibatkan status ketidak jelasan nasab si anak.

Semoga dapat di pahami dan bermanfaat. . .

 

 

 

 

Sumber :

  • Sumsel.kemenag
  • Republika
  • hukumonline