Pernikahan Yang Haram Di Lakukan

Pernikahan Yang Haram Di Lakukan

 Jenis-Jenis Pernikahan Yang Haram Di Lakukan

Pernikahan Yang Dilarang Islam

 

Hallo Kawan Mama,

Pernikahan merupakan salah satu ibadah sunnah yang telah di anjurkan oleh Rasulullah SAW. Dengan melaksanakan pernikahan, suami dan istri akan mulai menjalin hidup baru untuk membangun hubungan rumah tangga yang sakinah, mawadah, warohmah. Tujuan dari berlangsungnya pernikahan juga untuk mendapatkan anak atau keturunan sebagai penerus keluarga.  Allah sendiri telah menjelaskan perkara nikah dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 32, yang berbunyi:

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S An-Nur : 32)

Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam kitabnya yang mengulas tentang Fiqih Wanita. Mengatakan bahwa, meski menikah adalah bagian dari syariat, namun Allah dan Rasulnya melarang tejadinya pernikahan dalam lima kondisi. Di antaranya nikah syighar, nikah mut’ah, nikah dengan wanita belum selesai iddah, nikah muhallil dan nikah dengan yang menjalankan ihram. Berikut akan Kawan Mama paparkan tentang pernikahan yang haram di lakukan menurut Agama Isalm. Sebagi berikut,

Pernikahan Yang Haram Di Lakukan Dalam Islam

  1. Nikah Syighar

Pengertian Nikah Syighar

suatu pernikahan akan di anggap sebagai nikah syighar apabila seorang pria berkata kepada pria lain, “Pernikahankanlah aku dengan puterimu, maka aku akan pernikahankan puteriku dengan pribadimu”. Atau ia berkata, “Pernikahankanlah aku dengan saudara perempuanmu, maka aku akan pernikahankan saudara perempuanku dengan pribadimu”.

Secara bahasa, nikah syighar berasal dari kata Assyighor yang berarti mengangkat. Nikah syighar ini menjadi haram karena tidak adanya kesesuaian dengan tujuan menikah seperti yang telah Allah firmankan dalam Al-Qur’an surat Ar Rum ayat 21 yang berbunyi,

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan di jadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Menurut Syekh Kamil, nikah Syighar adalah seseorang yang menikahkan anak gadisnya dengan syarat bahwa orang yang akan menikahi anaknya harus menikahkan putri yang ia miliki dengannya. Baik dengan adanya mas kawin atau tidak dengan mas kawin sama sekali. “Semuanya itu tidak di benarkan menurut syariat Islam,” katanya.

Pendapat Ulama

Syekh Kamil berpendapat bahwa, tidak ada kewajiban nafkah, warisan dan juga mas kawin dan tidak akan berlaku padanya (orang yang melakukan nikah syighar) segala bentuk hukum yang telah berlaku pada kehidupan pernikahan pada umumnya.

Beliau menambahkan, jika orang tersebut tahu adanya larangan nikah syighar namun tetap melakukannya, maka berlaku baginya “had” (hukuman secara penuh). Dan anak hasil dari pernikahan tersebut tidak dapat di serahkan kepadanya.

Namun, bila orang tersebut tidak tahu adanya larangan tersebut, maka tidak ada baginya dan anak hasil pernikahan tetap berada di pihaknya. Begitu pula dengan wanita yang di nikahi, bila ia tahu larangan tersebut maka ia harus mendapatkan hukuman dalam kurung. Dan jika ia tidak tahui maka baginya tidak ada hukuman, Rasulullah SAW bersabda.

“Nikah syighar itu adalah seorang laki-laki mengatakan kepada laki-laki lain: nikahkan aku dengan putraimu maka aku akan menikahkan kamu dengan putriku. Atau nikahkan aku dengan saudara perempuanmu maka aku akan menikahkan kamu dengan saudara perempuanku.”  (HR  Muslim).

Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Imam Malik berpendapat bahwa, nikah syighar tidak di perbolehkan oleh syariat Islam. Artinya, pernikahan tidak akan sah baik sudah berhubungan badan atauun belum. Jika seseorang mengatakan “Aku nikahkan engkau dengan putriku, namun kamu harus menikahkan aku dengan putrimu, dengan mas kawin 100 Dinar. Maka tidak ada sama sekali kebaikan dari itu.”

Menurut Ibnu qasim, nikah syighar tetap sah bila telah berhubungan badan. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa, nikah syighar akan batal jika mahar tidak di sebutkan di dalamnya. Bila mahar di sebutkan, baik itu dari kedua belah pihak maupun salah satu pihak, maka di tetapkan sebagai pernikahan bersama dan mahar yang di sebutkan tadi menjadi batal.

Untuk itu bagi masing-masing dari keduanya harus membayar mahar dalam jumlah yang sama jika meninggal dunia atau berhubungan badan dengannya atau setengah dari mahar jika menceraikannya sebelum berhubungan badan.” kata Imam Syafi’i.

  1. Nikah Mut’ah

Menurut Ibnu Hazm nikah Mut’ah adalah nikah yang di lakukan dengan batas waktu tertentu yang telah di larang dalam Islam. Pada masa Rasulullah nika mut’ah pernah di perbolehkan namun Allah telah menghapus dan melarangnya melalui lisan Rasul. Dari Ali bin Abi Thalib RA berkata,

Rasulullah SAW melarang nikah Mut’ah dan juga daging keledai peliharaan pada masa perang khabir.

Dari Ibnu Abbas r.a,

“nikah mut’ah ada pada saat awal masa Islam. Ada seorang yang mendatangi suatu negeri yang asing baginya. Kemudian ia menikah dengan seorang wanita dari negeri tersebut dengan perkiraan bahwa ia akan tinggal dan hidup di sana dengan wanita yang ia nikahi yang bisa menjaga serta mengatur barang-barang dagangannya. “

Sehingga turunlah firman Allah yang artinya

“kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, Ibnu Abbas melanjutkan, semua kemaluan selain dua kemaluan tersebut, maka hukumnya adalah haram.” (HR Ath-Thabrani).

  1. Nikah Muhallil

Nikah Muhallil adalah Ketika ada wanita Muslim yang telah di talak tiga kali oleh suaminya dan haram bagi si lelaki untuk rujuk lagi denganya. Hal ini berdasarkan pada firman Allah surat Al-Baqarah ayat 230,

“Jika suami telah menthalaknya (sesudah di jatuhkan talak yang kedua), maka perempuan itu tidaklah lagi halal baginya, hingga ia menikahi laki-laki lain.” (Q.S Al-Baqarah : 230)

Syekh Kamil menegaskan bahwa apabila sang suami menyuruh orang lain untuk menikahi istri yang sudah di thalak tiga kali, dengan maksud suami pertama dapat menikahi wanita itu kembali, maka pernikahan seperti ini sama sekali tidak di benarkan. Hal ini di dasarkan pada riwayat Ibnu Mas’ud: Rasulullah melaknat muhallil dan muhallal lahu (HR. Abu Dawud Ibnu Majah dan Tirmidzi)

  1. Menikahi Wanita Yang Sedang Haid

Istri yang sudah tidak memiliki suami, baik karena cerai atau karena di tinggal suami akan memilki masa iddah. Syekh Kamil berpendapat bahwa, bila menikahi wanita sebelum masa iddahnya selesai, maka nikahnya akan di anggap batal. Baik telah berhubungan badan maupun belum atau telah berlangsung lama maupun sebentar.

Selain itu, tidak ada warisan antara keduanya dan tidak ada kewajiban memberikan nafkah serta mahar bagi wanita tersebut dari si pria.

“Jika salah satu dari keduanya telah mengetahui akan adanya larangan nikah tersebut, maka di berlakukan kepadanya had atau hukuman atas orang yang berzina, yaitu rajam,” katanya.

  1. Nikahnya Orang Ihram

Apabila seseorang melangsungkan pernikahan ketika sedang menunaikan ibadah Haji ataupun umrah kemudian melakukan tahallul, maka pernikahan di anggap batal. Bila ingin melangsungkan pernikahan maka hendaklah ia melakukannya setelah haji atau umroh di selesaikan.  Rasulullah SAW bersabda,

“Seorang yang sedang berihram tidak boleh menikah dan tidak boleh di nikahkan dan tidak boleh meminang. “ (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi).

Dari penjelasan hadis tersebut maka dapat di simpulkan bahwa apabila pernikahan di lakukan ketika masih dalam keadaan ihram, atau ibadah haji maupun umroh belum selesai maka pernikahan di anggap batal atau tidak sah, dan pernikahan jenis ini di larang dalam Agama Islam.

Demikian ulasan oleh Kawan Mama terkait nikah yang haram untuk di lakukan. Dalam Agama Islam, terdapat beberapa aturan tentang pernikahan, seperti adanya rukun dan syarat melakukan pernikahan. Agama Islam tentu mengatur rinci setiap aspek kehidupan manusia di segala lini, tak terkecuali tentang pernikahan. Jika ingin melakukan pernikahan hendaklah cari tahu dulu apa saja yang di bolehkan dan di larang oleh Islam, agar pernikahan  mendapat ridho dari Allah SWT.

Semoga tulisan ini dapat membantu dan bermanfaat. . .

 

 

 

 

Sumber

  • Republika
  • Ayobandung
Nikah Siri Menurut Hukum Dan Agama Islam

Nikah Siri Menurut Hukum Dan Agama Islam

Nikah Siri Menurut Hukum Dan Agama Islam

Nikah Sirri

 

Hallo kawan mama,

Pada dasarnya, Allah telah menciptakan mahlukn-Nya dengan berpasang-pasangan, manusia dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan , hewan jantan dan betina, siang serta malam dan lain sebagainya. Seseorang manusia akan hidup berpasangan-pasangan dan menjadi suami istri kemudian membangun sebuah rumah tangga yang mereka inginkan. Namun untuk mendapatkan itu semua, haruslah melewati sebuah ikatan dan pertalian berupa di laukukanya akad nikah atau ijab Kabul dalam acara perkawinan.

Dalam hukum islam tujuan perkawinan adalah menjalankan perintah allah SWT agar memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dan membentuk keluarga yang bahagia. Namun banyaknya kasus berupa temuan terjadinya perkawinan siri di berbagai media, seperti pada media cetak, media televisi, maupun tayangan-tayangan lain yang banyak membahas maraknya perkawinan siri.

Sebenarnya apa sih nikah siri itu? bagaiaman sih hukum dari nikh siri?. Pasti tidak sediit dari kamu yang berfikiran seperti pertanyaan tersebut. Kenapa banyak sekali yang melakukanya, bahakan mulai dari tokoh politik, artis maupun orang biasa. Tenang, berikut ini akan kawan mama bahas seputar penegertian dari nikah siri.

Pengertian nikah siri

Siri secara bahasa berasal dari bahasa Arab, yang berarti rahasia. Imam Maliki berpendapat bahwa nikah siri adalah nikah yang di lakukan bedasarkan kemauan dari suami, dengan para saksi pernikahan yang harus merahasiakannya dari siapapun, tak terkecuali keluarganya. Dalam sudut pandang Madzhab Maliki, tidak di bolehkan praktek nikah siri tersebut di lakukan. Jika pasangan tersebut telah melakukan hubungan badan serta di akui oleh empat saksi maka pasangan tersebuta dapat di kenai hukuman berupa cambuk atau rajam. Madzhab Syafi’i dan Hanafi juga tidak memperbolehkan pernikahan siri terjadi.

Sedangkan dalam pandangan Madzhab Hambali nikah siri boleh di lakukan apabila nikah di langsungkan dengan ketentuan syari’at Islam yang telah di penuhi walaupun pernikahan di rahasiakan oleh pasangan, wali dan saksinya. Hanya saja ikah siri ini akan di hukumni makruh. Dalam sejarah Khulafaurrasyidin, Umar bin Khatthab sebagai khalifah waktu itu pernah mengancam orang yang menikah sirri dengan di hukum had atau dera.

Secara garis besar, nikah siri adalah pernikahan yang di lakukan secara adat atau secara syari’at dan di lakukan secara sembunyi-sembunyi dan tidak di publikasikan. Bahkan pada keluarga yang bersangkutan dan tidak di laporkan pada Kantor Urusan Agama (KUA) atau kantor catatan sipil (capil). Nikah sirih menjadi polemik akibat dari pernikahan yang tidak di laporan pada KUA yang dapat merugikan pihak wanita. Apa bila terjadi masalah atau perceraian dalam rumah tangga tersebut, maka KUA tidak dapat meninda lanjuti perkara terseut karena pernikahan tersebut tidak terdaftar dalam catatan KUA.

Syarat Nikah siri

Perbikahan yang di lakukan secara siri umumnya di lakukan oleh seseorang yang beragama Islam. Sedangkan dalam Islam, syarat sahnya pernikahan adlah terpenuhi 5 rukun nikah. Rukun ini berupa adanya calon suami, calon istri, wali dari pihak perempuan, 2 orang saksi laki-laki, serta ijab dan kabul. Dengan demikian, rukun nikah menjadi salah satu hal yang harus di penuhi sebelum nikah di laksanakan.

Syarat sah nikah siri

    1. Beragama islam
    2. Memiliki jenis kelamin jelas (bukas transgender)
    3. Tidak ada unsur paksaan, mendapat izin dari wali yang sah
    4. Belum memiliki 4 orang istri, dan si perempuan bukan istri dari orang lain serta tidak dalam masa iddah
    5. Bukan mahramnya (tidak ada hubungan darah)
    6. Tidak melaksanakan nikah pada saat sedang ihram (haji)

Hukum nikah siri

Apabila rukun dan syarat pernikahan siri tersebut telah terpenuhi, maka akad nikah dapat di laksanakan. Dan pernikahan tersebut di anggap sah secara syari’at Islam. Meski begitu, di mata hukum pernikahan di anggap tidak sah karena pernikahan tersebut tidak tercatat oleh KUA. Hukum negara hanya akan menganggap sah sebuah pernikahan apabila data pernikahan tersebut tercatat oleh KUA.

Hukum tentang pernikahan telah di atur dalam UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang menjelaskan bahwa setiap perkawinan yang terjadi harus masuk dalam catatan menurut peraturan perundang-undangan yang telah berlaku. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 juga menjelaskan bahwa setiap pernikahan yang telah di lakukan harus di awasi oleh pegawai pencatat pernikahan. Dengan begitu, nikah yang di lakukan secara siri di anggap tidakak sah secara hukum, karena akta nikah dan surat resmi tentang legalitas pernikahan tersebut tidak ada.

Sedangkan dalam pandangan hukum, Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Yuniyati Chufaiza berpendapat bahwa, wanita akan mendapat kerugian dari  pernikahan siri. Pertama, wanita akan kehilangan hak perlindungan sebagai istri karena status pernikahannya yang tidak tercatat secara sah oleh hukum. Akibatnya, rentan terjadi kekerasan kepada wanita dalam hubungan rumah tangga. Selain itu, wanita sebagai istri juga rentan di tinggal suami tanpa mendapat tunjangan.

Ia juga menambahi, rata-rata pernikahan siri di lakukan karena ingin berpoligami dengan wanita yang masih muda. ”Pernikahan siri adalah jalan masuk ke pernikahan dini. Karena pernikahan dini, membuat anak akan kehilangan hak-haknya. Dampak negatifnya ialah meningkatnya angka kematian seornag ibu. Hampir setengah dari ibu yang meninggal ketika melahirkan ialah perempuan-perempuan berusia remaja yang menikah dalam usia dini,” tutur Yuniyati.

Komisioner Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KKPAI), Susanto, mengatakan bahwa, anak-anak yang lahir dari pernikahan siri rentan di tinggal oleh orang tua mereka, terutama sang ayah. Anak juga tidak memiliki akta kelahiran. Akibatnya, anak akan kesulitan mendaftar sekolah karena untuk masuk sekolah di perlukan akta kelahiran. ”Anak juga bisa untuk tidak mendapat hak-hak pengasuhan dari sang ayah karena tidak adanya bukti yang mengaitkan mereka sebagai darah daging,” ucapnya.

Akibat Nikah Siri

Nikah siri dapat mengakibatkan beberapa hal yang tidak di inginkan. Berikut adalah kerugian yang mungkin di dapat dari pernikahan siri yang tidak tercatat dalam lembaga pencatatan sipil

    1. Tidak adanya ikatan hukum yang sah antara suami dan istri sehingga apabila terjadi penipuan, kekerasan dan resiko lain dapat mengakibatkan kerugian baik secara materi maupun non-materi
    2. Istri dengan status nikah siri tidak dapat menggugat cerai suami, karena hak untuk melakukan talak ada pada suami. Tanpa ada catatan hukum maka istri tidak dapat menuntut cerai. Terlebih jika suami durhaka terhadap istri, tidak mau menceraikan dan hanya menzaliminya. Akan sangat di sayangkan jika hak ini terjadi pada istri yang memiliki ciri-ciri istri shalehah
    3. Anak yang di lahirkan dari pernikahan siri tidak akan memiliki kejelasan karena tidak tercatat dalam lembaga pencatatan sipil. Hal ini dapat membuat istri dan anak mengalami kerugian. Terutama terkait tanggung jawab dari suami jika suatu hari suami pergi atau mentalak istri atau bahkan jika suami meninggal dunia. Maka anak tidak berhak mendapatkan hak waris dari sang ayah secara hukum.

 

Demikian tadi pembahasan kawan mama mengenai pengertian nikah siri menurut pandangan agama Islam dan nikah siri secara hukum negara. Ada baiknya pernikahan di laksanakan secara aturan agama maupun aturan negara agar tidak menimbulkan masalah-masalah dalam rumah tangga dan masalah lainya.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

 

 

Sumber

  • Dalamislam
  • Popbela
Syarat Dan Rukun Nikah Dalam Agama Islam

Syarat Dan Rukun Nikah Dalam Agama Islam

Syarat Dan Rukun Nikah Dalam Agama Islam

Akad Nikah

 

Hallo kawan mama,

Di dalam agama Isalam, menikah adalah salah satu ibadah sunah yang di ajarkan oleh Nabi SAW. Pernikahan adalah suatu hal yang di maknai sebagai janji suci yang menghubungkan dan mengikat seorang pria dengan wanita secara lahir maupun batin sebagai suami istri. Tujuannya adalah membentuk sebuah keluarga bahagia dan harmonis dan membuat keturunan berdasarkan ajaran Islam.

Dalam hadist yang di riwayatkanoleh Imam Bukhari, Rasulullah SAW pernah bersabda:

“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya.” (H.R Bukhari)

 

Dalam ajaran agama Islam, sebelum melangsungkan pernikahan terdapat rukun nikah dan  syarat nikah yang harus terpenuhi terkebih dahulu dari calon mempelai. Apabila syarat dan rukun tidak terpennuhi, maka pernikahan akan di anggap tidak sah menurut agama.

Menikah bukanlah suatu hal yang mudah, seperti halnya kamu akan memulai kehidupanmu yang baru bersamanya sampai maut memisahkan. Nah bagi kamu yang berencana untuk membangun bahtera rumah tangga bersama pasangan, berikut adalah rukun dan syarat sah nikah dalam agama Islam.

Syarat Nikah

  1. Beragama islam

Dalam agama Islam, ketika seseorang ingin menikah, maka mempelai atau calon suami istri, haruslah beragama islam. Tidak akan di anggap sah sebuah pernikahan apabila satu di antara kedua calon suami istri bukanlah seorang muslim.

  1. Mempelai laki-laki bukanlah mahram dari si wanita

Sebuah pernikahan yang akan di laksanakan tidak akan di anggap sah apabila seorang mempelai laki-laki merupakan mahram dari mempelai wanita. Dalam agama Islam, pernikahan akan di katakan sah apabila mempelai laki-laki bukanlah mahram sama sekali dengan mempelai wanita. Yang di maksud mahram ialah hubungan darah atau keluarga atau saudara dekat seperti, saudara sepersusuan, saudara ipar, ibu tiri, anak tiri, menantu dan cucu. Dari sini kita dapat menegtahui bahwa pentingbagi seseorang yang ingin menikah untuk mengecek  dan mengetahui silsilah keluarga dari kedua belah pihak sebelum melangsungkan pernikahan.

  1. Mengetahui siapa wali dari akad nikah

Sebelum melangsungkan pernikahan seorang mempelai laki-laki harus mengetahui siap yang akan menjadi wali nikah dari mempelai wanita. Pada kondisi tertentu ada seorang ayahyang tidak dapat menjadi wali dari anak gadisnya. Sedangkan ada seorang yang bukan ayahnya namun dapat menjadi walinya untuk melakkan pernikahan. Dan apabila seorang mempelai wanta tidak memilik wali dari keliarga atau kerabat maka dapat di wailkan oleh wali hakim.

  1. Tidak sedang haji atau berihram

Ibadah haji adalah salh satu dari rukun islam yang harus dilakukan bagi orang yang mampu. Namun ketik haji, di larang bag semua umat muslim untuk melakukan pernikahan, sebab mereka tengah dalam kondisi berihrom. Walaupun kita tahu, ketika sedang haji semua ibadah dan amal baik akan di lipat gandakan. Namun untuk pernikahan yang di lakukan ketika sedang haji maka itu di anggap tidak sah dan di larang.

  1. Tidak adanya unsur paksaan

Dalam melangsungkan keinginan untuk menikah, ketika di temukan unsur paksaan maka pernikahan tidak dapatdi langsungkan atau di anggap tidak sah. Pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan harus di lakukan dengan suka rela. Hal ini bertujuan agar tidak terjadinya perceraian karena rumah tangga yang urang harmonis atau alasan lain sebagainya. Meskipun cerai di perbolehkan dalam agama Islam, namun Allah sangat membenci dengan perceraian.

Rukun Nikah

  1. Adanya mempelai laki-laki

Dalam pelaksanaan nikah, yang di wali dari acara akad nikah seorang mempelai pria wajb hadir saat ijab qobul berlangsung. tidak akan di anggap sah apabila mempelai pria tidak ada atau tidak datang ketika ijab qobul berlangsung. Mempelai pria tidak di perbolehkan untuk di wakili, karena prosesi ijab qobul adalah prsoses di mana penyerahan sebuah tanggung jawab di berikan dari pihak mempelai wanita kepada mempelai pria.

  1. Adanya mempelai wanita

Ketika ingin menunaikan ibadah sunnah seperti menikah, maka syarat yang kedua berupa adanya mempelai wanita yang sah untuk di nikahi. Seorang wanita yang memiliki status mahram dengan mempelai pria tidak di perbolehkan menikah dengan calon mempelai pria tersebut. Ini juga berlaku pada wanita yang memiliki hubungan persusuan dan hubungan kemertuaan dengan mempelai pria.

Tidak hanya itu, wanita yang tengah hamil atau berada dalam masa iddah karena di tinggal suami atau telah bercerai dengan suami.

  1. Wali untu mempelai wanita

Adanya seorang wali dari mempelai wanita merupakan rukun islam yang ketiga. Baiknya wali dari mempelai wanita adlah ayah kandungnya sendiri. Namun ketika ayah kandung tidak ada, sudah meninggal atau berhalangan lantaran suatu kondisi yang mendesak. Maka wali dapat di wakilkan kepada kakek atau saudara laki-laki dari garis keturunan ayah.

  1. Adanya dua orang laki-laki sebagai saksi

Tidak akan sah bagi siapa saja yang melangsungkan akad nikah tanpa adanya seorang saksi. Dan dua orang yang menjadi saksi tersebut haruslah dari kaum laki-laki. Dan kedua laki-laki tersebut harus memnuhi beberapa syarat agar dapat menjadi saksi nikah. Seperti beragama islam, telah baligh, berakal, adil dan merdeka (bukan budak).

Dua oarng saksi tersebut dapat di ajukan dari pihak keluarga, kerabat atau teman dekang saksi tersebut dapat di ajukan dari pihak keluarga, kerabat atau teman dekat yang dapat di percaya.

  1. Adanya sighat ijab dan qobul

Adanya sighat ijab dan kabul merupakan bagian inti dari akad nikah. Tidak akan sah sebuah pernikahan apabila terjadi tanpa adanya sighat dan ijab qobul. Bagi seorang yang tidak bisa berbicara dapat dilakukan dengan bahasa isyarat atau bahasa lainya.

  1. Mahar

Dalam pelakasaan akad nikah, selain beberapa ketentuan diatas. Ada pula suatu hal yang perlu di lakukan, yaitu pemberian mahar atau maskawin dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan. Tidak di sebutkan berap jumlah minimal atau jumlah maksimal dari sebuah mahar atau maskawin. Umumnya mahar di berikan dari seorang mempelai pria kepada wanita dengan sudah terjalinya sebuah kesepakatan. Dan di dalam akad nikah pun mahar menjadi salah satu syarat sah dari sebuah akad nikah yang berlangsung.  seperti firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 4 yang berbunyi.

“Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (orang yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”. (Q.s (4):4)

 

Demikian pembahasan tentang syarat dan rukun nikah. Jika salah satu dari syarat dan rukun tidak terpenuhi, maka akad nikah di anggap tidak sah. Pernikahan adalah ibadah sunnah yang telah Allah perintahkan kepada hambanya. Sebaiknya pesiapkan diri dengan matang terlebih dahulu sebelum akad nikah di laksanakan. Jangan terlalu terburu-buru mennikah tanpa adanya persiapan yang matang. Hal ini bertujuan agar kelak pernikahan kamu dapat langgeng dan hamonis dan di berkahi oleh Allah.

Sekian pembahasan terkait syarat dan rukun nikah menurut agama islam. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat. . .  Amin.

 

 

Sumber

  • Idntimes
  • hukumonline

 

 

Dosa Suami Kepada Istri

Dosa Suami Kepada Istri

Dosa Suami Kepada Istri Menurut Agama Islam

Dosa Suami Kepada Istri

 

Hallo Kawan Mama,

Di dalam sebuah hubungan rumah tangga, rasa cinta dan kasih sayang perlu di tunjukkan dan di rawat oleh seorang suami dan istri. Sebab, rasa cinta adalah alasan utama sesorang menunaikan pernikahan.  Dengan adanya rasa cinta antara suami dan istri, akan membuat keduanya saling mengerti peran dan tanggung jawab memenuhi hak dan kewajiban pada keduanya dengan sebaik-baiknya.

Dalam niat melangsungkan pernikahan, tentunya suami dan istri mengharapkan agar rumah tangganya nanti akan menjadi rumah tangga yang sakinah, mawadah, warohmah. Dan untuk mewujudaknya perlu adanya usaha dengan menjalankan peran di antara keduanya dengan sebaik-baiknya. Namun tidak jarang di dalam rumah tangga mengalami berbagai ujian dan cobaan yang datang. Cobaan tersebut bisa di artikan sebagi proses bagi keluarga untuk bertambah harmonis, namun juga bisa mengganggu hubungan rumah tangga menjadi tidak baik.

Di dalam sebuah rumah tangga, suami dan istri tentu memiliki peran yang berbeda, selayaknya dengan kewajiban suami kepada istri dan kewajiban istri kepada sang suami. Sebagaimana peran seorang suami yang telah di jelaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 34, yang artinya.

“kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena itu Allah telah melebihkan sebagian dari mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita). Dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalih ialah wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena itu Allah telah memlihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawtirkan nuzyusnya, maka nasihatilah mereka dan oisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukulah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah maha tinggi lagi maha besar.” (Q.S An-Nisa : 34)

Sedangkan sang istri yang memiliki peran istimewa sebagaimana telah di jelaskan oleh Raulullah. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya.

“dunia ini penuh dengan kenikmatan. Dan sebaik-baiknya kenikmatan adalah istri yang shalihah.” (H.R Muslim)

Pada kesempatan kali ini, Kawan Mama akan membahas mengenai perbuatan dosa seorang suami kepada sang istri. Tentu hal ini wajib di pahami juga bagi kaum istri agardapat mengingatkan suami untuk tidak melakukan dosa-dosa sebagai berikut.

Dosa Suami Kepada Istri

Tidak jarang di dalam sebuah keluarga, seorang suami lalai atau bahkan tidak melakukan kewajibanya kepada istri dan melakukan tindakan kesalahan yang bertentangan dengan perintah Allah SWT yang melanggar hak  seorang istri. Dengan tindakan yang di lakukan suami tersebut dapat membuat hubunganya dengan sang istri menjadi terganggu dandapat menyebabkan konflik dalam keluarga. Oleh karena itu, sebaiknya bagi suami harus mengetahui hal-hal yang di kategorikan sebagai perbuatan dosa terhadap sang istri.

    1. Tidak Mengajarkan Ilmu Agama Pada Istri

Seorang laki-laki yang telah melangsungkan pernikahan, maka seketika itu juga ia mendapatkan tanggung jwab dan kewajiban untuk mengajarkan ilmu Agama pada sang istri. Peran suami bukan hanya memberi istri uang dan memenuhi kebutuhan sebagai bentuk kewajibanya menafkahi istri saja. Namun ia juga memiliki kewajiban untuk mengajarkan ilmu Agama sebagai bagian dari nafkah batin kepada sang istri.

Hal tersebut agar dapat menjauhkan dirinya dan sang istri dari api neraka dan pedihnya azab kubur. Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an surat At-Tahrim ayat 6, yang artinya.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang di perintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengajarkan apa yang di perintahkan.” (Q.S At-Tahrim : 6)

    1. Tidak Adanya Rasa Cemburu Kepada Istri

Pada umunya, cinta kasih yang terjalin dalam sebuah ikatan pernikahan memilki unsur kecemburuan sebagai tanda rasa cinta antara suami dan istri. Sehingga menjadi wajar apa bila di antaranya memiliki rasa cemburu karena dengan begitu, rasa cinta kasih di antaranya akan tetap ada. Sebaliknya, jika tidak ada rasa cemburu antara keduanya maka patut di pertanyakan rasa cinta kasih di antara keduannya.

Suami yang baik adalah suami yang tetap memiliki rasa cemburu terhadap sang istri, apalagi apabila sang istri tengah berbicara atau pergi dengan laki-laki lain. Jika suami tidak memiliki rasa cemburu sedikitpun kepada sang istri maka ia telah melakukan perbuatan dosa. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

“tiga golongan yang Allah tidak akan melihat mereka di hari kiamat adalah seseorang yang durhaka kepada orang tuanya, wanita yang menyerupai laki-laki dan ad dayyuts.” (H.R An-Nasa’i) Ad-Dayyuts merupakan istilah bagi laki-laki yang tidak memiliki kecemburuan kepada keluarga/istri).

    1. Tidak Menafkahi Istri/Keluarga

Memberi nafkah kepada istri merupakan sebuah kewajiban bagi setiap dari kaum laki-laki yang telah menikah. Sebab ketika laki-laki telah menikah, maka ia memiliki tanggung jawab untuk menuneikan kewajibannya, salah satunya adalah memberi nafkah kepada sang istri. Karena bagaimanapun juga, wanita yang menikah maka ia telah meninggalkan keluarganya untuk hidup dan mengabdikan dirinya pada sang suami. Istri juga melayani dan menyenangkan istri sebagai kewajiban dan perannya dalam berumah tangga.

Oleh sebab itu, akan menjadi dosa besar apabila suami tidak memberikan nafkah kepada sang istri, sebab sudah menjadi hak seorang istri untuk di nafkahi oleh suami. Hal ini juga telah di jelaskan oleh Rasulullah SAW, beliau bersabda.

“seseorang cukup di pandang berdosa apabila ia menelantarkan belanja orang yang menjadi tanggung jawabnya.” (H.R Muslim, Abu Dawud, Ahmad dan Thabrani)

    1. Membiarkan Istri Mencari Nafkah

Seperti yang telah di jelaskan di atas, suami memiliki tanggung jawab untuk memberi nafkah kepada sang istri, lahir dan batin. Namun tidak jarang suami yang menyuruh istrinya untuk mencari nafkah sedangkan ia hanya menunggu hasil tanpa ada alasan yang tepat untuknya tidak mencari nafkah. Rizki setiap keluarga memang bisa datang tidak hanya melalui tangan suami, rizki keluarga juga bisa daatang lewat tangan seorang istri.

Namun hal tersebut tidak boleh menjadi dasar untuk suami agar hanya bergantung pada istri dan tidak pergi mencari nafkah. Sebab suami telah di berikan kedudukan oleh Allah sebagai seorang seorang pemimpin dan kepala kelauarga yang memiliki tanggung jawab penuh atas keluarga yang ia pimpin. Sebagai mana firman Allah dalam Surat An-Nisa ayat 34, yang artinya.

“kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kamu wanita. Hal ini karena Allah SWT telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita). Dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (Q.S An-Nisa : 34)

    1. Memendam Kebencian Terhadap Istri

Pada umumnya, berlangsungnya sebuah pernikahan di dasari oleh adanya rasa cinta kasih antara suami dan istri. Istri merupakan seorang teman hiudp, patner dan pendamping yang akan menemaninya untuk mengarungi samudra kehidupan di sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, tidak di perbolehkan di dalam hati seorang suami terdapat rasa benci kepada sang istri.

Adanya rasa benci antara seorang suami kepada istri tentu dapat membuat hubungan rumah tangga menjadi kacau. Karena tidak mungkin sebuah pernikahan akan dapat bertahan sementara ada kebencian di dalam hubungan tersebut. Membuat kesalahan dan berbuat khilaf adalah hal yang manusiawi di mana semua orang bisa melakukanya. Maka tugas seorang suami adalah memberi maaf apabila istri melakukan kesalahan atau kekhilafan dan tidak di perbolehkan baginya untuk membenci sang istri atas perbuatan yang istri buat. Karena bagaimanapun soeang istri tetaplah teman hidup yang sudah menjadi kewajiban bagi suami untuk membimbingnya ketika ia melakukan kesalahan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya.

“janganlah suami yang beriman membenci istrinya yang beriman, jika tidak menyukai satu ahlak darinya, maka dia pasti meridhai ahlak lain darinya.” (H.R Muslim)

    1. Tidak Mau Memebantu Istri Dalam Mengerjakan Pekerjaan Rumah

Sebagai  mana yang telah di jelaskan sebelumnya, suami merupakan kepala dan pemimpin keluarga yang memiliki tanggung jawab penuh atas kelaurga yang ia  pimpin. Hal ini juga termasuk kedalam kegiatan rumah tangga, yaitu pekerjaan rumah. Umumnya, pekerjaa rumah adalah kegiatan yang di lakukan oleh sang istri. Namun sebenarnya, pekerjaan rumah adalah tugas bagi seluruh anggota keluarga, dalam hal ini ialah suami dan istri.

Laki-laki biasanya tidak melakukan pekerjaan rumah karena ia merasa telah lelah seharian berkerja dan merasa pekerjaan rumah adalah tugas seorang istri. Hal tersebut sebenarnya keliru danti di benarkan. Suami juga memiliki tanggung jawab untuk membantu istri dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Sebagai mana Rasulullah yang telah memberi contoh dimana beliau membantu istrinya dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Sebagaimana dalam sebuah riwayat,

“beliau (Rasulullah SAW) membantu istrinya mengerjakan pekerjaan rumah dan jika datang waktu shalat maka beliau pun keluar untuk shalat.” (H,R Bukhari)

    1. Mengumbar Aib Istri

Keluarga yang bahagia dan mendapat ridho Allah adalah keluarga yang dapat menjaga kehormatan dan menjaga aib dari keduanya agar tetap terjaga dan tidak terdengar oleh orang lain. Sebagai penanggung jawab keluarga, suami hendaknya selalu menjaga kehormatan dan aib istrinya, terutama dalam hal jimak (berubungan badan). Karena aib yang terumbar akan membuat sakit hati sang istri dan hilangnya kepercayaan istri kepada suami.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

“sesungguhnya di antara orang yang paling buruk kedudukanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seseorang yang menggauli istrinya dan istrinya menggaulinya kemudian ia menyebarkan rahasia-rahasia istrinya.” (H.R Muslim)

    1. Berpoligami Dengan Tidak Mengindahkan Syariat

Pada dasarnya, melakukan poligami adalah perbuatan yang di perbolehkan dalam Agama Islam. Namun poligami tentu memiliki ketentuan-ketentuan yang dapat membuat kemaslahatan bagi orang yang melakukanya. Maka dari itu, seorang suami di perbolehkan melakukan poligami dengan catatan telah memenuhi syarat dan ketentuan syariat yang berlaku. Dan akan menjadi dosa besar apabila poligami di lakukan tidak dengan memenuhi syarat dan ketentuan syariat yang berlaku, salah satunya adalah bersikap adil.

Sebagaimana sabda firman Allah SWT dalam surat AnNisa ayat 3, yang artinya.

“kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinlah) seorang saja.” (Q.S An-Nisa : 3)

    1. Baik Dengan Orang Lain Namun Bersikap Buruk Dan Menyakiti Istri Secara Fisik

Dalam menjalankan hubungan kelauarga, suami sebagai kepala rumah tangga hendaknya selalu memberi perhatian dengan bersikap baik kepada istri sekalipun istri melakukan kesalahan. Beberapa kasus menyebutkan tidak jarang suami bersikap buruk dan kasar pada istri namun bersikap baik kepada orang lain agar wibawanya tinggi. Dan hal ini sangat di larang dalam Agama Islam. Sebagai mana sabda Rasulullah SAW, yang artinya.

“mukmin yang paling sempurna adalah mukmin yang baik akhlaknya, dan sebaik-baiknya kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (H.R Tirmidzi)

Suami juga tidak di prebolehkan ringan tangan (berbuat kasar) kepada sang istri. Sebab suami mempunyai tanggung jawab menunaikan kewajibanya untuk membahagiakan istri. Sekalipun isti telah melakukan kesalahan, suami tidak di perbolehkan untuk menyakiti istri, entah dengan bekata kasar maupun kekerasan fisik kepada istri. Suami adalah seorang kepala dan pemimpin keluarga yang memiliki tanggung jawab untuk membimbing sang istri untuk tidak melakukan hal yang salah.

Sebagaimana yang di katakana Rasulullah SAW,

“hendaklah engkau memberikan ia makan jika engkau makan, memberinya pakaian jika engkau berpakaian, tidak memukul wajah dan menjelek-jelekkanya.” (H.R Ibnu Majjah)

    1. Meremehkan Posisi Istri

Suami dan istri di dalam rumah tangga tentu memiliki kedudukan dan peran yang berbeda. Suami adalah seorang imam, kepala dan pemimpin keluarga, sedangkan sang istri adalah makmu bagi sang suami. Namun istri juga menjadi kepala kelauga ketika suami tengah pergi keluar. Dan perbedaan tersebut tidak boleh di jadikan dasar sang suami untuk meremehkan peran sang istri. Sebagaimana sabda Rasul tetang keistimewaan peran istri dalam rumah tangga, yaitu.

“wanita adalah tiang negara, jika wanitanya baik maka baiklah negara, dan jika wanita buruk maka negara juga akan ikut buruk”

Rumah tangga yang dapat menhadirkan kebahagiaan adalah rumah tangga yang di isi oleh rasa cinta dan kasih antara suami da istri dalam segala kondisi. Sebab cinta kasih adalah tembok pengahalang gangguan-gangguan dalam rumah tangga dan menjadi pondasi kokoh bagi setiap rumah tangga. Sebagai pemimpin keluarga, suami memiliki tanggung jawab untuk membahagiakan sang istri dan membimbingnya menuju jalan yang benar.  Dan di haram kan bagi suami untuk berkata buru, bersikap buruk dan melakukan hal-hal buruk yang dapat menyakiti hati atau fisik dari istri, sekalipun istri melakukan kesalahan. Sebab kesalahan seorang istri merupakan tanggung jawab bagi seorang suami untuk membimbing dan membuat istri untuk tidak mengulangi kesalahanya.

Demikain penjelasan dari Kawan Mama mengenai dosa seorang suami terhadap istri dalam rumah tangga menurut pandangan Agama Islam. Suami yang baik adalah suami yang dapat membahagiakan istri dan membimbingnya menuju jalan yang benar dan di ridhoi Allah SWT.

Semoga artikel ini dapat membantu dan bermanfaat. . .

 

 

 

 

Sumber :

  • Swarakita
  • Telisik
Kewajiban Suami Kepada Istri Dalam Islam

Kewajiban Suami Kepada Istri Dalam Islam

Kewajiban Seorang Suami Kepada Istri Dalam Islam

Kewajiban Suami Kepada Istri

 

Hallo Kawan Mama,

Keluarga bahagia yang harmonis pastilah merupakan impian setiap pria dan wanita sebagai pasangan suami istri. Maka dalam mewujudkannya, pasangan suami dan istri harus memainkan perannya dalam rumah tangga dengan sebaik-baiknya. Dengan adanya kerjasama dan dan saling mengisi kekurangan yang di miliki antara keduanya, maka insyaallah keluarga tersebut akan berjalan dengan sebagaimana mestinya.

Di dalam Agama Islam, di ada peran khusus yang harus di laksanakan oleh suami dan istri agar rumah tangga tetap berjalan dengan seimbang, terutama peran bagi seorang suami. Islam sangat memperhatikan kegiatan umatnya sampai pada bagian pernikahan sekalipun. Agama islam memerintahkan suami dan istri untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing dengan sebaik-baiknya. Dengan begitu, rumah tangga dapat berjalan dengan semestinya dan mendapat ridho serta berkah dari Allah SWT.

Dalam sebuah rumah tangga, peran seorang laki-laki sebagai memang merupakan peran yang sangat krusial. Lai-laki memilki tanggung jawab sangat besar di pundaknya, sebab ketika telah melangsungkan pernikahan, laki-laki secara tidak lengsung mendapat hak dan tanggung jawab penuh lebih sebagai suami dan kepala keluarga, serta imam bagi sang istri dan anak-anaknya nanti. Sebagai seorang, suami dan istri hendaknya harus mengetahui hak dan kewajiban di antara keduanya. Hal ini berguna untuk saling mengingatkan apabila salah satu di antaranya mengalami kelalaian.

Nah pada kesempatan kali ini, Kawan Mama akan membahasa mengenai kewajiban seorang suami yang harus di laksanakan dan di pertanggung jawabkan kepada sang istri sebagai kepala dan imam keluarga. Berikut ini penjelasanya.

Kewajiban Seorang Suami Kepada Istri

Imam Ghazali menerangkan kewajiban seorang suami kepada istriny dalam sebuah kitab yang berjudul “Majmu’ah Rasa’il Al Imam Ghazali” (kaira, Al-Maktabah At-Taufiqqiyah, halaman 442). Dalam kitab tersebut, beliau menjelaskan bahwa,

“adab suami kepada sitri yaitu : berinteraksi dengan baik, bertutur kata yang lembut, menunjukkan cinta kasih, bersikap lapang ketika sendiri, tidak terlalu sering mempersoalkan kesalahan, memaafkan jika istri berbuat salah, menjaga harta istri, tidak banyak mendebat, mengeluarkan biaya untuk istri dengan cara tidak bakhil, memuliakan keluarga istri, senantiasa memberi janji yang baik, dan selalu bersemangat terhadap istri.”

Berikut adalah penjelasanya.

  1. Berinteraksi Dengan Baik Kepada Istri

Sangat penting di dalam rumah tangga tentang adanay interaksi yang baik anatara suami dan istri. dengan adanya interkasi yang baik antara keduanya, maka rumah tangga dapat berjalan dengan semestinya. Suami memilki kewajiban untuk bersikap baik dengan sang istri untuk menjaga hubungan rumah tangga tetap berjalan dengan baik.

Dengan inetraksi yang baik dari suami kepada istri, maka dengan begitu istri akan merasa lebih di saying dan di hargai dalam menjalankan peranya sebagai seorang istri. Suami sebagai pemimpin dan penanggung jawab harus memberi contoh yang baik dalam berinteraksi kepada anggota keluarganya. Sebab dengan mencontihkan interaksi yang baik dapat membuat anggota keluarga mengikutinya dalam berinteraksi.

  1. Bertutur Kata Yang Lembut

Ketika suami melakukan pembicaraan dengan istri atau anggota keluarga lainya, hendaknya suami menggunakan tutur kata yang baik dan lembut. Sebab bagaiamanapun juga, istri merupakan seorang wanita yang identik sebagai mahluk yang lemah lembut dan tidak suka di kasari. Dengan tutur kata yang lembut, maka istri akan merasa lebih di hargai dan di sayangi. Tentunya sikap dan tutur kata yang lembut dapat akan bertimbal balik kepada sang suami nantinya.

  1. Menunjukkan Cinta Kasih

Selanjutnya, dalam sebuah rumah tangga, suami juga wajib dan harus selalu menunjukkan cinta kasihnya kepada sang istri. bukan hanya menunujukkan, namun juga memberikanya cinta kasih dengan perbuatan yang tulus dan dapat membuat istri menjadi senang dan bahagaia. Sebuah hubungan rumah tangga yang di isi dengan rasa cinta kasih pastinya akan membuat keluarga menjadi bahagia dan harmonis.

  1. Bersikap Lapang Ketika Sendiri

Arti dsari bersikap lapang ketika sendiri adalah sikap tidak terlalu merasakan ketergantungan pada istri. ketergantungan pada istri memang baik untuk membuat suasana keluarga menjadi lebih harmonis, namun suami juga perlu melakukan kegiatan sehari-hari ketika istri tidak bisa melakukanya.

Baiknya suami memliki kemandirian dalam melakukan sesuatu ketika istri sedang berhalangan atau pergi. Dengan begitu, suami juga tidak terlalu membebankan istri dalam mengurus dirinya sendiri. Tentunya ini akan membuat istri merasa tenang ketika suatu saat istri tengah tidak bisa melakukan hal yang biasa ia kerjakan.

  1. Memberi Maaf

Ketika suatu saat istri melakukan kesalahan, baiknya suami dengan lapang memaafkan kesalahan sang istri. karena bagaimanapun juga, manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Dan tidak pernah ada manusia yang tidak pernah  melakukan kesalahan. Hendaknya berilah maaf kepada istri, kemudian tegur dan bombing ia agar semakain menjadi manusia yang baik dan tidak mengulangi kesalahanya.

Hal ini juga berlaku pada sang suami, ketika suatu waktu suami melakukan kesalahan, jangan sungkan-sungkan untuk meminta maaf kepada istri, sekalipun kesalahan tersebut merupakan hal sepele. Sebab naluri seorang wanita adalah mahluk yang perasa, yang cenderung melihat segala sesuatu dengan perasaan, bukan dengan akal sehat. Oleh sebab itu, kesalahan sekecil apapun sebaiknya suami memeinta maaf kepada istri agar tidak terjadi hal-hal yang di inginkan.

  1. Tidak Banyak Mendebat

Perdebatan sangat di larang dalam Agama Islam, apalagi bagi pasangan suami dan istri. sebab perdebatan yang di lakukan dapat mengakibatkan perpecahan antara keduanya. Dalam menjankan kehidupan rumah tangga, tidak jarang terjadi perbedaan pendapat antara suami dan istri. dalam hal ini, suami sebaiknya mengalah dan tidak meneruskan perdebatan dan berinisiatif meminta maaf agar perdebatan selesai sekalipun suami benar.

Jika di antara keduanya tetap bersikukuh berdebat, maka bukan tidak mungkin perdebatan tersebut dapat menyulut emosi dan menimbulkan kekerasan yang menjadi awal kebencian. Pada akhirnya perceraian adalah buah dari perdebataab tersebut.

  1. Menjaga Harta Istri

Dalam hubungan rumah tangga, istri tentu memiliki hartanya sendiri, seperti mahar yang ia terima, dan upah hasil ia bekerja. Dalam hal ini, suami memilki kewajiban untuk menjaga harta istri dengan sebaik-baiknya. Suami tidak di perbolehkan mengklaim atau mengaku harta istri sebagai hartanya, dan ia juga tidak di perbolehkan untuk membelanjakan harta istri dengan semaunya.

Suami hanya boleh menggunakan harta istri dengan syarat apabila suami telah mendapat izin dan persetujuan dari sang istri untuk menggunakan harta sang istri. dengan meminta izin, maka istri akan merasa lebih di hormati dan di hargai dalam rumah tangga tersebut.

  1. Membiayahi Kebutuhan Istri Dengan Semestinya

Sebagai kepala keluarga, pada umumnya suami juga menjadi sumber nafkah bagi keluarga. Oleh sebab itu semua kebutuhan istri dan keluarga merupakan tanggung jawab sebagai suami. Pada zaman ini tidak jarang wanita yang menjadi sumber nafkah bagi keluarga, karena memang rizki keluarga bisa dating dari mana saja.

Suami ketika menjadi sumber nafkah keluarga harus memenuhi segala kebutuhan bagi istri dan keluarga. Ia juga mempunyai tanggung jawab untuk mengabulkan setiap keinginan istri apabila ia mampu. Dalam hal ini, istri juga tidak boleh berfoya-foya dengan meminta apa saja yang ia mau kepada suami tanpa melihat kemampuan dari sang suami.

  1. Memuliakan Keluarga Istri

Ketika sepasang laki-laki dan wanita menikah maka secara tidak langsung keluarga dari istri menjadi bagian dari keluarga suami, dan keluarga suami pun menjadi keluarga sang istri. dan di sini suami memliki kewajiban untuk memuliakan keluarga sang istri sebagaimana ia memuliakan keluarganya sendiri.

Karena bagaimanapun juga, orang tua dari sang istri telah menjadi orang tuanya juga, beserta keluarga dan kerabat dari sang istri menjadi menjadi bagian darinya. Dan sebagai bagian dari anggota keluarga tersebut, suami di wajibkan untuk memuliakan kelurga barunya seperti ia memuliakan keluarganya sendiri tanpa adanya pilih kasih.

  1. Selalu Bersemangat Kepada Istri

Dalam berumah tangga, perlu adanya ghairah yang di curahkan antara suami dan istri agar hubungan rumah tangga berjalan dengan baik. Hal ini juga menjadi kewajiban bagi suami untuk selalu bersemangat kepada istri, entah dalam berbicara, memberi perhatian, dan memberi nafkah istri lahir dan batin.

  1. Memberi Janji Baik

Sebagai suami pasti memiliki keinginan untuk membahagiakan istri dan keluarga. Namun tidak jarang bagi suami yang hanyut dengan perasaan tersebut kemudian membuat janji yang berlebihan dan melebihi kemampuannya utuk menepatinya. Hal ini akan baik ketika menjadi motivasi untuk membahagiakan sang istri. Namun bila janji yang ia ucapak hanya sebagai iming-iming dan tipu daya belaka, atau janji yang pasti ia tidak bisa menepati, maka itu tidaklah di perbolehkan.

Suami juga tidak boleh membuat janji yang berisi ancaman-ancaman  kepada istri. sebab dengan adanya ancaman tersebut istri akan menjadi ketakutan dan selalu was-was yang pada akhirnya istri tidak lagi betah berumah tangga dengan suami. Sebainya buatlah janji dalam hal baik yang dapat di tepati asalkan hanya di niatkan untuk membahagiakan istri.

Peran seorang laki-laki ketika menjadi suami adalah bertanggung jawab penuh pada istri dan keluarganya. Sebab seorang lelaki merupakan pemimpin dan imam keluarga, sekalipun ia bukan sumber utama nafkah keluarga namun seorang suami tetaplah pemimpin dan imam untuk istri dan keluarga. Oleh karena itu, suami memilki kewajiban untuk menjaga rumah tangganya agar dapat berjalan dengan semestinya. Agama Islam telah memerintahkan agr suami merawat dan menyayangi istri dan keluarganya dengan sebaik-baiknya.

Demikian pembahasan dari Kawan Mama mengenai kewajiban seorang suami kepada istri dalam Agama Islam. Suami yang baik adalah suami yang dapat menjaga dan membahagiakan istri dan keluarganya dengan cara yang amanah. Dan cara yang amanah tersebut adalah dengan mejalankan kewajiban-kewajibanya dengan sebaik-baiknya.

Semoga tulisan ini dapat membantu dan bermanfaat. . .

 

 

 

 

Sumber :

  • Theasianparent
  • Orami
Kewajiban Seorang Istri Dalam Islam

Kewajiban Seorang Istri Dalam Islam

Kewajiban Seorang Istri Dalam Islam

Kewajiban-Seorang-Istri

 

Hallo Kawan Mama,

Pernikahan merupakan sebuah ibadah yang di anjurkan untuk di laksanakan bagi setiap umat islam yang memilki kemampuan. Tujuannya adalah membangun keluarga baru dan membuat keturunan sebagai penerus keluarga dan umat. Tentunya setiap orang yang ingin menikah menginginkan pernikahannya menjadi bahagia dan harmonis.

Di dalam keluarga yang harmonis dan bahagia pasti tidak luput dari peran seorang usami dan istri. Umumnya seorang suami yang menjadi kepala keluarga akan pergi keluar untuk mencari nafkah. Sedangkan sang istri yang menjaga rumah dan keluarganya. Peran-peran tersebut akan membuahkan keluarga bahagia dan harmonis apa di jalankan dengan baik dan ikhlas. Terkadang ada hal yang tidak sesuai dengan harapan, namun bila suami dan istri dapat saling melengkapi dari kekurangan-kekurangan yang mereka berdua miliki dengan ikhlas, maka keluarga tersebut akan serasa menjadi keluarga bahagia.

Agama Islam mewajibkan istri untuk menghoramati suami sebagai kepala keluarga. Peran inilah yang menjadi peran penting dalam kesuksesan berumah tangga. Istri yang baik juga memiliki kewajiban untuk mengingatkan dan tentunya memberi saran kepada suami, bukan hanya menghoramti dan diam sesuai perintah lelaki. Sejatinya, peran seorang suami adalah sebagai pemimpin yang menjamin dan bertanggung jawab penuh kepada istrinya. Namun istri juga memilki peran untuk melayani sang suami dengan spenuh hati. Lalu apa sebenarnya yang menjadi tugas-tugas dari seorang istri kepada suami?
Berikut ini Kawan Mama sajikan pembahasan menganai kewajiban seorang istri kepada suami.

Kewajiban seorang istri kepada suami

1. Menyenangkan Suami

Menyenangkan suami adakah kewajiban seorang istri dalam sebuah rumah tangga yang harus di lakukan. Sebab dengan adanya rasa senang dari suami, maka akan menimbal balik kepada istri yang pastinya akan di senagkan oleh suami. Dengan begitu, keluarga akan terasa harmonis dan bahagia. Istri dapat menyenangkan suami dengan cara menuruti kemauan baiknya, memasak masakan kesukaanya, berpenampilan cantik di hadapanya, bersikap manja hanya kepadanya, dan hal lain yang akan membuat suami menjadi senang.

Dalam sebuah hadis yang di riwayatkan oleh Abu hurairrah r.a, Rasulullah SAW bersabda, “sebaik-baiknya perempuan adalah perempuan yang apabila engkau melihatnya, engkau bahagia. Jika engkau perintah maka ia akan menurutimu. Dan jika engkau tidak ada, maka ia akan menjaga hartamu darinya”.

Dari hadis ini, dapat di pahami bahwa istri yang baik dalah istri yang ketika suami melihatnya, suami akan merasa senang. Tentu saja hal ini dapat di lakukan istri dengan cara berpenampilan menarik untuk sang suami, taat kepadanya dan menjaga harta dan kehormatan keluarganya ketika suami sedang pergi.

2. Taat dan Patuh Kepada Suami

Taat dan patuh merupakan sebuah hak dan kewajiban bagi seorang istri kepada suami. Namun istri juga dapat menolak apabila perintah dari suami melenceng dari agama dan hati nurani. Istri juga dapat melakukan apapun yang mereka mau dengan catatan atas seizing dari sang suami.
Ketika istri ingin melakukan sesuatu, hendaknya mendiskusikan dan meminta izin dari sang suami terlebih dahulu. Jika istri seenaknya melakukan apapun yang ia mau tanpa adanya diskusi dan izin dari suami maka itu dapat membuat suami merasa tidak senang.
Hal ini juga berlaku kepada sang suami, istri juga harus selalu mengingatkan suami terhadap apapun yang suami lakukan. Dengan begitu hubungan keluarga akan lebih dekat dan peran sebagai suami dan istri akan lebih terlengkapi. Apabila istri membantah perintah baik dari suami, dan tidak dapat di nasehati, maka suami dapat melakukan pisah ranjang dengan istri. Suami juga dapat memukul istri apabila istri membantah, namun memukul pada bagian yang tidak membahayakan istri. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 34, yang artinya.

Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pukulah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan kesusahan baginya. Sesungguhnya Allah maha tinggi lagi maha besar”. (Q.S An-Nisa : 34)

Dalam sebuah hadis yang di riwayatkan oleh mu’adz bin jabal yang artinya.

“Dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata, Aku pernah pergi ke Syam. Lalu aku lihat mereka sujud kepada para pendeta dan ulama mereka. Maka engkau wahai Rasulullah SAW lebih pantas kami sujud kepadamu. Beliau berkata, Sekiranya aku memerintahkan seseorang sujud kepada seseorang, niscaya aku perintahkan wanita sujud kepada suaminya karena besarnya hak suami atas dirinya. Shahih: Al Albani (Shahih Al Jami’: 5294).

3. Menjaga Kehormatan Dan Nama Baik Suami

Kewajiban istri selanjutnya adalah untuk menjaga nama baik dan kehormatan dari suaminya. Menjaga nama baik dan kehormatan berarti apabila ada yang kurang dari seorang suami dan terdapat masalah dalam rumah tangga, maka wajib bagi istri untuk menjaga hal tersebut dan tidak mengumbarnya ke ranah umum. Bila istri berkhianat maka rumah tangga tersebut dapat terganggu dan dapat terpecah belah.
Seorang istri juga harus menjaga kehormatan atas dirinya sendiri. Dengan selalu taat kepada suami, menjadi teman diskusi suami, meminta izin ketika hendak pergi atau melakukan hal lain dan menutupi masalah dan aib keluarga agar tidak terumbar. Seorang suami adalah kepala dari rumah tangga, jika nama baik dan kehormatanya tercoreng dengan aib dan masalah dalam keluarga yang terumbar, maka itu membuktikan bahwa istri tersebut bukanlah istri yang baik dan suami dapat meninggalkanya.

4. Meredakan Kemarahan Suami

Dalam menjalankan sebuah ikatan pernikahan pasti ada saja masalah yang dating. Tidak bisa di pungkiri bahtera rumah tangga sesekali pasti akan di hantam dengan ombak pasang. Dalam hal ini terkadang suami memliki masalah dengan pekerjaanya atau orang lain yang membuat ia kesal atau bahkan perseteruan dengan istri sendiri. Perlu di ketahui bahwa sebaik-baiknya seorang istri adalah yang dapat meredakan kemarahan sang suami.
Istri dapat meredakan suami dengan mengajaknya berbicara dengan pelan, menjadi pendengar yang baik, menemani sang suami, menasihati dengan baik, membuat makanan dan minuman kesukaanya. Bukankah sangat beruntung apabila suami memilki istri dengan sifat-sifat tersebut.

5. Tidak Memberatkan Suami

Terkadang istri sebagai seorang wanita memiliki banya keinginan yang ia pendam dan ia idam-idamkan untuk tercapai. Namun sebagai seorang istri yang baik, tidak di perbolehkan meminta sesuatu di luar kemampuan suami, apalagi sampai memberatkan dan tidak dapat di penuhi oleh suami. Sebaiknya ketahui dulu bagaimana kemampuan suami sebelum meminta sesuatu untuk di penuhi.
Menerima segala pemeberian suami dengan senang juga merupakan hal yang harus di lakukan oleh istri, suka atau tidak dengan pemberian suami, istri haruslah menerimanya dengan rasa syukur. Istri dapat mengambil harta suami tanpa sepengetahuan suami apabila harta yang suami berikan kuarng untuk mencukupi kebutuhan. Sebagai catatan istri boleh mengambil harta tersebut dengan tujuan sebagai harta cadangan apabila suatu waktu ada kebutuhan tak terduga dan membutuhkan anggaran pengeluaran.

6. Menerima Tamu Dengan Seizing Suami

Ketika suami sedang bepergian, seorang istri tidak di perbolehkan untuk menerima tamu dan memasukkannya kedalam rumah, terlebih laki-laki lain yang bukan mahramnya. Istri data menerima tamu dan memasukanya ke dalam rumah apabila telah mendapat izin dan restu dari sang suami. Karena dengan memasukkan tamu terutama laki-laki lain yang bukan mahramnya tanpa seizing suami dapat mengakibatkan timbulnya sebuah fitnah dan perbuatan dosa lain.
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya.

“kemudian jagalah dirimu terhadap wanita. Kamu boleh mengambil mereka sebagai amanah dari Allah, dan mereka halal bagimu dengan mematuhi peraturan-peraturan Allah. Kemusian kamu punya hak atas mereka, yaitu supaya mereka tidak memperbolehkan orang lain menduduki tikarmu. Jika mereka melanggar, maka pukulah mereka dengan cara yang tidak membahayakan. Sebaliknya, mereka punya hak atasmu, yaitu nafkah dan pakaian yang pantas”. (H.R Muslim)

7. Keluar Rumah Atas Izin Suami

Sebagai seorang istri taat dan menjaga kepercayaan suami merupakan hal yang penting dan harus di lakukan. Sebab dangan adanya taat dan rasa percaya dari suami itu akan membuat terjaganya hubungan sebuah rumah tangga. Istri yang hendak keluar dari rumah haruslah meminta izin kepada sang suami. Izin dari suami dapat menjadi tanda bahawa suami percaya dan tahu tentang urusan yang akan di kerjakan oleh sang istri.
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya.

“tidak halal bagi perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir bepergian dalam jarak sehari semalam kecuali bersama dengan mahramnya”. (H.R Bukhari dan Muslim)

Izin dari suami adalah hal yang wajib di lakukan, bukan hanya ketika ingin keluar rumah, namun ketika istri hendak melakukan sesuatu hal. Dengan begitu suami akan tenang karena mengetahu apa-apa yang tengah di kerjakan oleh sang istri.

8. Melayani Suami

Istri di wajibkan untuk melayani sang suami lahir dan batin selama keinginana suami tidak melanggar syariat dan hati nurani. Istri juga harus melayani suami ketika suami hendak melakukan hubungan badan, sebab ketika istri menolak ajakan suami untuk melakukan hubungan badan maka istri akan di laknat oleh para malaikat Allah.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 223, yang artinya.

“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah-tanah tempatmu bercocok tanam, maka datangilah tempat bercocok-tanammu itu sebagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal baik) untuk dirimu, dan bertaqwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kelak kamu akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman (Q.S Al-Baqarah : 223).

Dalam sebuah riwayat, Rassulullah SAW bersabda, yang artinya.

“jika suami memanggil istrinya untuk tidur di tempat peraduanya kemudian dia menolak (untuk dating) hingga suaminya itu marah kepada istrinya semalam suntuk maka malaikat akan melaknatnya sampai pagi”. (H.R Bukhari dan Muslim).

Kewajiban-kewajiban tersebut sebaiknya perlu di perhatikan dan di perhatika bagi seorang istri. Sebab surganya istri adalah ridho dari sang suami, apabila suami tidak ridho maka tidak ada surge bagi seorang istri. Dalam menjalankan peran sebagai seorang istri tentunya perlu dijalani dengan niat ikhlas dan tulus untuk beribadah dan mengabdi kepada suami agar mendapat ridho dari Allah SWT. Dengan menjalaninya dengan ikhlas dan tulus dengan niat ibadah, maka akan di permudah segala urusan-urusanya, terutama dalam berumah tangga.

Sekian pembahasan dari kawan mama mengenai kewajiban-kewajiban bagi seorang istri dalam Agama Islam. Istri yang baik adalah istri yang menaruh selalu menaruh hormat dan menjaga nama baik, harta dan kehormatan dirinya, dan suami serta keluarganya. Dengan mengamalkan hal-hal di atas tadi, pasti akan menambah pula rasa kasih dan sayang dari sang suami. Semoga kita dapat menjalankannya dengan baik dan benar sebagai mana mestinya.
Semoga tulisan ini dapat membantu dan bermanfaat . . .

 

 

 

 

Sumber :

  • Popmama
  • inews
Pantangan Seorang Istri Dalam Islam

Pantangan Seorang Istri Dalam Islam

Pantangan Yang Tidak Boleh Di Lakukan Sebagai Seorang Istri

Pantangan Seorang Istri

 

Hallo Kawan Mama,

Setelah melangsungkan pernikahan seorang pasangan akan berubah statusnya menjadi seorang suami dan istri dan akan hidup bersama sebagai keluarga baru dalam sebuah rumah tangga. Memilki keluarga yang bahagia dan harmonis tentu merupakan hal yang di inginkan oleh setiap pasangan suami istri. Dengan suami yang menjadi pemimpin dan kepala keluarga serta sebagai seorang imam, maka seorang istri wajib untuk menjadi makmum yang mentaati dan mengikuti segala perintah dan keinginan suami.

Kelurga bahagia pada umumnya tentu di isi oleh peran sebagai seorang suami yang sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab memberi nafkah bagi sang istri, baik nafkah lahir maupun batin. Dan peran seorang istri adalah sebagai teman dan pasangan bagi suami yang menjaga harta, nama baik dan kehormatan suami dan keluarga. Pada era globalisasi ini, banyak istri yang menjadi tumpuan nafkah bagi keluarga hal ini dapat di lakukan apabila penghasilan dari suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Seorang istri yang pergi mencari nafkah harus terlebih dahulu meminta dan mendapatkan izin dari suami, sekalipun ia sekarang berposisi sebagai pencari nafkah utama yang seharusnya di lakukan oleh suami. Sebab suami walau bukan sebagai sumber utama mencari nafkah, namun ia tetaplah imama dan kepala keluarga.

Penting bagi seorang istri untuk mengabdikan dirinya pada sang suami, sebab surga seorang istri terletak pada ridho seorang suami. Istri yang tidak mendapat ridho dari suami maka haram baginya surge Allah. Nah, pada kesempatan kali ini Kawan Mama akan memabahas mengenai pantangan pantangan yang tidak boleh di lakukan seorang istri kepada seorang suami. Berikut penkelasanya.

Hal Yang Tidak Boleh Istri Lakukan Kepada Suami

  1. Tidak Taat Pada Suami

Hal yang pertama adalah mengenai ketaatan seorang istri kepada suami. Ketika seorang istri telah menerima dan melakukan pernikahan sengan suami maka seketika itu pula ia wajib mentaati suami dengan sepenuhnya, lahir dan batin. Istri wajib untuk melakukan segala perintah dan keinginan dari suami selagi keinginan tersebut tidak bertentangan dengan Ajaran Islam dan hati nurani. Bila istri tidak taat dan membantah suami dengan alasan selain kepentingan serta kebaikan keluarga dan Agama Islam, maka seketika itu pula istri akan di laknat oleh para malaikat-malaikat Allah.

Sebagai seorang wanita pasti ingin menjadi seorang istri yang baik dan di saying oleh sang suami. Maka kewajiban untuk taat dari istri kepada sang suami merupakan hal yang perlu di lakukan. Rasulullah SAW bersabda, ang artinya.

“apabila seorang istri telah mendirikan shalat lima waktu dan berpuasa bulan Ramadhan, dan memelihara kehormatan dan mentaati suaminya, maka di ucapkan kepadanya; Masuklah surge dari pintu surge mana saja yang kamu kehendaki”. (H.R Ahmad dan thabrani.

 

  1. Menolak Ajakan Suami Untuk Berhubungan Badan

Bagi seorang istri, selama tidak ada kondisi atau udzur syar’I yang menghalangi untuk berhubungan badan, maka istri wajib menerima ajakan dari sang suami untuk melakukan hubungan badan. Karena hal ini juga termasuk sebagai rasa hormat dan taat kepada sang suami. Apabila istri enggan dan menolak ajakan suami sampai menyebabkan suami marah, maka niscaya istri akan di laknat oleh para malaikat-malaikat Allah sampai pagi hari.

Mengenai hal ini, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya.

“apabila seorang suami mengajak sang itri ke tempat tidur (untuk berjima’), kemudian istri menolak (sampai membuat suami murka), maka sang Istri akan di laknat oleh para malaikat hingga (waktu) subuh. (H.R Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya.

”Demi Allah, yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seorang wanita tidak akan menunaikan hak Allah sebelum ia menuneikan hak suaminya. Andaikan sang sauami meminta kepada diriya, padahal ia sedang berada di atas punggung unta, maka ia (Istri) tetap tidak boleh menolak. (H.R Ahmad dan Ibnu Majjah)

Sebagai catatan, seorang suami tidak boleh memaksa istri melakukan hubungan badan apabila istri sedang mengalami kondisi udzur syar’I atau kondisi lain seperti sakit yang membuat istri tidak dapat melakukanya. Dan istri wajib menerima dan tidak boleh menolak ajakan dari suami ketika ia sedang sehat dan tidak dalam kondisi udzur syar’I dan mengalami sakit.

 

  1. Tidak Menjaga Harta, Nama Baik Dan Kehormatan Suami Dan Keluarga

Sebagai seorang istri, sangat penting untuk menjaga harta dan nama baik serta kehormatan dirinya, kehormatan suami dan keluarga. Ini juga merupakan sebuah bentuk ketaatan dan rasa hormat kepada suami. Menjaga harta berarti ketika suami tengah pergi keluar iastri menjaga harta agar tetap ada dan bermanfaat, istri dapat menggunakan harta tersebut tanpa seizing suami apabila harta tersebut di gunakan untuk kebaikan keluarga.

Sedangkan menjaga nama baik dan kehormatan suami adalah dengan menutupi kekurangan dan aib suami dan keluarga. Sebab aib dan masalah keluraga yang terumbar menandakan bahwa kelurga tersebut tidak berjalan bahagia dengan semestinya. Dengan menjaga nama baik dan kehormatan suami, tentu membuat sang suami akan lebih saying dan mengasihi sang istri.

Agama Islam juga telah mengatur bahwa istri tidak di perkenankan menerima dan memasukkan tamu kedalam rumah tanpa seizin suami, terutama laki-laki yang bukan mahramnya. Karena dengan memasukkan tamu terutama laki-laki yang bukan mahramnya dapat menimbulkan fitnah dan perbuatn dosa lainya.

 

  1. Keluar Rumah Tanpa Seizing Suami

Istri yang baik pastilah istri yang taat dan hormat kepada suaminya. Dalam hal bepergian pun islam telah mengatur bahwa seorang istri ketika hendak pergi keluar dari rumah entah karena alasan apapun, di wajibkan baginya untuk memnita izin kepada sang suami. Jika sang suami telah memberikan izin maka barulah seorang istri dapat pergi keluar rumah.

Istri yang baik adalah istri yang taat dan takut kepada suaminya. Karena ketika istri pergi keluar dari rumah tanpa meminta izin dari suami, itu dapat membuat tilmbunya kecurigaan dan prasangka buruk kepada istri yang dapat membuat kepercayaan suami berkurang dan menghilang. Sekalipun pergi ke pasar untuk membei kebutuhan keluarga, haram bagi istri untuk pergi keluar tanpa seizing suami.

 

  1. Berpenampilan Dan Berhias Untuk Suami.

Pada umumnya, wanita akan senang bila mendapatkan pujian tentang dirinya terutama tentang kecantikanya. Hal inilah yang akan menjadi sebuah perbuatan dosa bagi wanita. Di dalam Agama Islam telah di jelaskan bahwa istri yang baik adalah istri yang berpenampilan menarik dan berhias dengan cantik hanya untuk suami seorang, tidak lebih. Haram bagi seorang istri berpenampilan dan berhias selain untuk sang suami.

Penampilan dan berhias memang hal yang penting bagi wanita. Namun ketika itu salah di gunakan dengan memamerkanya kepada orang lain selain suaminya, maka secara tidak langsung wanita tersebut telah mengumbar auratnya di muak umum dan itu hanya akan menjadi perbuatan dosa belaka..

 

  1. Tidak Bersyukur Dan Meminta Kepada Suami Sesuatu Yang Melebihi Kemampuan Suami

Sebagai seorang wanita, akan wajar jika istri memiliki keinginanakan sesuatu di dalam benaknya, dan ia di perbolehkan memintanya kepada sang suami. Namun perlu di perhatikan bahwa, permintaannya tersebut tidaklah melebihi dengan kemampuan yang di miliki oleh suami. Karena itu akan menjadi beban lebih dalam hidupnya.

Setiap rizky dari pasangan suami istri telah di atur oleh Allah. Bahkan Allah telah menggabung dan melimpahkan bagi seseorang pasangan setelah ia melaksanakan pernikahan. Oleh sebab itu, perlu adanya rasa syukur pada Allah atas nikmat dan rizky yang telah Allah berikan.

 

  1. Durhaka Pada Suami

Sebagai seorang istri, wajib hukumnya untuk taat dan patuh dan suami. Istri tidak di peroblehkan menolak apa lagi membantah perintah suami. Istri hanya boleh menolak jika perintah dari suami melanggar syariat dan hati nurani. Selai itu wajib bagi istri untuk menjalankan apapun yang suami perintahkan kepadanya.

Pada dasarnya, banyak sekali hal-hal yang dapat memabuat istri durhaka pada suami. Dengan tidak melaksanakan kewajiban-kewajibanya sebagai seorang istri, maka seketika ia telah durhaka pada sang istri. Istri yang durhaka pada suami, tentu tidak ada surga Allah baginya.

 

  1. Curiga Dan Cemburu Secara Berlebihan

Sebagaimana umunya seorang manusia, cemburu adalah rasa manusiawi yang pasti semua orang memilkinya. Terutama bagi orang yang berpasangan. Seorang istri pasti terkadang merasa cemburu kepada suaminya karena beberapa alasan. Istri di perbolehkan untuk cemburu kepada suami dengan catatan rasa cemburu tersebut masih normal dan sesuai dengan koridor syari’at.

Dalam hubungan suami dan istri, perlu adanya rasa cemburu sebagai tanda bahwa masih ada rasa cinta antara keduanya, dan itu akan membuat hubungan menjadi lebih erat. Namun ketika rasa cemburu sudah berlebihan, maka dapat menyebabkan hubungan menjadi tidak sehat. Bukanya menjadi harmonis tapi malah membuat tumbuhnya rasa curiga berlebihan yang dapat mengganggu hubungan rumah tangga. Dari rasa cemburu yang berlebihan ini, maka permasalahan-permasalahan dan pertengkaran akan mulai hadir dan dapat membuat hancurnya sebuah rumah tangga.

 

  1. Berbakti Pada Suami

Selain melayani suami, sebagai sorang istri juga wajib untuk berbakti kepada suami. Dengan bakti seorang istri dapat membuat hubungan menjagi lebih erat dan harmonis. Karena bagaimanapun tidak ada suami yang tidak senang ketika ia memiliki istri yang berbakti kepada suami.

Bakti istri kepada suami berupa melayani suami, menjalankan perintah, mengjormati suami dan keluarga suami merawat suami (ketika sakit), menjaga harta, nama baik dan kehormatan suami. Serta melaksanakan kewaiban-kewajiban lain sebagai seorang istri. Sebagai istri yang baik, tidak di perbolahkan berkata kasar dan kotor kepada suami, istri juga tidak di perbolehkan menuruti perintah selain perintah dari suami dan tanpa seizing suami, apalagi ketika berada di rumah suami.

Istri memilki peran berupa kewajiban-kewajiban yang harus di laksanakan dalam hubungan rumah tangga. Tentunya kewajiban-kewajiban tersebut adalah hal yang ketika di laksanakan akan berbuah baik untuk hubungan rumah tangganya dengan sang suami. Berbakti dan taat kepada suami adalah poin utama yang harus di laukan oleh istri. Sebab ketika istri durhaka pada suami, maka tidak ada surga baginya. Karena surge seorang istri berada pada ridho seorang suami. Istri yang mendapat ridho dari suami tentu adalah istri yang telah mencoba melaksanakan kewajiban-kewajibanya sebagai seorang istri serta taat dan berbakti pada suami.

Sekian pembahasan dari Kawan Mama mengenai kewajiban seorang istri. Sebagai catatan ketika istri telah melaksanakan peranya dalam menajalankan kewajibanya, maka suami juga wajib untuk melaksankan kewajibanya sebagai seorang suami. Istri yang baik adalah iatri yang dapat menjalankan kewajiban-kewajibanya dengan niat ibadah dengan tulus dan ikhlas.

Semoga tulisan ini dapat membantu dan bermanfaat. . .

 

 

 

 

Sumber :

  • Mediapakuan
  • Makassarsindonews
  • inilahbanten

Hal yang harus di perisapkan sebelum menikah

Hal-Hal Yang Harus Di Perisapkan Sebelum Menikah

Persiapan Sebelum Menikah

 

Hallo Kawan Mama,

Menikah adalah sebuah momen yang di damba-dambakan setiap pasangan yang ingin hubungannya menjadi lebih serius. Dengan melangsungkan sebuah pernikahan maka akan terjalin ikatan yang sakral antara kedua orang tersebut. Cinta adalah alasan dari kebanyakan orang yang ingin melangsungkan pernikahan. Sedangkan dalam Agama Islam, anjuran ibadah berupa menikah dan memperbanyak keturunan juga sebagai dasar berlangsungnya sebuah pernikahan.

Menikah bukan hanya berarti bahwa telah resminya seorang laki-laki dan wanita menjadi pasangan suami istri dalam hubungan rumah tangga. Namun dengan melangsungkan sebuah pernikahan, berarti kamu juga telah mendapat hak dan tanggung jawab baru sebagai seorang suami dan istri. Ketika hendak melangsungkan pernikahan biasanya orang akan menyiapkan bekal-bekal sebagi perisapan dalam menghadapi berlangsungnya pernikahan. Dengan adanya bekal yang cukup, maka harapan dari tejadinya pernikahan tersebut dapat membuat sebuah pernikahan menjadi awet bahkan sampai maut memisahkan.

Persiapan terkait pernikahan memang perlu di lakukan. Sebab banyak kasus yang terjadi di mana sebuah pernikahan mengalami kandas atau perceraian, bahkan dalam kurun waktu yang singkat. Hal ini di picu oleh kurangnya perisapan dalam melangsungkan pernikahan oleh pihak laki-laki ataupun pihak istri. Ini menjadi  perhatian serius, karena dengan adanya angka perceraian yang tinggi dapat di simpulkan bahwa banyak sekali keluarga yang tidak haromis dan bahagia karena persiapan yang kurang pada saat sebelum menikah. Lalu apasih sebenarnya yang harus di periapkan ketika hendak menikah?bagaiamana cara mempersiapkan pernikahan agar tetap terjalin dengan awet.

Pada kesempatan ini, Kawan Mama akan membahas tentang periapan-periapan pernikahan yang sebaiknya kamu lakukan sebagai bekal untukmu menikah dan membangun rumah tangga.

Hal Yang Harus Di Persiapkan Sebelum Menikah Oleh Calon Mempelai

Persiapan pertama adalah persiapan yang di lakukan oleh calon mempelai. Ketika hendak melangsungkan pernikahan, baiknya kedua calon mempelai saling menyiapkan  periapan dan hal-hal yang perlu di siapkan untuk melangsungkan akad nikah. Berikut ini adalah periapan yang perlu di siapkan oleh kedua calon mempelai.

1. Persiapan Fisik

Seorang mempelai yang hendak melangsungkan pernikahan hendaknya memperisapakan fisiknya dengan matang. Bukan hanya tentang fisik secara kondisi kesehatan tubuh, melainkan fisik umur dari calon mempelai. Apakah calon mempelai sudah mengalami masa baligh dan telah siap untuk memenuhi tanggung jawabnya nanti sebagai seorang suami ataupun istri.

Calon mempelai perlu merawat kesehatan fisik sebelum melangsungkan pernikahan, karena ini juga akan berdampak pada keharmonisan dalam hubungan suami istri. Calon mempelai dapat memeriksakan diri untuk lebih yakin dengan kondisi tubuh, apak ada yang tidak wajar. Seperti halnya ketika calon mempelai mengalami sakit, masalah alat reproduksi dan kesehatan lain yang dapat mengakibatkan masalah-masalah dalam rumah tangga. Sebab tujuan pernikahan selain menjadikan hubungan suami dan istri yang sah, juga membuat keturunan sebagai penerus  keluarga tersebut. Apabila salah satu dari calon mempelai memliki riwayat penyakit, hendaknya perbaiki dulu dengan berobat ke doker.

 

2. Persiapan Mental

Banyak pula kasus yang terjadi di mana pernikahan berakhir dengan singkat karena tidak adanya persiapan mental dari calon mempelai. Ketika hendak melangsungkan pernikahan, hendaknya calon mempelai telah menyiapkan mentalnya terlebih dahulu. Persiapan mental berarti kesadaran bahwa ketika telah menikah, statusnya telah berubah menjadi seorang suami ataupun istri. Itu berarti calon mempelai akan mendapat hak dan tanggung jawab baru sebagai seorang suami mauoun istri yang harus di laksanakan.

Kedua orang yang telah menikah berarti sekarang ia telah mempunyai tanggung jawab tidak hanya pada dirinya, namun ia juga bertanggung jawab dengan kehidupan pasanganya. Ia juga harus siap apabila suatu waktu terjadi masalah yang menghampiri rumah tangga mereka. Mereka juga akan mendapat tanggung jawab sebagai seorang ayah dan ibu ketika telah memiliki keturunan. baiknya persiapkan mental sematang mungkin ketika hendak melangsungkan pernikhan, agar hubungan sebagai suami dan istri dapat bertahan lama serta langgeng.

 

3. Persiapan Spiritual

Dalam persiapan melaksanakan pernikahan, persiapan spiritual merupakan poin penting yang tidak boleh di lewatkan. Sebab pernikahan sendiri adalah sebuah rahmat yang di berikan oleh Allah kepada hamba-Nya. Ketika hendak menikah baniknya persiapkan dengan betul dari segi spiritual, sperti berdo’a pada Allah, shalat istikharah, melakukan puasa dan ibadah lainya agar hati benar-benar yakin dan menatap untuk melakukan pernikahan. Dengan begitu insyaallah pernikahan yang akan kamu jalankan akan mendapat ridho dari Allah dan menjadi keluarga sakinah mawadah warohmah.

 

4. Persiapan Ekonomi

Finansial adalah masalah pokok untuk di benahi. Sebab ketika telah menikah ia akan mulai hidup mandiri sebagai seorang suami maupun istri dan mengutamakan kepentingan keluarga. Oleh karenaya, dalam segi materi perlu di siapkan dengan betul oleh kedua calon mempelai, terutam bagi calon suami sebagi kepala keluarga dan pencari nafkah untuk keluarganya nanti.

Meskipun Allah telah berjanji bahwa setiap pasangan suami dan istri akan di gabungkan dan di limpahkan rizky bagi mereka. Namun dengan adanya persiapan yang matang berupa adanya pekerjaan yang menjadi sumber risky membuat kehidupan keluarga lebih terjamin kebahagiaannya dari segi materi.

 

5. Persiapan Sosial

Dalam perjalanan melaksanakan pernikahan, hendaknya siapkan dengan betul segi sosial calon mempelai. Sosial di sini berarti hubungan sosial dengan keluarga, kerabat dan tetangga, terutama ketika kamu berada pada lingkungan baru.  Sebaiknya perbaiki duku hubungan social dengan keluarga dan kerabat serta tetangga sekitar dari calon pasangan. Karena perikahan nantinya juga akan melibatkan campur tangan kerabat dan masyarakat sekitar.

 

6. Persiapkan Syarat Dan Rukun Nikah

Syarat dan rukun nikah adalah hal paling dasar dalam Agama Islam yang harus di penuhi ketika seseorang hendak melaksanakan pernikahan. Sebab tanpa adanya sebuah syarat dan ruku nikah makan pernikahan tidak dapat di laksanakan. Syarat dan rukun nikah.

Selain syarat dan rukun nikah, calon mempelai juga harus mempersiapkan dokumen-dokumen yang yang harus di lengkapi sebagai bahan dan syarat yang nanrinya akan di setorkan kepada lembaga pencatatan perkawinan. Sebaiknya sedini mungkin untuk mempersiapkan dokumen-dokumen tersebut agar tidak menjadi ribet ketika menjelang hari pernikhan.

 

7. Persiapan Dari Segi Emosional

Sebelum calon mempelai laki-laki dan wanita resmi menjadi pasangan suami istri, hendaknya perlu mempersipkan rasa emosional diri. Karena dalam berumah tangga pasti tidak akan berjalan dengan selalu mulus dan bahagia. Kelak pasti ada saja masalah, konflik atau perbedaan pendapat yang menjadi cobaan keharmonisan sebuah rumah tangga. Dalam hal ini perlu adanya kesabaran antar keduany dalam menghadapi masalah yang dating.

Dengan menyiapkan rasa emosional diri dengan baik setidaknya dapat membantu mengurangi dan mempermudah masalah yang dating dalam berumah tangga. Karena pernikahan juga merupakan sebuah ibadah yang akan di jalani dengan kurun waktu yang sangat lama. Bila perlu calon mempelai mengikuti konseling pra-nikah sebegai bahan dan bekal untuk diterapkan dalam berumah tangga nantinya.

Pernikahan merupakan sebuah ibadah Sunnah yang di anjurkan untuk di lakukan oleh manusia, terutama bagi yang mampu. Beberapa persiapan sangat perlu di lakukan sebagai bekal untuk menjalani hubungan brumah tangga yang harmonis dan bahagia serta awet sampai akhir usia nanti. Sebagai calon mempelai, harus ada kesadaran diri bahwa ketika telah menikah nanti ia akan mendapat hak tanggung jawab kepada pasanganya, terutama bagi calon laki-laki. Sebab seorang lelkai adalah imam dan kepala keluarga yang nantinya akan di pertanyakan bagaimana kepemimpinan dan tanggung jawabnya oleh Allah di akhirat nanti. Banyak kasus perceraian terjadi karena adanya faktor ekonomi yang belum mapan. Hal ini menjadi sangat serius mengingat menikah itu bukan hanya tentang cinta dan rasa suka saling suka. Sebaiknya siapkan sedini mungkin mental, fisik, inbadah, rasa emosional, dan faktor ekonomi demi terciptanya keluarga bahagia yang sakinah mawadah warohmah.

Demikian pembahasan dari Kawan mama mengenai hal yang perlu di persiapkan sebelum melakukan pernikahan. Dengan melakukan dan menyiapkan bekal yng cukup dapat membuat rumah tangga kamu menjadi bahagia dan dapat mengurangi resiko-resiko datangnya masalah alam rumah tangga.

Semoga tulisan ini dapat membantu dan bermanfaat. . .

 

 

 

 

Sumber :

  • Dalamislam
  • tirto.id
Dampak Negatif Perkawinan Beda Agama

Dampak Negatif Perkawinan Beda Agama

Dampak Negatif Perkawinan Beda Agama

Dampak Perkawinan Beda Agama

 

Hallo Kawan Mama,

Sebagai seorang mahluk sosial, pastinya dalam kehidupan kita membutuhkan orang lain dalam kehidupan kita. Sebab manusia tidak akan pernha bisa hidup dengan sendiri tanpa adanya campur tangan orang lain. Dalam kehidupan bersosialisasi antara satu orang dengan lawan jenis lainya, acap kali menimbulkan sebuah ketertarikan di antara keduanya. Dan dari ketertarikan tersebut timbulah niat untuk melngkah ke tahap yang lebih serius, yaitu pernikahan. Tentu saja perkawinan menjadi sebuah momen yang banyak di damba-dambakan oleh setiap manusia.

Agama Islam memerintahkan setiap dari umat-Nya yaitu wanita dan laki-laki untuk melaksanakan pernikahan. Sebab pernikahan sendiri merupakan ibadah Sunnah yang di perintahkan oleh Allah swt. Pada umumnya, pernikahan adalah suebuah momen sakral di mana terikatnya sebuah janji yang di serukan antar seorang laki-laki dan seorang wanita dalam sebuah perkawinan. Di Indonesia banyak sekali kasus pernikahan yang di lakukan oleh orang yang berbeda agama, hal ini di sebabkan oleh banyaknya keberagaman dalam beragama. Apalagi di era globalisasi milenial seperti ini, perbedaan agama tidak menjadi penghalang bagi seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk melangsungkan pernikahan.

Islam sendiri melarang keras adanya pernikahan yang di langsungkan oleh calon suami dan istri yang berbeda agama. Hal ini telah di jelaskan oleh Allah melalui firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 221, yang artinya.

“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (Al-Baqarah : 221).

 

Dampak dan akibat pernikahan beda agama

Di Indonesia, pembahasan mengenai pernikahan sudah di cantumkan dalam kitab undang-undang. Seperti halnya pasal 2 undang-undang No.1 tahun 1974 yang menyebutkan bahwa suatu perkawinan akan di anggap sah apabila di lakukan menurut agama dan keyakinan masing-masing. Yang kemudian tercatat guna sebagai penjaga ketertiban dan kesucian dari esensi sebuah pernikahan.

Sebuah pernikahan yang di lakukan oleh calon suami dan Istri yang berbeda agama telah di larang secara Agama dan undang-undang. Hal ini di sebabkan banyaknya masalah madzarat dan permasalahan-permasalahan hukum lainya jika pernikahan sejenis ini terjadi.

  1. Status perkawinan

Agama islam telah melarang terjadinya pernikahan yang di lakukan oleh pasangan yang memiliki keyakinan agama yang berbeda. Sebab di mana ada keyakinan yang berbeda dalam sebuah ikatan perkawinan, bukan tidak mungkin terdapat kepentingan dan hal-hal lain yang pada akhirnya dapat mempecah belah ikatan perkawinan tersebut. Sedangkan dalam lembaga hukum sendiri, perkawinan berbeda agama masih belum pasti. Sebab pasal yang menerangkan pelaranganya pun belum ada. Yang ada hanya undang-undang yang menerangkan bahwa sebaiknya perkwinan di lakukan oleh calon yang sama dalam keyakinan dan beragama.

Oleh karenanya, status dari perkawinan tersebut masihlah tidak memiliki kejelasan jika menurut lembaga hukum. Dalam pandangan agama, perkawinan beda agama di anggap tidak sah dan apabila tetap di lakukan maka akan di anggap sebagai kumpul kebo atau zina.

 

  1. Catatan data perkawinan

Ketentuan mengenai pencatatan sebuah perkawinan telah di atur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 yang menyebutkan bahwa: Apabila perkawinan dilakukan oleh orang Islam maka pencatatan di lakukan oleh pegawai pencatat sebagaimana di maksud dalam UU No. 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk, yaitu Kantor Urusan Agama. Sedangkan, bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaanya di luar agama Islam, maka pencatatan di lakukan pada Kantor Catatan Sipil.

Perkawinan beda agama akan menghasilkan permasalah pertama di mana pada prakteknya, pencatatan perkawinan di lakukan oleh pegawai KUA untuk muslim dan kantor catatan sipil untuk non muslim. Jika perkawinan beda agama di lakukan maka perkawinan tersebut dapat di lakukan di KUA, atau di kantor capil (catatan sipil). Pasalnya tidak semua pegawai KUA dan kantor capil mau menerima dan mencatat perkawinan beda agama.

 

  1. Status anak

Perkawinan yang tidak di catatkan oleh lembaga hukum dapat mengakibatkan terjadinya status pada anak yang nantinya di lahirkan. Sebab dalam undang-undang No.1 Tahun 1974 pasal 42, menyebutkan bahwa “seorang anak yang sah adalaha anak yang di lahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”.

Dari sini dapat di lihat bahwa seorang anak yang di lahirkan dari perkawinan beda agama dapat di katakana bahwa status anak yang lahir dari pernikahan beda agama di anggap tidak sah. Dan anak tersebut hanya memiliki ikatan perdata denagn sang ibu saja.

 

  1. Hak waris

Dalam agama Islam ketika terjadi perbedaan keyakinan bergama antara sang anak dan orang tua maka sang anak tersebut tidak berhak untuk mendapat warisan dari orang tua, sekalipun anak tersebut merupakan seorang anak kandung. Sebab seorang yang berbeda agama tidak memilki hak untuk mendapat warisan sekalipun memilki hubungan darah. Sedangkan dalam surat putusan nomor. 0140/Pdt.p/PA.Sby, menyebutkan bahwa seorang anak yang berbeda agama dengan orang tuanya tetap memliki hak wasiat atau waris untuk mewarisi harta orang tua kandungnya sebesar1/3 dari harta orang tua kandungnya.

 

  1. Melangsungkan pernikahan di luar negeri

Di Indonesia sendiri, dengan negara yang mayoritas Bergama Islam masih banyak pegawai KUA dan pegawai kantor capil yang tidak mau mencatat data perkawinan tersebut karena bertentangan dengan syari’at. Sebenarnya ada beberapa kota yang memperbolehkan terjadinya perkawinan beda agama, namun tidak semua lembaga dan kantor terutama pegawai mau mencatat data perkwainan tersebut.

Pada akhirnya pasangan perkawinan beda agama memilih untuk melangsungkan pernikahan di luar negeri. Karena di luar negeri terutama negara barat memperbolehkan adanya pernikahan beda agama. Jika hal ini terjadi maka, membutuhkan waktu satu tahun lamanya bagi pasangan tersebut setelah melangsungkan pernikahan untuk mendaftarkan surat bukti perkawinan ke kantor lembaga perkawinan. Hal ini telah di jelaskan dalam pasal 56 ayat 2 Undang-Undang No.1 Tahun 1974. Sebagai catatan, pencatatan tersebut bukanlah sebagai kebsahan mengenai status pernikahan, namun hanya sebagai  pelaporan administrative.

 

  1. Status perceraian

Pasangan yang telah melangsungkan pernikahan berbeda agama, nantinya akan sulit jikalau suatu ketika ingin melangsungkan perceraian. Sebab lembaga perkawinan pada awalnya tidak mencatat dan memilki data atau surat perkawinan yang telah di langsungan. Pada akhirnya sang suami tidak dapat mentalaq sang istri, begitupun dengan sang istri yang tidak dapat menggugat cerai suami karena tidak adanya catatan surat perkawinan yang telah di lakukan oleh keduanya.

Islam telah melarang terjadinya perkawinan oleh pasangan yang memilki latar belakang agama yang berbeda. Hal ini telah di jelaskan dala Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 221 di atas bahwa Allah telah memrintahakan bagi kaum muslim untuk tidak menikahi wanita/laki-laki musyrik (non muslim) lain. Perkwainan di Indonesia sendiri hanya dapat di lakukan oleh pasangan yang memliki latar belakang keyakinan agama yang sama. Tentunya pelarangan perkawinan beda agama memilki tujuan yang baik dan menjaga kemaslahatan bagi manusia.

Salah satunya adalah menjaga manusia agar tidak mengalami resiko-resiko akibat perkawinan beda agama yang telah di jelaskan di atas. Perkawinan yeng terjadi dengan keyakinan agama yang berbeda dapat menimbulkan masalah dalam berumah tangga. Karena dimana ada pernikahan beda agama disitu pasti ada kepentingan, keyakinan, cara berfikir yang berbeda yang dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga. Sebaiknya nikahilah wanita/laki-laki yang memiliki keyakinan agama yang sama. Selain di perbolehkan dan dan di anjurkan oleh Allah, tentunya pernikahan tersebut akan mengurangi masalah dan konflik dalam rumah tangga, dan dapat menjaga status perkawinan serta status anak dan hak waris yang jelas.

Demikian pembahasan dari kawan mama mengenai dampak negative perkawinan beda agama. Sebagai mana yang telah kita tahu bahwa pernikahan adalah sebuah ikatan sakral yang bertujuan untuk membangun sebuah keluarga bahagia dan menghasilkan keturunan. sebaiknya persiapkan dengan matang jika ingin melangsungkan pernikahan.

Semoga tulisan ini dapat membantu dan bermanfaat. . .

 

 

 

 

Sumber :

  • Ibtimes
  • repository
Nikah Beda Agama Perspektif Hukum Islam

Nikah Beda Agama Perspektif Hukum Islam

Nikah Beda Agama Perspektif Hukum Islam

Pernikahan Beda Agama

 

Hallo Kawan Mama,

Pernikahan merupakan sebuah ikatan suci yang tercipta antar seorang laki-laki dengan seorang wanita yang akan menghasilkan hubungan rumah tangga. Setiap orang pasti mengharapkan dapat dirinya untuk melangsungkan pernikahan, Bahkan ada yang sampai lebih dari satu kali di dalam hidupnya. Di dalam agama Islam, pernikahan adalah sebuah ibadah yang di hukumi Sunnah. Artinya pernikahan merupakan sebuah perintah atau anjuran untuk di laksanakan bagi setiap muslim yang memiliki kemampuan.

 Tujuan dari menikah sendiri adalah menjalin sebuah hubungan rumah tangga dan kemudian untuk menghasilkan keturunan sebagai penerus keturunanya. Dalam Agama Islam, dengan memenuhi beberapa syarat dan rukun nikah maka seoarng laki-laki dan seorang wanita dapat melangsungkan sebuah pernikahan. Namun bagaimana bila pernikahan di lakukan oleh laki-laki dan wanita yang berbeda agama? Apakah boleh pernikahan seperti itu di lakukan? Bagaimana Islam menghukumi pernikahan terebut?

Pertanyaan pertanyaam seperti tidak jarang muncul dalam diri kita. Nah pada kesempatan kali ini, kawan mama akan mengulas sedikit banyak mengenai bagaimana pandangan Islam tentang pernikahan yang di lakukan oleh wanita dan laki-laki yang berbeda agama.

Pernikahan Beda Agama

Faktanya pernikahan berbeda agama telah banyak terjadi dan masih banyak pula yang melakukan. Islam melarang keras adanya pernikahan yang di lakukan oleh calon mempelai yang berbeda agama. Pernikahan akan di anggap sah apabila di alkukan oleh calon mempelai yang memilki keyakinan (agama) yang sama. Di Indonesia sendiri, pembahasan mengenai pernikahan sudah di cantumkan dalam kitab undang-undang. Seperti halnya pasal 2 undang-undang No.1 tahun 1974 yang menyebutkan bahwa suatu perkawinan akan di anggap sah apabila di lakukan menurut agama dan keyakinan masing-masing. Yang kemudian tercatat guna sebagai penjaga ketertiban dan kesucian dari esensi sebuah pernikahan.

Dalam siding Majlis Ulama Indonesia (MUI), menghasilkan sebuah kesepakatan berupa fatwa yang menyebutkan pernikahan yang di lakukan oleh calon mempelai yang berbeda agama haram untuk di lakukan. Dengan begitu, setiap pernikahan yang di lakukan oleh pasangan yang berbeda agama secara otomatis akan di anggap tidak sah. Apabila pernikahan tidak di izinkan dan tidak di sahkan namun tetap di lakukan, maka akan di anggap sebagai zina yang berarti dosa besar. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 221, yang artinya.

“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (Al-Baqarah : 221).

Dari ayat tersebut dapat di pahami bahwa, Allah memerintahkan setiap hamba-Nya untuk melakukan pernikahan oleh orang yang keyakinan dan agamanya sama. Wanita yang beriman lebih baik untuk di nikahi dari pada wanita yang tidak beriman sekalipun ia menarik hatimu. Karena bias saja ia yang menarik hatimu hanyalah ujian yang berupa godaan dari Allah yang pada akhirnya dapat menyesatkanmu. Pernikahan yang di lakukan oleh pasangan yang berbeda agama di yakini akan membuat perpecahan saja. Sebab apabila sebuah hubungan pernikahan di isi oleh keyakinan yang berbeda maka niscaya kelak hanya akan menghasilkan kehancuran belaka.

Sebagai catatan

Di dalam Al-Qur’an di sebutkan bahwa Allah memperbolehkan terjadinya pernikahan antar agama. Namun pernikahan tersebut mengandung beberapa syarat yang harus terpenuhi. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 5, yang artinya.

“Pada hari ini di halalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang di beri al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan di halalkan mangasyahwini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang di beri al-Kitab sebelum kamu.” (Q.S Al-Maidah : 5)

Dari ayat tersebut dapat di pahami bahwa Allah memperbolehkan seorang laki-laki muslim untuk menikahi wanita yang berbeda agama namun dengan catatan sang wanita tersebut haruslah seseorang yang ahli kitab. Sebaliknya bagi muslimah, seorang wanita muslimah tidak di perbolehkan menikahi laki-laki yang berbeda agama sekalipun ia seorang ahli kitab.

Dari ayat tersebut, muncul pertanyaan pertanyaan terkait wanita ahli kitab. Apakah pada zaman sekarang ini masih ada seorang wanita yang ahli kitab? Sedangkan kitab-kitab itu sendiri sudah mengalami perubahan-perubahan. Mayoritas dari para ulama berpendapat bahwa wanita ahli kitab zaman sekarang ini bukanlah wanita ahli kitab yang di maksud dalam Al-Qur’an dulu. Sebab ketika ayat tersebut turun pada zaman nabi dulu, Agama Islam masih mengalami awal pengenalan. Artinya masih sedikit dari bangsa arab yang memeluk agama islam dan masih memeluk agama sebelumnya. Pada zaman dulu seorang laki-laki muslim di perbolehkan untuk menikahi seorang wanita ahli kitab dengan tujuan dakwah dan mengajak wanita tersebut untuk memeluk agama Islam.

Di Indonesia sendiri hal ini telah di bahas dalam dalam pasal 40 huruf (c) KHI yang menyebutkan bahwa di larang melangsungkan perkawinan oleh seorang pria dengan seorang wanita yang tidak beragama islam. Dan juga pada Pasal 44 KHI menyebutkan, “Seorang wanita islam di larang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama islam.”

MUNAS No.5/Kep/MunasII/1980 tanggal 1 Juni 1980

Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa perikahan yang di lakukan oleh pasangan yang berbeda agama dan keyakinan hukumnya haram dan tidak bileh untuk di lakukan. Hal ini juga sudah di perjelas oleh keputusan musyawarah nasional ke-2 dari MUI No.5/Kep/munas II/1980 tanggal 1 juni 1980 tentang pernikahan campuran atau pernikahan beda agama, yang menyebutkan bahwa

    1. Seorang wanita muslimah haram untuk menikahi laki-laki yang bukan seorang muslim.
    2. Seorang laki-laki muslim haram untuk menikahi seorang wanita yang bukan seorang muslimah.

Hal ini juga meliputi tentang seorang laki-laki muslim yang menikahi seorang wanita non muslim meskipun ia seorang ahli kitab. Hal ini di sebabkan oleh banyaknya mudharat yang dapat terjadi dari pada maslahatnya. Karena bagaimanapun dalam pernikahan tersebut terdapat unsur perbedaan keyakinan, ideologi, kepentingan dan nilai yang dapat menyebabkan terjadinya perpecah belahan hubungan pernikahan.

Pada zaman sekarang ini pendefinisian mengenai pwanita ahli kitab ini perlu di spesifikasikan lagi. Sebab sebagaimana kita tahu, pada zaman dulu, wanita yang di maksud ahli kitab ialah wanita yang berasal dari bani israil. Sedangkan bagi wanita yang baru memluk agama tersebut tidaklah di anggap sebagai wanita ahli kitab. Pada zaman modern ini, apa mungkin masih ada wanita ahli kitab yang masih meyakini taurat dan injil dan mengamalkanya? Sedangkan kita tahu sendiri bahwa kitab-kitab tersebut telah mengalami adanya perubahan susunan da isi. Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan bahwa wanita ahli kitab dengan kriteria di atas masih ada.

Pernikhan beda agama juga dapat menyebabkan beberapa perkara permasalahan hokum yang sulit untuk di tangani, seperti.

    1. Status Keabsahan Pernikahan Yang Tidak Jelas

Dengan berlangsung perkawinan beda agama maka status perkawinan terseut menjadi tidak jelas. Mengingat Islam dan lembaga hokum tidak mengakui adanya status perkawinan tersebut. Apabila terjadi masalah yang tidak terselesaikan maka suami tidak bias mentalaq istri, sama halnya dengan istri yang tidak dapat menggugat cerai suami karena status perkawinan yang tidak di akui oleh lembaga hokum.

    1. Hak Waris Anak

Permasalahan alin muncul ketika telah memiliki anak. Status dari si anak menjadi tidak jelas karena orang tua yang berbeda agama. Anak tidak dapat memeluk kedua agama tersebut, yang pada akhirya harus memilih salah satu di antara kedua agama orangtuanya. Apabila anak memilih untuk menjadi non muslim, maka status warisnya menjadi hilang. Sebagaimana kita tahu bahwa tidak ada bagian waris bagi orang non muslim. Meskipun anak sedniri.

Allah mempertegas mengenai permasalahan nikah beda agama ini dalam Al-Qur’an surat Al-Mumtahanah ayat 10, yang artinya.

“mereka (wanita-wanita muslimah) tiada halal bagi mereka orang-orang non muslim itu, dan non muslim itu tiada hala pula bagi mereka”. (Q.S Al-Mumtahanah : 10)

Dari penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa pernikahan beda agama haram untuk di lakukan. Meskipun syarat dan rukun nikah telah terpenuhi sekalipun. Agama Islam melarang keras adanya pernikihan beda agama, begitu pula dengan lembaga hokum. Pelarangan terjadinya pernikahan beda agama bertujuan agar mengurangi mudzarat yang dapat di sebabkan oleh pernikahan beda agama. Di Indonesia sendiri banyak sekali terjafinya pernikahan beda agama, Hal ini di karenakan sangat beragamnya keyakinan beragama di indonesia. Dan harusnya ini menjadi perhatian khusus bagi lembaga hokum mengingat banyak perkawinan lintas agama yang telah terjadi.

Demikian pembahasan dari kawan mama mengenai pernikahan beda agama. Di Indonesia sendiri, pernikahan beda agama sudah di larang. Namun banyak sekali yang mencari celah untuk tetap melakukanya. Mulai dari melangsungkan pernikahan di luar negri, pindah agama hanya untuk menikah lalu kemudian pindah agama lagi. Yang pada akhirnya agama di jadikan mainan hanya untuk sebuah kepentingan. Naudzubillah min dzalik. . .

Semoga tulisan ini dapat membantu dan bermanfaat. . . amin.

 

 

 

Sumber :

  • yoursay.suara
  • muslim.okezone
  • kumparan