Komplikasi Akibat Pembedahan Katarak

Komplikasi Akibat Pembedahan Katarak

Hallo Kawan Mama, Katarak merupakan salah satu kondisi adanya ganggguan atau pneyakit yang menyerang mata. umumnya para penderita penyakit katarak tidak dapat melihat dengan baik karena bagian lensa mata yang terhalang sehingga tidak dapat menangkao cahaya dengan baik. Pada dasarnya satu-satunya cara untuk mengatasi kondisi ini adalah dengan melakukan operasi atau pembedahan. Namun ternyata, hal ini dapat menyebabkan risiko komplikasi akibat pembedahan penyakit katarak.

Nnormalnya mata memiliki lensa yang berfungsi untuk menangkap cahaya yang masuk dan menyalurkannya pada retina. Lensa mata tersebut terbuat adri air dan protein sehingga membentuk tekstur yang bening dan jernih. Namun pada kondisi mata yang mengalami katarak lensa mata akan tertutup dan terhalang oleh protein tersebut sehingg kesulitan menerima dan menyalurkan cahaya menuju retina. Akibatnya, mata tidak dapat melihat dengan jelas dan penglihatan seperti tertutup oleh awan mendung.

Umumnya kondisi mata yang mengalami katarak di sebabkan oleh faktor penuaan. Tubuh yang semakin hari semakin menua juga berpengaruh terhadap kondisi organ tubuh yang tidak lagi berfungsi dengan baik. Hal ini berakibat pada lensa mata yang tidak dapat menyerap air dan protein sehingga air dan protein tersebut akan mengendap di lensa mata dan menghalangi cahaya masuk. Namun selain faktor penuaan, banyak di temukan faktor lain yang dapat menyebabkan mata mengalami katarak.

Penyakit seperti diabetes menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan penyakit katarak. Mata yang mengalami kondisi penyakit katarak pad dasarnya hanya dapat di atasi dengan cara operasi atau pembedahan. Sementara itu, prosedur ini ternayata memiliki risiko komplikasi. Berikut ini adalah penjelasan dari Kawan Mama mengenai beberapa risiko komplikasi akibat pembedahan penyakit katarak.

Komplikasi Akibat Pembedahan Atau Operasi Penyakit Katarak

Komplikasi Akibat Pembedahan Katarak

Di alnsir dari lama National Library of Medicine mencatat sebua studi pada 221.594 pasien yang menjalankan operasi katarak pada tahun 1994 dan 2006. Studi tersebut menemukan bahwa pasien yang mengalami setidaknya satu jenis komplikasi hanya berupa 5% dari total responden. Artinya, 95% dari responden tidak mengalami komplikasi. Studi tersebut juga di bagi dalam 3 periode, yakni tahun 1994-1995, serta 1999-2000 dan 2005-2006.

Dari operasi tersebut hasil yang di dapat adalah angka penderita komplikasi yang tinggi namun semakin menurun dari tahun ke tahun. Namun paseien pembedahan tetap memiliki risiko komplikasi akibat pembedahan penyakit katarak. Berikut adalah beberapa komlpikasi akibat pembedahan penyakit katarak.

  1. Pendangkalan Kamera Okuli Anterior

Pendangkalan kamera okuli anterior atau KOA haru di hindari agar selama prosedur terdapat cukup ruang untuk instrumentasi dan menghindari cedera pada endotel kornea. Umumnya pendangkalan KOA ini di sebabkan oleh beberapa hal. Seperti,

    • Jumlah cairan yang masuk KOA kurang yang di sebabkan oleh inflow irigasi yang kurang, aspirasi berlebihan hingga ketinggian botol irigasi yang terlalu rendah.
    • Kebocoran cairan karena insisi yang terlalu besar
    • Tekanan dari luar bola mata
    • Tekanan vitreous yang tinggi
    • Pendarahan suprakoroid
  1. Trauma Termal Fakoemulsifikasi

Kondisi trauma termal dapat di timbulkan oleh ujung alat fakoemulsifikasi. Jaringan akan nampak keputihan di area insisi dan menyusut sehingga luka insisi tidak dapat menutup dengan senridinya. Trauma termal ini dapat terjadi akibat proses pendinginan ujung alat fakoemulsifikasi tidak adkuat (cairan irigasi kosong, tube irigasi yang tersumbat), serta penggunaan tenaga ultrasound yang terlalu lama atau aliran aspirasi cairan yang buruk dari alat fakoemulsifikasi.

  1. Membran Descemet Detachment

Terlepasnya membran Descemet dapat terjadi akibat terjepit oleh instrument LIO, saat injeksi viskoelastis, atau saat hidrasi stroma. Terlepasnya membrane Descemet dapat menimbulkan edema kornea.

  1. Rupture Kapsul Posterior

Rupture kapsul posterior dengan atau tanpa Vitreous Loss dapat menyebabkan tajam penglihatan pasca operasi yang tidak optimal. Faktor risiko kondisi ini adalah KOA dangkal, pupil miosis, intraoperative floppy iris syndrome, pseudoeksfoliasis dan zonulopati. Rupture kapsul posterior dapat meningkatkan risiko uveitis, dislokasi lensa introkular, edema macula sistoid, ablation retina dan edoftalmitis.

Teknik fakoemulsifikasi ini berkaitan dengan kejadian Rupture kapsul posterior yang meningkat. Apalagi bila di kerjakan oleh operator yang kurang mahir atau pada penyakit katarak dengan kondisi yang cukup parah atau lebih keras.

  1. Dislokasi Lensa Kristalin Ke Posterior

Dislokasi lensa kristalin ke posterior kristalin ke posterior (nucleus drop) adalah nukleus lensa yang jatuh ke vitreous. Faktor risiko nucleus drop ini berupa kondisi katarak hipermatur, katarak polar posterior, miopia berat, dan riwayat vitrektomi. Teknik fakoemulsifikasi cenderung lebih berisiko bagi pasien untuk mengalami kondisi nucleus drop.

Oleh karena itu sebaiknya di lakukan oleh fasilitas kesehatan yang memungkinkan untuk melakukan vitrektomi atau apabila ada akses menuju fasilitas kesehatan tersebut. Lensa kristalin di vitreus ini dapat menimbulkan peradangan intraocular, glaucoma sekunder, ablasio retina pada penderita mata katarak.

  1. Pendarahan

Operasi pembedahan katark dapa menyebabkan berbagai kondisi pendarahan, seperti pendarahan retrobulbar, suprakoroidal dan juga hifema.

    • Pendarahan Retrobulbar

kondisi ini di sebabkan oleh anestesi yang mengenai pembuluh darah obita. Kondisi ini akan menimbulkan tekanan intraocular, dan sindrom kopartemen yang meningkat. Gejalanya berupa ekimosis palpebra, pemasangan speculum yang sulit di lakukan, peningkatan tekanan intraocular dan pendarahan subkonjungtiva. Kondisi ini daoat di hindari dengan pemilihan teknik anestesi lain.

    • Pendarahan Suprakorodinal

Pendarahan suprakorodinal terjadi akibat dekompresi mata mendadak atau hipotoni yang berlangsung lama ketika operasi katarak. Kondisi ini di tandai rasa nyeri pada mata, tekanan posterior bola mata yang meningkat dan menyebabkan pendangkalan KOA, prolapsus iris, luka insisi yang tidak bisa rapat, pengeluaran lensa secara spontan.

Kondisi ini dapat berkurang dengan kontrol tekanan intraokular yang baik preoperatif, kontrol tekanan darah pasien, posisi pasien reverse Trendelenburg, teknik operasi dengan insisi yang kecil, durasi operasi katarak yang lebih cepat, dan mencegah terjadinya hipotoni okular intraoperative

    • Pendarahan Hifema

Pendarahan hifema terjadi akibat  trauma pada pembuluh darah margin pupil pada iris, pembuluh darah stroma iris, pembuluh darah badan siliaris, dan pembuluh darah insisi (saat membuat insisi). Hifema dapat menimbulkan penglihatan menurun pasca operasi, peningkatan tekanan intraokular, pewarnaan kornea, inflamasi kronis, sinekia anterior dan posterior.

Hifema dapat di atasi dengan penekanan sementara pada bola mata, injeksi viskoelastis ke dalam KOA untuk tamponade perdarahan, kauterisasi sumber perdarahan, injeksi udara ke KOA, dan injeksi epinefrin atau penilefrin intrakamera

Kauterisasi dapat di gunakan untuk mengendalikan perdarahan saat operasi. Namun kauter dapat menyebabkan koagulasi jaringan, merusak saraf, serta menipiskan sklera, sehingga terjadi penyembuhan luka lebih lama, jaringan parut, stafiloma, dan astigmatisme. Perdarahan dapat di kendalikan dengan melakukan irigasi selama pembentukan sclerocorneal tunnel. Umumnya perdarahan akan berhenti setelah tunnel terbentuk dan tidak ada darah yang masuk ke KOA.

  1. Peningkatan Tekanan Intraocular

Peningkatan tekanan intraokular merupakan kondisi komplikasi yang sering muncul karena sisa vikoelastik di dalam KOA. Pada kondisi yang ringan sering di temukan pada 4-6 jam pertama pasca operasi. Beberapa penyebab lain yang mengikuti operasi katarak adalah toxic anterior segment syndrome (TASS), hifema, uveitis, endoftalmitis, sisa massa lensa, sinekia anterior perifer, blok pupil, vitreus di KOA, dan glaukoma neovaskular.

Pencegahan dapat di lakukan dengan cara memastikan tidak adanya sisa viskoelastis dalam KOA. Peningkatan tekanan intraokular dapat di atasi dengan pemberian agen hipotensi okular jangka pendek atau dekompresi KOA melalui side port dengan bantuan slit-lamp.

  1. Edema Kornea

Edema bagian epitel dan stroma kornea merupakan kondisi yang dapat terjadi segera pasca operasi. kondisi Edema kornea bersifat multifaktorial, yakni akibat trauma mekanik intraoperatif, durasi operasi yang lama, peradangan, peningkatan tekanan intraokular. Kondisi ini di perbaiki dalam waktu 4-6 minggu, tetapi apabila menetap lebih dari 3 bulan sebaiknya di lakukan tindakan keratoplasti.

  1. Posterior Capsular Opacification

Posterior capsular opacification (PCO) adalah sebuah komplikasi yang paling sering terjadi pasca operasi. PCO dapat terjadi pada 28% pasien bahkan setelah 5 tahun operasi. Umumnya timbul karena adanya sisa epitel lensa pada kapsul posterior. PCO dapat di cegah dengan capsulorrhexis 360o, hidrodiseksi cortical cleaving, pembersihan sisa korteks yang maksimal, serta implantasi LIO dalam capsular bag. Kondisi PCO yang menyebabkan gangguan penglihatan signifikan umumnya di terapi dengan laser Nd:YAG (Neodymium yttrium-alumunium-garnet).

  1. Endoftalmitis

Endoftalmitis adalah komplikasi berat dari operasi katarak, walaupum sudah jarang sekali di temukan. Perkembangan teknik operasi, sterilisasi peralatan operasi yang baik, penggunaan povidone iodine preoperatif, penggunaan spekulum dan drape khusus sekali pakai untuk mengisolasi kelopak mata dan bulu mata dari lapangan operasi, serta penggunaan antibiotik profilaksis dapat menurunkan risiko endoftalmitis.

  1. Toxic Anterior Segment Syndrome

Toxic anterior segment syndrome atau TASS adalah inflamasi yang dapat terjadi setelah operasi katarak. Gejala TASS menyerupai endoftalmitis, tetapi onsetnya lebih cepat daripada endoftalmitis, yakni 12-48 jam setelah operasi. Gejala TASS umumnya terbatas pada segmen anterior, di sertai keluhan pandangan kabur, mata merah, nyeri pada mata, fotofobia, dan pada pemeriksaan hampir selalu di temukan edema kornea. Etiologi TASS antara lain kontaminasi pada cairan irigasi, bahan viskoelastis, instrumen operasi (liposakarida bakteri, residu logam, detergen), obat tetes mata, cairan antiseptik yang di gunakan untuk membersihkan lapangan operasi, serta LIO. TASS memberikan respons baik terhadap kortikosteroid topical.

  1. Edema Macular Sistoid

Kondisi Edema makular sistoid dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan hingga 2-6 bulan setelah operasi katarak. Edema makular sistoid terjadi pada 2-10% operasi EKIK, 1-2% operasi EKEK, dan <1% fakoemulsifikasi. Diagnosis dapat di lakukan melalui pemeriksaan fundus dan pemeriksaan penunjang seperti fundus fluorescein angiography (FFA) atau optical coherence tomography (OCT).

  1. Ablation Retina

Ablatio retina dapat terjadi pada 2-3% operasi EKIK, 0,5-2% operasi EKEK, dan <1% operasi fakoemulsifikasi. Ablatio retina merupakan salah satu komplikasi lambat yang dapat terjadi 6 bulan–1 tahun setelah operasi. Faktor risiko ablatio retina adalah operasi katarak yang sulit dengan ruptur kapsul posterior atau vitreous loss, pasien dengan miopia berat, dan riwayat keluarga dengan ablatio retina.

  1. Uveitis Kronis

Uveitis kronis terjadi apabila terdapat inflamasi yang menetap >4 minggu setelah operasi katarak. Kondisi ini di tandai dengan presipitat granulomatosa keratik dan hipopion. Penyebab uveitis kronis adalah vitreous inkarserata, malposisi LIO, dan fragmen lensa kristalin yang tersisa

  1. Asigmatisme

Astigmatisme dapat timbul terutama pada teknik EKIK dan EKEK karena perubahan kelengkungan kornea akibat insisi yang besar, kekuatan jahitan pada kornea, lokasi insisi, astigmatisme yang sudah ada sebelumnya (memberat setelah operasi), dan usia lanjut. MSICS dengan insisi sclerocorneal di temporal menimbulkan kasus astigmatisme yang lebih sedikit daripada insisi yang di lakukan di superior

  1. Dislokasi Lensa Intraocular

Dislokasi lensa intraokular (LIO) dapat terjadi intrakapsular atau ekstrakapsular. Risiko dislokasi LIO meningkat pada pasien dengan sindrom pseudoeksfoliasi, gangguan jaringan ikat yang menyebabkan gangguan zonula, uveitis, miopia berat, LIO pada sulkus/peletakan haptic LIO yang tidak seluruhnya di capsular baghaptic LIO rusak, dan pasien dengan riwayat operasi vitreoretinal.

Belum di ketahui dengan pasti bagaimana cara menghilangkan katarak. Namun Operasi menjadi satu-satunya cara untuk menghilangkan kondisi mata yang mengalami penyakit katarak. Namun ternyata metode operasi sendiri memiliki berbagai risiko komplikasi yang dapat terjadi pada pasien. Kendari demikian sebagai mana yang telah di jelaskan di atas bahwa kecil risikonya seseorang mengalami risiko komplikasi akibat operasi pembedahan penyakit katarak. Apalagi alat untuk pemedahan sudah semakin modern. Tentu dapat mengurangi risiko komplikasi akibat operasi pembedahan katarak.

Demikian penjelasan dari Kawan Mama mengenai risiko komplikasi akibat operasi pembedahan penyakit katarak. Pasca operasi memang akan muncul sesuatu yang tidak normal pada bagian mata. kondisi ini sudah menjadi hal yang umum terjadi. Namun apabila muncul gejala yang aneh, sebaiknya langsu periksakan kondisi mata pada dokter.

Semoga tulisan ini dapat membantu dan bermanfaat. . .

 

 

 

 

Sumber :

  • Alomedika
  • Allaboutvision