Dampak Negatif Perkawinan Beda Agama

Dampak Negatif Perkawinan Beda Agama

Dampak Negatif Perkawinan Beda Agama

Dampak Perkawinan Beda Agama

 

Hallo Kawan Mama,

Sebagai seorang mahluk sosial, pastinya dalam kehidupan kita membutuhkan orang lain dalam kehidupan kita. Sebab manusia tidak akan pernha bisa hidup dengan sendiri tanpa adanya campur tangan orang lain. Dalam kehidupan bersosialisasi antara satu orang dengan lawan jenis lainya, acap kali menimbulkan sebuah ketertarikan di antara keduanya. Dan dari ketertarikan tersebut timbulah niat untuk melngkah ke tahap yang lebih serius, yaitu pernikahan. Tentu saja perkawinan menjadi sebuah momen yang banyak di damba-dambakan oleh setiap manusia.

Agama Islam memerintahkan setiap dari umat-Nya yaitu wanita dan laki-laki untuk melaksanakan pernikahan. Sebab pernikahan sendiri merupakan ibadah Sunnah yang di perintahkan oleh Allah swt. Pada umumnya, pernikahan adalah suebuah momen sakral di mana terikatnya sebuah janji yang di serukan antar seorang laki-laki dan seorang wanita dalam sebuah perkawinan. Di Indonesia banyak sekali kasus pernikahan yang di lakukan oleh orang yang berbeda agama, hal ini di sebabkan oleh banyaknya keberagaman dalam beragama. Apalagi di era globalisasi milenial seperti ini, perbedaan agama tidak menjadi penghalang bagi seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk melangsungkan pernikahan.

Islam sendiri melarang keras adanya pernikahan yang di langsungkan oleh calon suami dan istri yang berbeda agama. Hal ini telah di jelaskan oleh Allah melalui firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 221, yang artinya.

“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (Al-Baqarah : 221).

 

Dampak dan akibat pernikahan beda agama

Di Indonesia, pembahasan mengenai pernikahan sudah di cantumkan dalam kitab undang-undang. Seperti halnya pasal 2 undang-undang No.1 tahun 1974 yang menyebutkan bahwa suatu perkawinan akan di anggap sah apabila di lakukan menurut agama dan keyakinan masing-masing. Yang kemudian tercatat guna sebagai penjaga ketertiban dan kesucian dari esensi sebuah pernikahan.

Sebuah pernikahan yang di lakukan oleh calon suami dan Istri yang berbeda agama telah di larang secara Agama dan undang-undang. Hal ini di sebabkan banyaknya masalah madzarat dan permasalahan-permasalahan hukum lainya jika pernikahan sejenis ini terjadi.

  1. Status perkawinan

Agama islam telah melarang terjadinya pernikahan yang di lakukan oleh pasangan yang memiliki keyakinan agama yang berbeda. Sebab di mana ada keyakinan yang berbeda dalam sebuah ikatan perkawinan, bukan tidak mungkin terdapat kepentingan dan hal-hal lain yang pada akhirnya dapat mempecah belah ikatan perkawinan tersebut. Sedangkan dalam lembaga hukum sendiri, perkawinan berbeda agama masih belum pasti. Sebab pasal yang menerangkan pelaranganya pun belum ada. Yang ada hanya undang-undang yang menerangkan bahwa sebaiknya perkwinan di lakukan oleh calon yang sama dalam keyakinan dan beragama.

Oleh karenanya, status dari perkawinan tersebut masihlah tidak memiliki kejelasan jika menurut lembaga hukum. Dalam pandangan agama, perkawinan beda agama di anggap tidak sah dan apabila tetap di lakukan maka akan di anggap sebagai kumpul kebo atau zina.

 

  1. Catatan data perkawinan

Ketentuan mengenai pencatatan sebuah perkawinan telah di atur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 yang menyebutkan bahwa: Apabila perkawinan dilakukan oleh orang Islam maka pencatatan di lakukan oleh pegawai pencatat sebagaimana di maksud dalam UU No. 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk, yaitu Kantor Urusan Agama. Sedangkan, bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaanya di luar agama Islam, maka pencatatan di lakukan pada Kantor Catatan Sipil.

Perkawinan beda agama akan menghasilkan permasalah pertama di mana pada prakteknya, pencatatan perkawinan di lakukan oleh pegawai KUA untuk muslim dan kantor catatan sipil untuk non muslim. Jika perkawinan beda agama di lakukan maka perkawinan tersebut dapat di lakukan di KUA, atau di kantor capil (catatan sipil). Pasalnya tidak semua pegawai KUA dan kantor capil mau menerima dan mencatat perkawinan beda agama.

 

  1. Status anak

Perkawinan yang tidak di catatkan oleh lembaga hukum dapat mengakibatkan terjadinya status pada anak yang nantinya di lahirkan. Sebab dalam undang-undang No.1 Tahun 1974 pasal 42, menyebutkan bahwa “seorang anak yang sah adalaha anak yang di lahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”.

Dari sini dapat di lihat bahwa seorang anak yang di lahirkan dari perkawinan beda agama dapat di katakana bahwa status anak yang lahir dari pernikahan beda agama di anggap tidak sah. Dan anak tersebut hanya memiliki ikatan perdata denagn sang ibu saja.

 

  1. Hak waris

Dalam agama Islam ketika terjadi perbedaan keyakinan bergama antara sang anak dan orang tua maka sang anak tersebut tidak berhak untuk mendapat warisan dari orang tua, sekalipun anak tersebut merupakan seorang anak kandung. Sebab seorang yang berbeda agama tidak memilki hak untuk mendapat warisan sekalipun memilki hubungan darah. Sedangkan dalam surat putusan nomor. 0140/Pdt.p/PA.Sby, menyebutkan bahwa seorang anak yang berbeda agama dengan orang tuanya tetap memliki hak wasiat atau waris untuk mewarisi harta orang tua kandungnya sebesar1/3 dari harta orang tua kandungnya.

 

  1. Melangsungkan pernikahan di luar negeri

Di Indonesia sendiri, dengan negara yang mayoritas Bergama Islam masih banyak pegawai KUA dan pegawai kantor capil yang tidak mau mencatat data perkawinan tersebut karena bertentangan dengan syari’at. Sebenarnya ada beberapa kota yang memperbolehkan terjadinya perkawinan beda agama, namun tidak semua lembaga dan kantor terutama pegawai mau mencatat data perkwainan tersebut.

Pada akhirnya pasangan perkawinan beda agama memilih untuk melangsungkan pernikahan di luar negeri. Karena di luar negeri terutama negara barat memperbolehkan adanya pernikahan beda agama. Jika hal ini terjadi maka, membutuhkan waktu satu tahun lamanya bagi pasangan tersebut setelah melangsungkan pernikahan untuk mendaftarkan surat bukti perkawinan ke kantor lembaga perkawinan. Hal ini telah di jelaskan dalam pasal 56 ayat 2 Undang-Undang No.1 Tahun 1974. Sebagai catatan, pencatatan tersebut bukanlah sebagai kebsahan mengenai status pernikahan, namun hanya sebagai  pelaporan administrative.

 

  1. Status perceraian

Pasangan yang telah melangsungkan pernikahan berbeda agama, nantinya akan sulit jikalau suatu ketika ingin melangsungkan perceraian. Sebab lembaga perkawinan pada awalnya tidak mencatat dan memilki data atau surat perkawinan yang telah di langsungan. Pada akhirnya sang suami tidak dapat mentalaq sang istri, begitupun dengan sang istri yang tidak dapat menggugat cerai suami karena tidak adanya catatan surat perkawinan yang telah di lakukan oleh keduanya.

Islam telah melarang terjadinya perkawinan oleh pasangan yang memilki latar belakang agama yang berbeda. Hal ini telah di jelaskan dala Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 221 di atas bahwa Allah telah memrintahakan bagi kaum muslim untuk tidak menikahi wanita/laki-laki musyrik (non muslim) lain. Perkwainan di Indonesia sendiri hanya dapat di lakukan oleh pasangan yang memliki latar belakang keyakinan agama yang sama. Tentunya pelarangan perkawinan beda agama memilki tujuan yang baik dan menjaga kemaslahatan bagi manusia.

Salah satunya adalah menjaga manusia agar tidak mengalami resiko-resiko akibat perkawinan beda agama yang telah di jelaskan di atas. Perkawinan yeng terjadi dengan keyakinan agama yang berbeda dapat menimbulkan masalah dalam berumah tangga. Karena dimana ada pernikahan beda agama disitu pasti ada kepentingan, keyakinan, cara berfikir yang berbeda yang dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga. Sebaiknya nikahilah wanita/laki-laki yang memiliki keyakinan agama yang sama. Selain di perbolehkan dan dan di anjurkan oleh Allah, tentunya pernikahan tersebut akan mengurangi masalah dan konflik dalam rumah tangga, dan dapat menjaga status perkawinan serta status anak dan hak waris yang jelas.

Demikian pembahasan dari kawan mama mengenai dampak negative perkawinan beda agama. Sebagai mana yang telah kita tahu bahwa pernikahan adalah sebuah ikatan sakral yang bertujuan untuk membangun sebuah keluarga bahagia dan menghasilkan keturunan. sebaiknya persiapkan dengan matang jika ingin melangsungkan pernikahan.

Semoga tulisan ini dapat membantu dan bermanfaat. . .

 

 

 

 

Sumber :

  • Ibtimes
  • repository
Nikah Beda Agama Perspektif Hukum Islam

Nikah Beda Agama Perspektif Hukum Islam

Nikah Beda Agama Perspektif Hukum Islam

Pernikahan Beda Agama

 

Hallo Kawan Mama,

Pernikahan merupakan sebuah ikatan suci yang tercipta antar seorang laki-laki dengan seorang wanita yang akan menghasilkan hubungan rumah tangga. Setiap orang pasti mengharapkan dapat dirinya untuk melangsungkan pernikahan, Bahkan ada yang sampai lebih dari satu kali di dalam hidupnya. Di dalam agama Islam, pernikahan adalah sebuah ibadah yang di hukumi Sunnah. Artinya pernikahan merupakan sebuah perintah atau anjuran untuk di laksanakan bagi setiap muslim yang memiliki kemampuan.

 Tujuan dari menikah sendiri adalah menjalin sebuah hubungan rumah tangga dan kemudian untuk menghasilkan keturunan sebagai penerus keturunanya. Dalam Agama Islam, dengan memenuhi beberapa syarat dan rukun nikah maka seoarng laki-laki dan seorang wanita dapat melangsungkan sebuah pernikahan. Namun bagaimana bila pernikahan di lakukan oleh laki-laki dan wanita yang berbeda agama? Apakah boleh pernikahan seperti itu di lakukan? Bagaimana Islam menghukumi pernikahan terebut?

Pertanyaan pertanyaam seperti tidak jarang muncul dalam diri kita. Nah pada kesempatan kali ini, kawan mama akan mengulas sedikit banyak mengenai bagaimana pandangan Islam tentang pernikahan yang di lakukan oleh wanita dan laki-laki yang berbeda agama.

Pernikahan Beda Agama

Faktanya pernikahan berbeda agama telah banyak terjadi dan masih banyak pula yang melakukan. Islam melarang keras adanya pernikahan yang di lakukan oleh calon mempelai yang berbeda agama. Pernikahan akan di anggap sah apabila di alkukan oleh calon mempelai yang memilki keyakinan (agama) yang sama. Di Indonesia sendiri, pembahasan mengenai pernikahan sudah di cantumkan dalam kitab undang-undang. Seperti halnya pasal 2 undang-undang No.1 tahun 1974 yang menyebutkan bahwa suatu perkawinan akan di anggap sah apabila di lakukan menurut agama dan keyakinan masing-masing. Yang kemudian tercatat guna sebagai penjaga ketertiban dan kesucian dari esensi sebuah pernikahan.

Dalam siding Majlis Ulama Indonesia (MUI), menghasilkan sebuah kesepakatan berupa fatwa yang menyebutkan pernikahan yang di lakukan oleh calon mempelai yang berbeda agama haram untuk di lakukan. Dengan begitu, setiap pernikahan yang di lakukan oleh pasangan yang berbeda agama secara otomatis akan di anggap tidak sah. Apabila pernikahan tidak di izinkan dan tidak di sahkan namun tetap di lakukan, maka akan di anggap sebagai zina yang berarti dosa besar. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 221, yang artinya.

“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (Al-Baqarah : 221).

Dari ayat tersebut dapat di pahami bahwa, Allah memerintahkan setiap hamba-Nya untuk melakukan pernikahan oleh orang yang keyakinan dan agamanya sama. Wanita yang beriman lebih baik untuk di nikahi dari pada wanita yang tidak beriman sekalipun ia menarik hatimu. Karena bias saja ia yang menarik hatimu hanyalah ujian yang berupa godaan dari Allah yang pada akhirnya dapat menyesatkanmu. Pernikahan yang di lakukan oleh pasangan yang berbeda agama di yakini akan membuat perpecahan saja. Sebab apabila sebuah hubungan pernikahan di isi oleh keyakinan yang berbeda maka niscaya kelak hanya akan menghasilkan kehancuran belaka.

Sebagai catatan

Di dalam Al-Qur’an di sebutkan bahwa Allah memperbolehkan terjadinya pernikahan antar agama. Namun pernikahan tersebut mengandung beberapa syarat yang harus terpenuhi. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 5, yang artinya.

“Pada hari ini di halalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang di beri al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan di halalkan mangasyahwini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang di beri al-Kitab sebelum kamu.” (Q.S Al-Maidah : 5)

Dari ayat tersebut dapat di pahami bahwa Allah memperbolehkan seorang laki-laki muslim untuk menikahi wanita yang berbeda agama namun dengan catatan sang wanita tersebut haruslah seseorang yang ahli kitab. Sebaliknya bagi muslimah, seorang wanita muslimah tidak di perbolehkan menikahi laki-laki yang berbeda agama sekalipun ia seorang ahli kitab.

Dari ayat tersebut, muncul pertanyaan pertanyaan terkait wanita ahli kitab. Apakah pada zaman sekarang ini masih ada seorang wanita yang ahli kitab? Sedangkan kitab-kitab itu sendiri sudah mengalami perubahan-perubahan. Mayoritas dari para ulama berpendapat bahwa wanita ahli kitab zaman sekarang ini bukanlah wanita ahli kitab yang di maksud dalam Al-Qur’an dulu. Sebab ketika ayat tersebut turun pada zaman nabi dulu, Agama Islam masih mengalami awal pengenalan. Artinya masih sedikit dari bangsa arab yang memeluk agama islam dan masih memeluk agama sebelumnya. Pada zaman dulu seorang laki-laki muslim di perbolehkan untuk menikahi seorang wanita ahli kitab dengan tujuan dakwah dan mengajak wanita tersebut untuk memeluk agama Islam.

Di Indonesia sendiri hal ini telah di bahas dalam dalam pasal 40 huruf (c) KHI yang menyebutkan bahwa di larang melangsungkan perkawinan oleh seorang pria dengan seorang wanita yang tidak beragama islam. Dan juga pada Pasal 44 KHI menyebutkan, “Seorang wanita islam di larang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama islam.”

MUNAS No.5/Kep/MunasII/1980 tanggal 1 Juni 1980

Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa perikahan yang di lakukan oleh pasangan yang berbeda agama dan keyakinan hukumnya haram dan tidak bileh untuk di lakukan. Hal ini juga sudah di perjelas oleh keputusan musyawarah nasional ke-2 dari MUI No.5/Kep/munas II/1980 tanggal 1 juni 1980 tentang pernikahan campuran atau pernikahan beda agama, yang menyebutkan bahwa

    1. Seorang wanita muslimah haram untuk menikahi laki-laki yang bukan seorang muslim.
    2. Seorang laki-laki muslim haram untuk menikahi seorang wanita yang bukan seorang muslimah.

Hal ini juga meliputi tentang seorang laki-laki muslim yang menikahi seorang wanita non muslim meskipun ia seorang ahli kitab. Hal ini di sebabkan oleh banyaknya mudharat yang dapat terjadi dari pada maslahatnya. Karena bagaimanapun dalam pernikahan tersebut terdapat unsur perbedaan keyakinan, ideologi, kepentingan dan nilai yang dapat menyebabkan terjadinya perpecah belahan hubungan pernikahan.

Pada zaman sekarang ini pendefinisian mengenai pwanita ahli kitab ini perlu di spesifikasikan lagi. Sebab sebagaimana kita tahu, pada zaman dulu, wanita yang di maksud ahli kitab ialah wanita yang berasal dari bani israil. Sedangkan bagi wanita yang baru memluk agama tersebut tidaklah di anggap sebagai wanita ahli kitab. Pada zaman modern ini, apa mungkin masih ada wanita ahli kitab yang masih meyakini taurat dan injil dan mengamalkanya? Sedangkan kita tahu sendiri bahwa kitab-kitab tersebut telah mengalami adanya perubahan susunan da isi. Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan bahwa wanita ahli kitab dengan kriteria di atas masih ada.

Pernikhan beda agama juga dapat menyebabkan beberapa perkara permasalahan hokum yang sulit untuk di tangani, seperti.

    1. Status Keabsahan Pernikahan Yang Tidak Jelas

Dengan berlangsung perkawinan beda agama maka status perkawinan terseut menjadi tidak jelas. Mengingat Islam dan lembaga hokum tidak mengakui adanya status perkawinan tersebut. Apabila terjadi masalah yang tidak terselesaikan maka suami tidak bias mentalaq istri, sama halnya dengan istri yang tidak dapat menggugat cerai suami karena status perkawinan yang tidak di akui oleh lembaga hokum.

    1. Hak Waris Anak

Permasalahan alin muncul ketika telah memiliki anak. Status dari si anak menjadi tidak jelas karena orang tua yang berbeda agama. Anak tidak dapat memeluk kedua agama tersebut, yang pada akhirya harus memilih salah satu di antara kedua agama orangtuanya. Apabila anak memilih untuk menjadi non muslim, maka status warisnya menjadi hilang. Sebagaimana kita tahu bahwa tidak ada bagian waris bagi orang non muslim. Meskipun anak sedniri.

Allah mempertegas mengenai permasalahan nikah beda agama ini dalam Al-Qur’an surat Al-Mumtahanah ayat 10, yang artinya.

“mereka (wanita-wanita muslimah) tiada halal bagi mereka orang-orang non muslim itu, dan non muslim itu tiada hala pula bagi mereka”. (Q.S Al-Mumtahanah : 10)

Dari penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa pernikahan beda agama haram untuk di lakukan. Meskipun syarat dan rukun nikah telah terpenuhi sekalipun. Agama Islam melarang keras adanya pernikihan beda agama, begitu pula dengan lembaga hokum. Pelarangan terjadinya pernikahan beda agama bertujuan agar mengurangi mudzarat yang dapat di sebabkan oleh pernikahan beda agama. Di Indonesia sendiri banyak sekali terjafinya pernikahan beda agama, Hal ini di karenakan sangat beragamnya keyakinan beragama di indonesia. Dan harusnya ini menjadi perhatian khusus bagi lembaga hokum mengingat banyak perkawinan lintas agama yang telah terjadi.

Demikian pembahasan dari kawan mama mengenai pernikahan beda agama. Di Indonesia sendiri, pernikahan beda agama sudah di larang. Namun banyak sekali yang mencari celah untuk tetap melakukanya. Mulai dari melangsungkan pernikahan di luar negri, pindah agama hanya untuk menikah lalu kemudian pindah agama lagi. Yang pada akhirnya agama di jadikan mainan hanya untuk sebuah kepentingan. Naudzubillah min dzalik. . .

Semoga tulisan ini dapat membantu dan bermanfaat. . . amin.

 

 

 

Sumber :

  • yoursay.suara
  • muslim.okezone
  • kumparan