Risiko Akibat Kondisi Mata Minus Atau Rabun Jauh

Risiko Akibat Kondisi Mata Minus Atau Rabun Jauh

Hallo Kawan Mama, Jika kamu adalah seseorang yang memiliki kondisi mata minus, maka sebaiknya segera atasi dengan melakukan langkah pengobatan atau perawatan mata. Pasalnya, bila kondisi mata minus di biarkan, maka kondisi tersebut dapat menyebabkan kondisi penglihatan semakin memburuk hingg risiko komplikasi akibat mata minus. Karenanya, penting untuk merawat dan rajin untuk periksa kondisi mata pada dokter untuk mendapat penanganan yang tepat.

Mata minus atau rabun atau dalam istilah medis di sebut miopia merupakan salah satu kelainan atau gangguan pada fungsi penglihatan. Umumnya penderita mata minus akan mengalami kondisi di mana mata masih dapat melihat objek yang letaknya dekat. Namun pada objek yang letaknya jauh, mata tidak dapat melihat objek tersebut sehingga pandangan menjadi tidak jelas atau kabur. Pada kondisi normal, bayangan dari objek jatuh tepat focus pada retina. Namun dalam kondisi mata minus, bayangan yang jatuh tidak tepat pada retina, melainkan jatuh di depan retina. Kondisi inilah yang menyebabkan mata tidak dapat melihat objek yang letaknya jauh. Apabila di biarkan berlangsung begitu saja, kondisi ini dapat mejadi semakin parah akibat beberapa faktor yang tidak kita sadari.

Pada seseorang yang mengalami kondisi mata minus, membuat mata memerlukan adanya alat bantu penglihatan agar dapat melihat objek yang letaknya jauh. Kaca mata atau lensa kontak adalah alat abntu penglihatan yang biasa di gunakan oleh penderita mata minus. Namun tentunya perlu adanya langkah perawatan atau pengobatan agar kondisi mata minus tidak dapat bertambah parah. Berikut ini, Kawan Mama akan membahas mengenai beberapa risiko akibat mata minus atau rabun jauh.

Beberapa Risiko Komplikasi Akibat Kondisi Mata Minus Atau Rabun Jauh

Risiko Akibat Kondisi Mata Minus Atau Rabun Jauh

Pada dasarnya, agar dapat melihat dengan jelas, ada dua bagian dari mata yang harus berfungsi dengan baik. Yaitu kornea mata dan juga lensa mata. Kondisi mata normal pada kedua bagian mata yang berfungsi memfokuskan cahaya yang di lengkungkan halus seperti permukaan kelereng. Bentuk ini akan membiaskan (me-refraksikan) cahaya yang masuk sehingga dapat jatuh tepat pada retina. Kondisi mata minus memiliki bola mata dengan tekstur yang lebih panjang sehingga cahaya yang masuk tidak dapat di refraksikan ke retina.

Untuk mengetahui kondisi ketajaman mata akan di ukur dengan system Snellen. Umumnya dokter mata akan menggunakan phoropter yang merupakan alat pengukur tingkat keminusan mata. Pengecekan lensa tidak hanya di lakukan sekali, melainkan di ganti hingga mendapatkan hasil visual yang paling tajam bagi penderita mata minus atau rabun jauh. Pasien akan di minta untuk melihat grafik Snellen yang berisi sebelas baris huruf capital. Semakin kebawah, huruf akan semakin kecil.

Di lansir dari laman Sehatq Mata orang normal, biasanya angka Snellen akan mencapai 20/20. Angka tersebut menunjukkan bahwa mata dapat melihat dengan jelas pada objek dengan jarak hingga 60 kaki atau 18 meter. Penderita mata minus atau rabun jauh akan memiliki angka yang lebih besar, yakni 20/60. Angka ini menunjukkan seseorang dapat melihat dengan jelas pada jarak 20 atau 6 meter saja. kondisi mata minus atau rabun jauh jika di biarkan akan semakin bertambah parah dan menyebabkan beberapa risiko kondisi mata yang berbahaya.

Berikut ini adalah beberapa risiko mata minus atau rabun jauh.

  1. Retina Yang Terlepas

Penderita mata minus atau rabun jauh yang memiliki ukuran minus yang cukup tinggi berpotensi akan mengalami risiko kondisi mata di mana retinanya terlepas (ablasio mata). Bahkan dalam sebuah peelitian yang terbit pada Journal of The Association  of Basic Medical science menyebutkan bahwa orang dengan ukuran minus mata ukuran -3,5 D hingga -7,49 D ke aras berisiko mengalami kerusakan pada retina yang mengarah pada ablasio retina.

Penelitian dalam jurnal Clinical Picture menyebutkan bahwa risiko lepasnya retina mata lebih tinggi pada penderita miopi atau mata minus karena kelainan mata yang cenderung parah. Akibat bentuk bola mata yang memanjang, risiko ablasio mata semakin tinggi. Karena kondisi minus mata yang tinggi akan manyebabkan retina semakin menipis hingga berisiko robek dan terlepas. Bahkan penelitian tersebut menyebutkan ukuran mata minus tinggi mencapai 15 hingga 200 kali lebih besar di bandingkan dengan mata normal.

  1. Myopic Maculopathy

Selain risiko ablasio mata atau retina yang terlepas, mata dengan ukuran minus tinggi juga berpitensi mengalami risiko Myopic maculopathy. Myopic maculopathy adalah kondisi di mana macula tidak dapat berfungsi dengan normal. Macula sendiri merupakan bagian dari mata yang berfungsi membuat pandangan menjadi tajam hingga detail pada warna dan bagian lainya. mata minus memiliki bola mata yang memanjang sehingga menyababkan menurunnya fungsi macula secara sigifikan akibat perubahan pada sel atau degenderasi macula.

Seseorang yang memiliki mata minus tinggi jika di biarkan akan mengalami kondisi degdnerasi makula. Kondisi ini akan menyebabkan hilangnya penglihatan di bagian tengah (Central Vission Loss). Pada sebuah riset yang yang telah terbit dalam jurnal Optometry and Vision Science menyebutkan bahwa setiap kenaikan -01,00 risiko terkena myopic maculopathy akan meningkat hingga mencapai 67 %.

  1. Glaucoma

Penderita mata minus juga berpotensi mengalami riskio kondisi glaucoma. Glaucoma sendiri pada dasarnya merupakan mata yang mengalami kerusakan akibat tekanan pada bola mata yang meningkat. Umumnya, peningkatan tekana tersebut terjadi akibat gangguan pada system aliran cairan mata hingga menyebabkan kerusakan saraf mata. Pada dasarnya, setiap mata memiliki system aliran cairan mata atau Aqueous Humour ke dalam pembuluh darah yang juga berfungsi menjaga bentuk mata dan mensuplai nutrisi hingga membersihkan kotoran mata.

Mata yang mengalami gangguan akan menyebabkan adanya penimbunan cairan aqueous  humour dan meningkatkan tekana bola mata (hipertensi ocular) yang kemudian akan merusak saraf optic. Meski tidak selalu mengalami kondisi macula, nemun penderita mata minus memiliki risiko tinggi akan glaucoma. Kondisi ini membuat penderitanya membutuhkan bantuan medis atau dokter untuk mengatasinya. Apabila tidak sgera di atasi, maka kondisi ini dapat menyebabkan kebutaan permanen.

  1. Katarak

Salah satu kondisi kelainan mata atau gangguan penglihatan yang paling serung terjadi akibat mata minus adalah katarak. Mata minus atau rabun jauh dapat menyebabkan kondisi belakang lensa atau bagian tengah lensa berkeruh. Pada bagian tengah lensa yang mengalami pengeruhan tersebut di sebut dengen kondisi katarak nuklir. Sedangkan bagian belakang lensa yang mengalami pengeruhan di sebut dengan istilah katarak subcapsular posterior.

Umumnya, bentuk dari bola mata yang memanjang akibat kondisi mata minus atau rabun jauh akan mempengaruhi kualitas cairan dalam lensa. Hal tersebut akan berdampak pada daya retraktif lensa yang mengatur focus penglihatan. Menurut dokter Tjahjono D Gondhowiarjo  dari Rumah Sakit Mata JEC Kedoya, Jakarta barat menyebutkan bahwa “Proses katarak makin cepat pada mata dengan kondisi minus tinggi.

Kondisi katarak pada dasarnya dapat di atasi tanpa operasi, melainkan dengan menjaga kebutuhan nutrisi, membatasi asupan gula dan melindungi mata dari sinar UV. Namun dalam kondisi yang cukup parah, kataral memerlukan langak operasi untuk menyembuhkan dan membuat kondisi mata menjadi pulih. Penanganan yang terlambat dapat menyebabkan pemderitanya mengalami kebutaan.

Kondisi mata minus sebenarnya tidak akan bertambah parah apabila di rawat dengan baik dan rajin melakuakan control untuk menjaga kondisi mata. Hindari menggunakan kaca mata yang tidak sesuai, karena hal tersebut berpotensi menyebabkan kondisi mata minus semakin tinggi. kondisi mata minus dapat di ketahui dengan menggunakan grafik Snellen dan phoropter. Angka yang muncul dapat menjadi patokan untuk menggunakan kaca mata atau lensa dengan ukuran yang sesuai. Jika tidak ingin menggunakan kaca mata, kamu bisa mengobati kondisi mata minus dengan melakukan operasi LASIK atau PRK.

Demikian penjelasan dari Kawan Mama mengenai risiko kondisi mata minus atau arabun jauh. Sayangai mata kamu mulai sekarang dengan menjaga dan merawat serta rajin memeriksa agar kondisi mata tidak memburuk dan terhindari dari penyakit mata yang berbahaya.

Semoga tulisan ini dapat membantu dan bermanfaat. . .

 

 

 

 

Sumber :

  • Health.kompas
  • Sehatq
Komplikasi Akibat Pembedahan Katarak

Komplikasi Akibat Pembedahan Katarak

Hallo Kawan Mama, Katarak merupakan salah satu kondisi adanya ganggguan atau pneyakit yang menyerang mata. umumnya para penderita penyakit katarak tidak dapat melihat dengan baik karena bagian lensa mata yang terhalang sehingga tidak dapat menangkao cahaya dengan baik. Pada dasarnya satu-satunya cara untuk mengatasi kondisi ini adalah dengan melakukan operasi atau pembedahan. Namun ternyata, hal ini dapat menyebabkan risiko komplikasi akibat pembedahan penyakit katarak.

Nnormalnya mata memiliki lensa yang berfungsi untuk menangkap cahaya yang masuk dan menyalurkannya pada retina. Lensa mata tersebut terbuat adri air dan protein sehingga membentuk tekstur yang bening dan jernih. Namun pada kondisi mata yang mengalami katarak lensa mata akan tertutup dan terhalang oleh protein tersebut sehingg kesulitan menerima dan menyalurkan cahaya menuju retina. Akibatnya, mata tidak dapat melihat dengan jelas dan penglihatan seperti tertutup oleh awan mendung.

Umumnya kondisi mata yang mengalami katarak di sebabkan oleh faktor penuaan. Tubuh yang semakin hari semakin menua juga berpengaruh terhadap kondisi organ tubuh yang tidak lagi berfungsi dengan baik. Hal ini berakibat pada lensa mata yang tidak dapat menyerap air dan protein sehingga air dan protein tersebut akan mengendap di lensa mata dan menghalangi cahaya masuk. Namun selain faktor penuaan, banyak di temukan faktor lain yang dapat menyebabkan mata mengalami katarak.

Penyakit seperti diabetes menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan penyakit katarak. Mata yang mengalami kondisi penyakit katarak pad dasarnya hanya dapat di atasi dengan cara operasi atau pembedahan. Sementara itu, prosedur ini ternayata memiliki risiko komplikasi. Berikut ini adalah penjelasan dari Kawan Mama mengenai beberapa risiko komplikasi akibat pembedahan penyakit katarak.

Komplikasi Akibat Pembedahan Atau Operasi Penyakit Katarak

Komplikasi Akibat Pembedahan Katarak

Di alnsir dari lama National Library of Medicine mencatat sebua studi pada 221.594 pasien yang menjalankan operasi katarak pada tahun 1994 dan 2006. Studi tersebut menemukan bahwa pasien yang mengalami setidaknya satu jenis komplikasi hanya berupa 5% dari total responden. Artinya, 95% dari responden tidak mengalami komplikasi. Studi tersebut juga di bagi dalam 3 periode, yakni tahun 1994-1995, serta 1999-2000 dan 2005-2006.

Dari operasi tersebut hasil yang di dapat adalah angka penderita komplikasi yang tinggi namun semakin menurun dari tahun ke tahun. Namun paseien pembedahan tetap memiliki risiko komplikasi akibat pembedahan penyakit katarak. Berikut adalah beberapa komlpikasi akibat pembedahan penyakit katarak.

  1. Pendangkalan Kamera Okuli Anterior

Pendangkalan kamera okuli anterior atau KOA haru di hindari agar selama prosedur terdapat cukup ruang untuk instrumentasi dan menghindari cedera pada endotel kornea. Umumnya pendangkalan KOA ini di sebabkan oleh beberapa hal. Seperti,

    • Jumlah cairan yang masuk KOA kurang yang di sebabkan oleh inflow irigasi yang kurang, aspirasi berlebihan hingga ketinggian botol irigasi yang terlalu rendah.
    • Kebocoran cairan karena insisi yang terlalu besar
    • Tekanan dari luar bola mata
    • Tekanan vitreous yang tinggi
    • Pendarahan suprakoroid
  1. Trauma Termal Fakoemulsifikasi

Kondisi trauma termal dapat di timbulkan oleh ujung alat fakoemulsifikasi. Jaringan akan nampak keputihan di area insisi dan menyusut sehingga luka insisi tidak dapat menutup dengan senridinya. Trauma termal ini dapat terjadi akibat proses pendinginan ujung alat fakoemulsifikasi tidak adkuat (cairan irigasi kosong, tube irigasi yang tersumbat), serta penggunaan tenaga ultrasound yang terlalu lama atau aliran aspirasi cairan yang buruk dari alat fakoemulsifikasi.

  1. Membran Descemet Detachment

Terlepasnya membran Descemet dapat terjadi akibat terjepit oleh instrument LIO, saat injeksi viskoelastis, atau saat hidrasi stroma. Terlepasnya membrane Descemet dapat menimbulkan edema kornea.

  1. Rupture Kapsul Posterior

Rupture kapsul posterior dengan atau tanpa Vitreous Loss dapat menyebabkan tajam penglihatan pasca operasi yang tidak optimal. Faktor risiko kondisi ini adalah KOA dangkal, pupil miosis, intraoperative floppy iris syndrome, pseudoeksfoliasis dan zonulopati. Rupture kapsul posterior dapat meningkatkan risiko uveitis, dislokasi lensa introkular, edema macula sistoid, ablation retina dan edoftalmitis.

Teknik fakoemulsifikasi ini berkaitan dengan kejadian Rupture kapsul posterior yang meningkat. Apalagi bila di kerjakan oleh operator yang kurang mahir atau pada penyakit katarak dengan kondisi yang cukup parah atau lebih keras.

  1. Dislokasi Lensa Kristalin Ke Posterior

Dislokasi lensa kristalin ke posterior kristalin ke posterior (nucleus drop) adalah nukleus lensa yang jatuh ke vitreous. Faktor risiko nucleus drop ini berupa kondisi katarak hipermatur, katarak polar posterior, miopia berat, dan riwayat vitrektomi. Teknik fakoemulsifikasi cenderung lebih berisiko bagi pasien untuk mengalami kondisi nucleus drop.

Oleh karena itu sebaiknya di lakukan oleh fasilitas kesehatan yang memungkinkan untuk melakukan vitrektomi atau apabila ada akses menuju fasilitas kesehatan tersebut. Lensa kristalin di vitreus ini dapat menimbulkan peradangan intraocular, glaucoma sekunder, ablasio retina pada penderita mata katarak.

  1. Pendarahan

Operasi pembedahan katark dapa menyebabkan berbagai kondisi pendarahan, seperti pendarahan retrobulbar, suprakoroidal dan juga hifema.

    • Pendarahan Retrobulbar

kondisi ini di sebabkan oleh anestesi yang mengenai pembuluh darah obita. Kondisi ini akan menimbulkan tekanan intraocular, dan sindrom kopartemen yang meningkat. Gejalanya berupa ekimosis palpebra, pemasangan speculum yang sulit di lakukan, peningkatan tekanan intraocular dan pendarahan subkonjungtiva. Kondisi ini daoat di hindari dengan pemilihan teknik anestesi lain.

    • Pendarahan Suprakorodinal

Pendarahan suprakorodinal terjadi akibat dekompresi mata mendadak atau hipotoni yang berlangsung lama ketika operasi katarak. Kondisi ini di tandai rasa nyeri pada mata, tekanan posterior bola mata yang meningkat dan menyebabkan pendangkalan KOA, prolapsus iris, luka insisi yang tidak bisa rapat, pengeluaran lensa secara spontan.

Kondisi ini dapat berkurang dengan kontrol tekanan intraokular yang baik preoperatif, kontrol tekanan darah pasien, posisi pasien reverse Trendelenburg, teknik operasi dengan insisi yang kecil, durasi operasi katarak yang lebih cepat, dan mencegah terjadinya hipotoni okular intraoperative

    • Pendarahan Hifema

Pendarahan hifema terjadi akibat  trauma pada pembuluh darah margin pupil pada iris, pembuluh darah stroma iris, pembuluh darah badan siliaris, dan pembuluh darah insisi (saat membuat insisi). Hifema dapat menimbulkan penglihatan menurun pasca operasi, peningkatan tekanan intraokular, pewarnaan kornea, inflamasi kronis, sinekia anterior dan posterior.

Hifema dapat di atasi dengan penekanan sementara pada bola mata, injeksi viskoelastis ke dalam KOA untuk tamponade perdarahan, kauterisasi sumber perdarahan, injeksi udara ke KOA, dan injeksi epinefrin atau penilefrin intrakamera

Kauterisasi dapat di gunakan untuk mengendalikan perdarahan saat operasi. Namun kauter dapat menyebabkan koagulasi jaringan, merusak saraf, serta menipiskan sklera, sehingga terjadi penyembuhan luka lebih lama, jaringan parut, stafiloma, dan astigmatisme. Perdarahan dapat di kendalikan dengan melakukan irigasi selama pembentukan sclerocorneal tunnel. Umumnya perdarahan akan berhenti setelah tunnel terbentuk dan tidak ada darah yang masuk ke KOA.

  1. Peningkatan Tekanan Intraocular

Peningkatan tekanan intraokular merupakan kondisi komplikasi yang sering muncul karena sisa vikoelastik di dalam KOA. Pada kondisi yang ringan sering di temukan pada 4-6 jam pertama pasca operasi. Beberapa penyebab lain yang mengikuti operasi katarak adalah toxic anterior segment syndrome (TASS), hifema, uveitis, endoftalmitis, sisa massa lensa, sinekia anterior perifer, blok pupil, vitreus di KOA, dan glaukoma neovaskular.

Pencegahan dapat di lakukan dengan cara memastikan tidak adanya sisa viskoelastis dalam KOA. Peningkatan tekanan intraokular dapat di atasi dengan pemberian agen hipotensi okular jangka pendek atau dekompresi KOA melalui side port dengan bantuan slit-lamp.

  1. Edema Kornea

Edema bagian epitel dan stroma kornea merupakan kondisi yang dapat terjadi segera pasca operasi. kondisi Edema kornea bersifat multifaktorial, yakni akibat trauma mekanik intraoperatif, durasi operasi yang lama, peradangan, peningkatan tekanan intraokular. Kondisi ini di perbaiki dalam waktu 4-6 minggu, tetapi apabila menetap lebih dari 3 bulan sebaiknya di lakukan tindakan keratoplasti.

  1. Posterior Capsular Opacification

Posterior capsular opacification (PCO) adalah sebuah komplikasi yang paling sering terjadi pasca operasi. PCO dapat terjadi pada 28% pasien bahkan setelah 5 tahun operasi. Umumnya timbul karena adanya sisa epitel lensa pada kapsul posterior. PCO dapat di cegah dengan capsulorrhexis 360o, hidrodiseksi cortical cleaving, pembersihan sisa korteks yang maksimal, serta implantasi LIO dalam capsular bag. Kondisi PCO yang menyebabkan gangguan penglihatan signifikan umumnya di terapi dengan laser Nd:YAG (Neodymium yttrium-alumunium-garnet).

  1. Endoftalmitis

Endoftalmitis adalah komplikasi berat dari operasi katarak, walaupum sudah jarang sekali di temukan. Perkembangan teknik operasi, sterilisasi peralatan operasi yang baik, penggunaan povidone iodine preoperatif, penggunaan spekulum dan drape khusus sekali pakai untuk mengisolasi kelopak mata dan bulu mata dari lapangan operasi, serta penggunaan antibiotik profilaksis dapat menurunkan risiko endoftalmitis.

  1. Toxic Anterior Segment Syndrome

Toxic anterior segment syndrome atau TASS adalah inflamasi yang dapat terjadi setelah operasi katarak. Gejala TASS menyerupai endoftalmitis, tetapi onsetnya lebih cepat daripada endoftalmitis, yakni 12-48 jam setelah operasi. Gejala TASS umumnya terbatas pada segmen anterior, di sertai keluhan pandangan kabur, mata merah, nyeri pada mata, fotofobia, dan pada pemeriksaan hampir selalu di temukan edema kornea. Etiologi TASS antara lain kontaminasi pada cairan irigasi, bahan viskoelastis, instrumen operasi (liposakarida bakteri, residu logam, detergen), obat tetes mata, cairan antiseptik yang di gunakan untuk membersihkan lapangan operasi, serta LIO. TASS memberikan respons baik terhadap kortikosteroid topical.

  1. Edema Macular Sistoid

Kondisi Edema makular sistoid dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan hingga 2-6 bulan setelah operasi katarak. Edema makular sistoid terjadi pada 2-10% operasi EKIK, 1-2% operasi EKEK, dan <1% fakoemulsifikasi. Diagnosis dapat di lakukan melalui pemeriksaan fundus dan pemeriksaan penunjang seperti fundus fluorescein angiography (FFA) atau optical coherence tomography (OCT).

  1. Ablation Retina

Ablatio retina dapat terjadi pada 2-3% operasi EKIK, 0,5-2% operasi EKEK, dan <1% operasi fakoemulsifikasi. Ablatio retina merupakan salah satu komplikasi lambat yang dapat terjadi 6 bulan–1 tahun setelah operasi. Faktor risiko ablatio retina adalah operasi katarak yang sulit dengan ruptur kapsul posterior atau vitreous loss, pasien dengan miopia berat, dan riwayat keluarga dengan ablatio retina.

  1. Uveitis Kronis

Uveitis kronis terjadi apabila terdapat inflamasi yang menetap >4 minggu setelah operasi katarak. Kondisi ini di tandai dengan presipitat granulomatosa keratik dan hipopion. Penyebab uveitis kronis adalah vitreous inkarserata, malposisi LIO, dan fragmen lensa kristalin yang tersisa

  1. Asigmatisme

Astigmatisme dapat timbul terutama pada teknik EKIK dan EKEK karena perubahan kelengkungan kornea akibat insisi yang besar, kekuatan jahitan pada kornea, lokasi insisi, astigmatisme yang sudah ada sebelumnya (memberat setelah operasi), dan usia lanjut. MSICS dengan insisi sclerocorneal di temporal menimbulkan kasus astigmatisme yang lebih sedikit daripada insisi yang di lakukan di superior

  1. Dislokasi Lensa Intraocular

Dislokasi lensa intraokular (LIO) dapat terjadi intrakapsular atau ekstrakapsular. Risiko dislokasi LIO meningkat pada pasien dengan sindrom pseudoeksfoliasi, gangguan jaringan ikat yang menyebabkan gangguan zonula, uveitis, miopia berat, LIO pada sulkus/peletakan haptic LIO yang tidak seluruhnya di capsular baghaptic LIO rusak, dan pasien dengan riwayat operasi vitreoretinal.

Belum di ketahui dengan pasti bagaimana cara menghilangkan katarak. Namun Operasi menjadi satu-satunya cara untuk menghilangkan kondisi mata yang mengalami penyakit katarak. Namun ternyata metode operasi sendiri memiliki berbagai risiko komplikasi yang dapat terjadi pada pasien. Kendari demikian sebagai mana yang telah di jelaskan di atas bahwa kecil risikonya seseorang mengalami risiko komplikasi akibat operasi pembedahan penyakit katarak. Apalagi alat untuk pemedahan sudah semakin modern. Tentu dapat mengurangi risiko komplikasi akibat operasi pembedahan katarak.

Demikian penjelasan dari Kawan Mama mengenai risiko komplikasi akibat operasi pembedahan penyakit katarak. Pasca operasi memang akan muncul sesuatu yang tidak normal pada bagian mata. kondisi ini sudah menjadi hal yang umum terjadi. Namun apabila muncul gejala yang aneh, sebaiknya langsu periksakan kondisi mata pada dokter.

Semoga tulisan ini dapat membantu dan bermanfaat. . .

 

 

 

 

Sumber :

  • Alomedika
  • Allaboutvision